06

25 1 0
                                    

"Hidup itu pilihan Antara
Kuat atau tidak?"




Debèriamos~

Sore ini seperti biasa, dikota jakarta yang besar ini. Kemacetan di jalan bukan hal yang aneh lagi, jalan pintas mungkin kini sudah menjadi jalanan yang akan selalu menjadi pilihan terbaik.

"TOLONG!"

Ara gadis yang kini menunggangi motor besar itu menajamkan telinganya tatkala mendengar suara teriakan seperti orang meminta tolong. Matanya membulat ketika melihat seorang wanita paruh baya sedang menangis keras ditengah jalan, posisinya terduduk. Wanita itu terus berteriak memanggil dua orang yang berlari didepan sana. Sudah ara tebak, dua orang itu pasti penjahat. Dan wanita paruh baya itu pasti korban perampokan.

Tanpa berpikir panjang gadis itu menambah kecepatan lajunya, mengejar kedua preman yang sudah memegang barang hasil rampokannya. Ara menendang pinggang salah satu diantaranya hingga menyebabkan keduanya terjatuh. Karena posisinya saling berdampingan.

Gadis itu menekan rem hingga menimbulkan bunyi, kemudian membuka helmnya dan segera berjalan menghampiri dua preman itu. "Wah, berani beraninya dia sama kita berdua!" Ucap salah satu diantaranya sembari menarik lengan temannya agar berdiri dan menatap penuh kekesalan pada gadis yang kini berada didepannya.

Kedua preman itu sudah maju dan berancang ancang siap menghajar Ara. "Gue, gak mau sok jago. Tapi kalau kalian berdua ngeyel, Gue gak ada cara lain!" Ucap Ara sebelum mulai menepis segala pukulan yang dilayangkan oleh kedua preman itu

Dan terjadilah perkelahian antara Ara dan kedua preman itu, dua pria berbadan besar dengan lengan penuh tato itu sedikit kewalahan kala melihat betap lihainya gadis kecil itu melawan. Hingga pada akhirnya keduanya kalah dan tidak kuat untuk melawan, kedua preman itu berlari.

"Maung geulis, kieu dilawan!" Gumam gadis itu menyugarkan rambutnya kebelakang dengan nafas yang masih sedikit memburu

(Harimau cantik, gini dilawan!)

Ara berlari kecil ke tempat wanita paruh baya itu berada, dengan sebuah tangan yang memegang tas hasil rampokan tadi. Ia berjongkok membantu wanita itu untuk berdiri

"Ibu, gak apa apa?" Tanya ara memegang kedua bahu yang masih sedikit bergetar itu. memastikan keadaan wanita paruh baya didepannya

"Ib-ibu gak apa apa, nak. Tapi, kamu?" Jawab wanita itu dengan terbata masih merasa syok

Ara menggeleng pelan, "Saya, gak apa-apa. Bu" imbuh Ara

Mata gadis itu mengedar memastikan tubuh wanita yang sepertinya seumuran dengan ibunya itu. Ara menatap khawatir kala melihat sebuah luka goresan di telapang tangan wanita itu. Bukan hanya itu, pipinya juga merah.

Ara melirik kesana kesini mencari sesuatu. Dan ketika melihat sesuatu yang dicarinya, gadis itu kembali menatap wanita paruh baya yang sedang tertunduk itu. "Ibu, kita duduk disana ya" ucapnya menuntun wanita itu.

Ara mendudukkan wanita itu dengan perlahan. Ia sengaja membawanya ke warung agar memudahkannya untuk membeli minum sekalian membeli betadine dan hansaplas untuk mengobati luka wanita paruh baya itu.

"Ibu, boleh saya. Izin ngobatin lukanya?" Tanya Ara dengan ragu

setelah mendapatkan anggukan, Ara membuka telapak tangan wanita paruh baya itu dengan perlahan dan penuh hati hati. Mengobatinya dengan telaten membuat wanita itu tersenyum haru tanpa mengalihkan pandangannya.

Tangan kanannya yang tidak terluka itu mengelus lembut pipi Ara yang kini sibuk meniupi lukanya yang baru saja dikasih obat merah itu. Merasakan sebuah elusan lembut di pipinya, Ara sedikit terperanjat kaget. Tatapannya kini bertemu dengan tatapan lembut milik wanita itu, sorot mata haru dan khawatir dapat gadis itu lihat dari wanita didepannya ini.

DeberíamosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang