03

23 1 1
                                    

"Masa lalu adalah sebuah
perjalanan hidup yang harus dilupakan bukan?"




Debèriamos~

Saat ini pada suasana pagi yang tenang dan hening. Bukan keheningan hangat, tapi suasana dingin dan canggung kini sedang menyelimuti satu keluarga didalam rumah besar dengan model megah namun masih terlihat elegan.

"Berhenti, curiga sama ayah. Rey!" Bisik Aldi—Ayah reyfaldi kepada anaknya yang sedang fokus mengolesi roti dengan selai

Reyfaldi menoleh sekilas ke arah ayahnya tanpa menjawab. Revi yang baru datang dari dapur itu menatap suami dan anaknya bergantian, wanita itu lagi lagi menghela nafasnya kala melihat tatapan dingin dari keduanya. "Kalian, ini. Kenapa sih?" Tanya Revi masih dengan tutur lembutnya

Aldi tersenyum jenaka, ia mengelus pelan lengan istrinya. "Gak apa apa sayang. Kita baik baik kok! Kamu kan tau, Rey itu anaknya emang jarang ngobrol." Ucap Aldi membuat Reyfaldi yang berada didepannya berdecih

Laki laki itu berdiri dari duduknya. Ia segera berpamitan dan menyalami kedua orang tuanya, ia lebih baik pergi cepat daripada harus melihat sandiwara ayahnya yang dapat membuat moodnya rusak.

Disisi lain, suasana yang tak jauh beda dari sebelumnya. Ara, gadis cantik itu turun dari tangga. Wajahnya tak ada gurat senyum sama sekali, dingin dan datar yang hanya terlihat diwajah cantiknya.

"Pagi, princess!" Sapa Ayahnya yang dibalas kata 'pagi' juga oleh anaknya itu

Ara tidak ikut duduk di meja makan, gadis itu malah menghampiri sang nenek yang sedang sibuk menyiapkan sarapan bersama dengan ibunya. "Nek. Ara boleh minta tolong dibuatin bekel?" Tanyanya pada sang nenek

"Boleh. Tapi kok tumben!" Balas neneknya yang kini mengambil sebuah tupperware dan mulai membuatkan bekel untuk cucunya

Ara hanya tersenyum tipis sebagai balasannya. Tina memanggut paham, ia kemudian memasukkan bekal itu kedalam tas cucunya. Gadis itu menyalami lengan neneknya. Ganella yang sedang menyiapkan makan untuk suaminya menatap tak suka pada anaknya. "Duduk! Makan, disini." Titah Ganella yang tidak didengar sama sekali oleh putrinya

Ara memutari meja makan, beralih menyalami ayahnya yang langsung mendapat kecupan di keningnya dari sang ayah. "Belajar yang, bener ya! princess." Tutur Denis—ayahnya yang diangguki oleh gadis itu diiringi senyum tipis

Kini gadis itu sudah berhadapan langsung dengan sang ibu. Keduanya saling melempar tatapan dingin, tidak ada kata hangat dari mulut ibunya. Ara yang tadinya hendak menyalami lengan ibunya itu ia urungkan, gadis itu langsung pergi begitu saja setelah berpamitan.

"Ara, pergi. Assalamualaikum!" Pamitnya keluar dari rumahnya

Hari kamis yang begitu menyebalkan bagi Ara. Gadis itu berdecak kesal, tangannya bergerak tak sabaran di stang bagian kanan. Rasanya ingin sekali menarik gas nya dan melajukan motornya tanpa memperdulikan kemacetan pagi ini. Ia ingin segera sampai disekolahnya, mengingat semalam ia lupa mengerjakan pekerjaan rumahnya. Ia berharap semoga bisa sampai disekolah tepat waktu, agar ia bisa menyalin pr Zee nanti.

Tepat! Sesuai dengan perkiraannya. Ia sampai disekolah dua puluh menit, sebelum bel masuk. Lantas setelah memarkirkan motornya gadis itu pergi ke dalam toilet luar yang berada dekat dengan gudang belakang, ia segera mengganti celana hitamnya menjadi rok sekolah dan setelahnya langsung berlari menuju kelasnya dengan terburu buru.

Brakk...

Ara mendorong keras pintu kelasnya agar terbuka lebih lebar. Tentu saja, teman teman kelasnya terkejut kala mendengar dobrakan pintu itu. Menatap heran ke arah Ara yang kini berlari masuk menghampiri teman temannya.

DeberíamosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang