|Ditulis pada 21 Mei 2022|
|Dipublikasikan pada 16 Maret 2024|
|Oleh ©janeruby37|Kegundahan menyelubungi Kim Namjoon, seorang pria tiga puluh dua tahun yang terjebak di dalam gereja semenjak badai menutupi seluruh kota. Kabut tebal turun bersamaan dengan angin sejuk yang membekukan epidermis. Jalanan dibuat lumpuh oleh badai salju yang agresif menjatuhi tanpa henti. Gumpalan-gumpalan putihnya menumpuk di sisi jalanan bahkan ada mobil yang sampai terkubur. Beberapa saat yang lalu terjadi kecelakaan akibat jalanan yang licin karena sang pengendara tetap keras ingin melanjutkan perjalanan. Beberapa yang lainnya memilih berhenti dahulu karena tidak ingin mengambil resiko hanya karena terlalu memaksakan kehendak.
Sebagian pengendara yang memilih berhenti, mereka masuk ke gereja untuk menghangatkan tubuh, karena di dalam sana terdapat perapian besar. Dan di sanalah Kim Namjoon beristirahat menyandarkan punggungnya pada kursi panjang.
Namjoon gelisah karena di satu sisi ia harus sudah sampai di rumah sebelum lewat pukul sembilan malam, dan sekarang sudah pukul delapan lewat lima belas menit. Dan di sisi lain ia tidak ingin pulang karena satu alasan. Bolak-balik Namjoon mematikan telpon dari Ibu karena kali ini ia benar-benar tidak ingin mendengarkan celoteh beliau. Namun, bukannya menyerah Ibu tetap mencoba menelpon untuk yang kesekian kalinya sampai Namjoon pusing dan menggerutu. Pada akhirnya dengan penuh keterpaksaan Namjoon mengangkat telepon tersebut, Ibu langsung berteriak padanya.
"Yak! Namjoon -ah! Sejak tadi Ibu mencoba menghubungimu. Keluarga Seokyung sudah sampai, cepatlah pulang atau Ibu akan menjambak rambutmu!"
Lagi dan lagi Namjoon menghela napas pasrah. "Berapa kali harus kukatakan, Bu. Aku tidak ingin menikahi wanita itu!" Dan kemudian Namjoon memutuskan panggilan secara sepihak. Lelah terasa, kali ini Namjoon memijat pelipisnya yang terasa berdenyut akibat pusing yang dibuat Ibu. Pikirnya sampai kapan ia harus seperti ini, hidup di bawah kendali Ibu seperti sebuah robot yang diprogramkan untuk kepentingan pribadi sesuka hati.
Untuk yang kali ini Namjoon tidak ingin membiarkan Ibu yang ikut andil dalam percintaannya. Semuanya berantakan saat Ibu yang memegang kuasa. Bisa dibilang trauma, Namjoon bersumpah bahwa ia tidak ingin mengikuti apa pun berdasar pada keinginan Ibu. Sudah lebih dari sekali Namjoon mengatakan bahwa dia bukan lagi anak kecil yang perlu panduan untuk mengambil keputusan, ia sudah berkepala tiga dan mampu menghadapi segala risiko apa pun yang berhubungan dengan keputusannya.
"Paman, ingin membeli minuman?"
Menoleh ke samping, Namjoon dihadapkan dengan sosok seorang anak laki-laki yang datang menghampiri bersama dengan tas besar yang tersampir pada bahunya. Nampaknya tas tersebut lumayan berat karena dipenuhi oleh botol-botol minuman. Karena merasa kasihan terhadap anak itu, Namjoon memilih untuk membeli dagangannya. Harga minuman tersebut hanya tiga ribu won, tetapi Namjoon memberikan sepuluh ribu won pada anak itu. Dia nampak kegirangan karena telah dipertemukan dengan paman berhati malaikat seperti Namjoon hari ini.
"Terima kasih, Paman!" ucap anak itu sambil membungkukkan badannya. Namjoon balas dengan menepuk pundak anak tersebut dengan pelan.
"Sama-sama," katanya dan kemudian anak itu berlari keluar dari gereja dengan perasaan girang.
Melihat betapa senangnya anak itu membuat hati Namjoon menghangat, ia masih tersenyum menatap pintu gereja kendati anak laki-laki tadi sudah menghilang dari sana. Beberapa saat barulah Namjoon kembali bersandar pada kursi, keresahan dalam hatinya masih berkuasa.
Berkali-kali lonceng yang berada di atas pintu gereja berbunyi sebagai tanda bahwa ada orang yang membuka pintu. Orang-orang telah berganti, ada orang yang baru datang untuk menghangatkan badan dan ada pula yang ingin pulang karena sudah terlalu lama berada di sana. Namun, Namjoon ingin menenangkan diri dahulu, ia lebih memilih duduk bersandar sembari menutup mata daripada pulang ke rumah di tengah badai salju, apalagi di rumahnya ada keluarga Seokyung yang membuatnya semakin malas untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret That Comes at The End [BTS Oneshot Collection]
No FicciónTakdir selalu berhasil membawa kita pada hal yang tidak pernah disangka. Bagaimana bisa scenario kehidupan bermain begitu hebatnya? Setelah dibawa terbang, lalu dihempaskan. Namun aku tetap yakin bahwa tidak akan ada kegagalan selagi kita tetap beru...