Jerricho dan Jemicho berakhir di kantin sekolah dan Jemicho sedang memandang malas pemandangan Jerricho yang sedang di omeli habis-habisan oleh Rendi lewat panggilan video di depannya.
"Bener-benar batu lu tu tau gak sih Rik?! Udah berapa kali gue bilang kalo malem tuh pastiin hp lo udah di charge atau belum, ada internetnya apa enggak. Gini kan jadinya! Gue telpon belasan kali gak lo respon! Gue chat apa lagi gak lo baca! Gue tanya ke si ketu baru ada info kalo lo tiba-tiba ngilang lagi."
Jerricho yang di omeli hanya menunduk sambil memakan makan siangnya. Ia tak berani melirik ke rah layar ponselnya.
"Lu udah janji kemaren sama gue kan?"
Akhirnya Jerricho menatap layar ponsel dengan mata memelas. "Maaf Ren, gue beneran gak tau kalo ternyata mereka emang ngincer gue hari ini. Terus hp gue lowbat banget tadi. Tapi gue beneran gak papa sumpah! Mereka gak ngapa-ngapain gue. Ada Jemicho yang nolong gue tadi."
"Apa lo bilang? Lo di tolong siapa?"
"Jemicho"
"Mana orangnya?"
Jerricho menatap Jemicho sekilas dengan maksud bertanya apa Jemicho mau berbicara dengan Rendi atau tidak. Pasalnya Jerricho tau kalau Jemicho sedari tadi mendengarkan percakapan dia dan Rendi meskipun anak itu sedang sibuk dengan semangkuk bakso di hadapannya.
Jemicho mengiyakan lalu mengambil ponsel itu dari tangan Jerricho.
"Kenapa?"
"Eh Jem gue titip sobat gue ke lu ya. Lecet dikit abis lo besok gue aduin ke om Surya!"
"Iya bawel! Udah kek emak-emak ilang tupperware aja lo!"
"Bacot! Balikin lagi hp nya ke Riko. Males gue liat muka datar lo!"
Jerricho yang mendengar itu meringis. Rendi jika sedang marah dan khawatir memang begitu. Sulit mengontrol emosi dan perkataanya. Ya meskipun jika sedang biasa-biasa pun omongan anak itu memang pedas.
"Mana makan siang lo? udah abis?"
Jerricho langsung mengarahkan kamera ponselnya ke kotak bekal yang sudah bersih tanpa sisa itu. Dia sedang tidak minat di omeli oleh Rendi untuk part yang ke dua jika ia tak menghabiskan makan siangnya.
"Mana obat lo? Minum dulu depan gue baru gue tutup telponnya."
Jerricho menghela nafas namun akhirnya ia tetap menuruti ucapan Rendi. Daripada ribet lagi kan? Ia mengambil kotak obat berukuran sedang dari saku jas almamaternya. Ia mengambil tiga obat sekaligus lalu meletakannya di telapak tangannya. Ia sengaja mengarahkannya dulu ke kamera.
"Nih, tiga butir"
Setelah itu ia menenggak tiba obat itu sekaligus lalu mendorong obat itu agar masuk ke tubuhnya dengan segelas air putih yang ia pesan tadi.
"Udah tuh."
"Bagus. Gue tutup dulu telponnya. Baik-baik lo di sekolah. Jangan jauhin lagi hp nya."
"Iyaa Ren iyaa"
Setelah itu Rendi langsung memutus panggilan itu sepihak. Jerricho baru sadar jika ekspresi Jemicho sekarang terlihat seperti sedang menahan tawa.
"Kenapa lo?"
"Enggak. Lu kaya anaknya Rendi lama-lama."
Jerricho merenggut. Mau mengelak tapi ia juga merasa demikian. Terkadang Rendi bahkan bisa lebih galak daripada kakak-kakaknya.
"Dia emang rempong kalo lagi khawatir."
"Bagus berarti dia beneran sobat lo."
"Maafin omongan dia yang kadang kurang di filter ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMAN (JENO NCT FANFICTION)
Fanfiction"Namanya juga hidup. kadang di bawah kadang nyusruk ke bawah banget." - Jerricho "Lu bisa gak sih marah yang bener-benar marah kek gue? Ngamuk kek sekali-kali!" - Jemicho "Emang sesat temenan sama kalian tuh" - Rendi Bahasa Baku/Non Baku Cerita ini...