"Bahagia hanyalah sebuah
kata penenang"•
•
•
Debèriamos~Seorang gadis berpakaian serba hitam lengkap dengan masker dan topi berwarna senada, menatap penuh hati hati ketika dirinya turun dari motor dan membiarkan kendaraan beroda dua itu terparkir di basement hotel dengan asal.
Matanya terus mengawasi sekitar dengan langkah yang menuntutnya mengikuti seorang wanita yang sudah berumur kepala tiga yang kini berjalan memasuki hotel tempatnya berhenti tadi. Tujuannya adalah mengikuti setiap langkah wanita paruh baya itu
Ara bergerak panik ketika wanita itu menolehkan tubuhnya kebelakang. Ia ikut membalikkan badannya agar wanita itu tidak melihat wajahnya, banyak orang yang menatapnya aneh. Apalagi kini dirinya sudah seperti seorang teroris yang menggunakan pakaian serba hitam ditambah masker dan topi yang hanya dapat memperlihatkan bagian matanya saja.
Ia meliri sekilas menggunakan ekor matanya, kemudian kembali berbalik dan mengikuti wanita itu dengan jarak 3 meter.Ia berjalan lebih cepat menghampiri meja resepsionis ketika melihat wanita itu pergi menuju lift setelah mengambil sebuah kunci. Resepsionis itu mengerutkan keningnya ia hendak berteriak memanggil security sebelum pada akhirnya Ara menahannya dan membuka sedikit maskernya hingga dagu.
"Saya, bukan orang jahat. Mbak!" Ucap Ara menyakinkan resepsionis itu.
Resepsionia itu menghembuskan nafasnya lega. "Maaf, Saya kira. Mbaknya ini mau berbuat kriminal! Lagian aneh banget. Kenapa pake pakaian kayak gitu!" Balas Resepsionis itu
Ara mencebikkan bibirnya sebal, enak saja. Wajah secantik ini disangka mau berbuat kriminal, walaupun ya. memang tidak salah sih! Pasti orang orang juga bakal mengira dirinya inu penjahat apalagi melihat penampilannya yang tertutup seperti ini
"Masa ada orang jahat. Secantik ini sih, mbak!" Timpal gadis itu
Tertawa dalam hati, merasa geli sendiri ketika pujian itu terlontar dari mulutnya. Biarlah, narsis sedikit not problem! Kan.
"Ada perlu, apa. Mbak memangnya?" Tanya resepsionis itu kembali bertutur sopan
Ara gelagapan sendiri. Jika mengatakan bahwa ia sudah memesan kamar, pasti resepsionis ini akan bertanya lebih dan pastinya ia akan ketahuan berbohong. Tapi jika ia mengatakan ada keperluan juga, apa? Duh. Ini kenapa otak lemotnya suka tiba tiba datang begini ya.
"Begini. Uhm, saya mau tanya aja sih. Mbak! Perempuan tadi...., itu pesen kamar nomor berapa ya?" Tanyanya berhati hati
"Yang mana? Perempuan itu banyak loh mbak!"
Ara berdecak, sedikit kesal kepada resepsionis itu. "Itu, yang tadi pakai baju putih. Gayanya kantoran gitulah! Mbak." Jawabnya
"Memangnya mbaknya. Ini siapa? Saya gak mau asal kasih informasi pengunjung mbak" balas resepsionis itu
Ara berpikir keras, ia bingung menjawab. Ia harus mengaku sebagai siapanya ya, "Sa-saya, uhm... saya An-"
"Dia tunangan, saya mbak!" Celetuk seseorang tibs tiba datang membuat ara menoleh.
Laki laki berjaket hitam dengan kaos putih didalamnya, berjalan mendekat. Lengannya ia masukkan kedalam dua saku jaketnya. "Perempuan tadi itu. Tante saya, kami ada keperluan keluarga disini. Saya udah ada janji sama beliau" Ucap laki laki itu dengan wajah tanpa ekspresi apa apa
Resepsionis itu kembali menatap wajah Ara yang masih fokus melihat laki laki seumuran dengannya yang tiba tiba datang dan mengakuinya tunangan laki laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deberíamos
Teen FictionHidup memang tidak selalu tentang kebahagiaan. Terkadang kita harus siap merelakan salah satunya demi kebahagiaan yang lain, namun dengan rasa sakit kita dapat mengerti apa itu arti perjuangan yang sesungguhnya. Walaupun sebenarnya dalam hati bertan...