"Ajari aku bagaimana caranya menerima keadaan tanpa
membenci kehidupan"•
•
•
Debèriamos~"Baik. Bu! Terimakasih Atas pengertiannya, mohon maaf juga karena sikap anak saya. Sekolah jadi tidak nyaman seperti tadi"
Menyudahi panggilan itu, Ganella kini berbalik dan menatap penuh amarah pada anaknya yang bandel itu. Tadi ia mendapatkan telpon dari pihak sekolah, dan memberitahu bahwa Ara terlibat aksi Tawuran yang terjadi tadi siang. Tentu saja Ganella marah, toh! Siapa yang tidak marah ketika tau anak gadisnya ikut ikutan hal berbahaya seperti itu. Apalagi selama ini orang orang taunya Ara itu anak yang baik dan berprestasi. Walaupun tidak sesempurna anak pintar lainnya.
"Merasa, hebat kamu?" Ganella bertanya seraya bersedekap dada menatap anaknya yang kini duduk bersandar pada sofa.
"Untuk. Apa Ra? Kamu itu perempuan! Ngapain, ikut ikutan tawuran. Gak jelas kayak gitu!"
"Apa susahnya sih! Tinggal Fokus belajar. Gausah hiraukan, aksi diluar itu."
"Kalau udah kayak gini. Gimana? Tangan luka, kaki luka, semua luka. Mau ditaro dimana muka mama, kalau orang orang tau kamu itu kelakuannya kayak gini?" Cerca Ganella memijat pelipisnya yang terasa sakit. Anaknya yang satu ini selalu aja ada hal yang membuatnya marah.
Ara membalas tatapan ibunya dengan malas, gadis itu berdiri didepan ibunya. "Sebenernya, Mama khawatir sama aku. Atau sama hal lain?" Setelah mengucapkan itu Ara pergi keluar dari rumahnya. menghiraukan reaksi ibunya yang menatap tidak percaya. Ia memilih duduk menikmati angin malam di terasnya.
Baru saja menikmati kedamaian beberapa menit, ponselnya bergetar dan menampilkan nama 'Razka' disana. Gadis itu mengeryit bingung, tumben sekali laki laki itu menelponnya.
"Iya, razka?"
"Arah pager ra"
Ara spontan mengucapkan 'hah?' Ketika mendengar perkataan Razka yang tidak jelas. Arah pager? Maksudnya? Ia segera melihat ke arah gerbang rumahnya. Dan betapa terkejutnya Ara, ketika melihat mantan kekasihnya kini sudah berada didepan pagar rumahnya. Laki laki itu masih duduk dimotornya, lengan kanannya setia memegang ponsel yang masih terhubung panggilan dengannya. Ara segera mematikan sambungan telponnya. Gadis itu berlari kecil menghampiri Razka yang kini menatapnya.
"Lo. Ngapain kesini malem malem?" Tanya Ara cemas, ia takut nanti mama nya datang dan kembali memarahinya.
"Iseng aja" jawab Razka membuat Ara menganga tak percaya.
Maksudnya dari, iseng aja itu apa ya tuan? Ini sudah jam 7 malam. Dan laki laki itu tiba tiba saja datang tanpa memberi aba aba padanya, lagi pula kenapa harus kesini? Kenapa tidak kerumah. Pacarnya.... mungkin!
"Maks-"
"Ngapain, kalian berduaan disini?" Ganella tiba tiba saja datang dan memotong ucapan Ara. Razka yang peka pun segera menuruni motornya dan menyalami tangan Ganella, walau wajah wanita itu sedikit agak tidak bersahabat. Namun ia masih mempunyai sopan santun.
"Dia, siapa?!" Ketus Ganella
Ara melirik mantannya itu sekilas. Sebelum menjawab pertanyaan ibunya, "Di-dia temen sekolah, aku" jawabnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Deberíamos
Teen FictionHidup memang tidak selalu tentang kebahagiaan. Terkadang kita harus siap merelakan salah satunya demi kebahagiaan yang lain, namun dengan rasa sakit kita dapat mengerti apa itu arti perjuangan yang sesungguhnya. Walaupun sebenarnya dalam hati bertan...