-9-

500 57 0
                                    

Dengan tas yang berada di punggung masing-masing, Haechan, Mark, Lucas, dan Jisung berjalan beriringan melewati rumah demi rumah. Keempatnya saling bergandeng tangan, bernyanyi lagu yang Bu Guru ajarkan dengan lirik yang telah diubah. Haechan memekik kencang di akhir, menjadi akhir dari lagu yang mereka dendangkan selama perjalanan. Ketiga kawannya hanya tertawa saja dengan aksi Haechan, tepuk tangan meriah mereka berikan.

Kaki-kaki mungil itu berhenti di depan rumah yang terlihat megah, memiliki gerbang yang tinggi menjulang. Haechan melepaskan pegangan tangan Mark dan Jisung, berjinjit untuk mengintip keadaan di dalam.

"Mana?" tanya Lucas.

"Angkel Cong banak ikan," ucap Haechan antusias. Matanya berhasil menangkap siluet akurium-akuarium besar penuh ikan berjejer, keren sekali. Paman Song, pria yang cukup berumur, bahkan rambutnya saja sudah banyak yang berubah warna menjadi putih, beruban. Dia paman yang baik, suka memberikan permen pada anak-anak, tapi Haechan sedikit tidak menyukainya. Haechan juga tidak mengerti, dia hanya memiliki sedikit ketakutan saat terlalu dekat dengan orang asing.

"Nah kan! Icung uga mau liat ikan banak-banak!" Jisung mengepalkan kedua tangannya ke udara, semakin bersemangat.

"Maki, panggil!" perintah Haechan, menunjuk gerbang besar di depannya.

Mark tidak banyak bicara, mengambil langkah agar lebih maju. Kedua tangan Mark menggenggam tali tasnya erat, menarik napas dalam untuk mengumpulkan energi. "ANGKEL SONG! MAU MAIN! LIAT IKAN!" pekiknya kencang.

"ANGKEL! ECHAN MO LIAT IKAN!" Haechan ikut membantu, suaranya lebih kencang dibanding milik Mark tadi.

"ICUNG MO MAIN-MAIN!"

"YUCAS UGA!"

"ANGKEL SONG!" pekik mereka bersamaan, tentu saja mengganggu para tetangga jika ditanya. Suara mereka seperti gabungan kicauan burung yang memekakkan, keras dan mengganggu.

Seseorang datang mendekati gerbang. Seorang pria dengan tubuh kurus, tapi tidak terlihat kering, dan wajahnya yang putih bersih. Song Joongki, Paman Song yang sangat baik hati dan suka berbagi permen itu membukakan pintu gerbang.

"Angkel, Angkel, Echan mo liat ikan!"

"Icung mau main lumah Angkel, yiat ikan uga!"

"Yucas ikut-ikut!"

Mark hanya diam. Tujuannya tidak berbeda jauh dari mereka bertiga, jadi tidak menjelaskan pun akan sama saja hasilnya.

"Ah! Kalian mau melihat ikan?" tanya Paman Song, memastikan.

"Iya!" balas Haechan, Lucas, dan Jisung bersamaan, terlihat begitu antusias.

"Ayo masuk. Ikannya ada banyak, di dalam rumah juga masih ada," balas Paman Song, membiarkan bayi-bayi itu mendapatkan akses memasuki rumah besarnya.

Haechan menjadi orang pertama yang melangkah dengan begitu yakin. Berjalan, setengah berlari menghampiri akuarium di beranda depan rumah. Ada banyak ikan hias yang berenang di dalam akuarium, membuat Haechan yang menempelkan wajah di kacanya memperlihatkan tatapan kagum berlebihan.

"Kalian bermain sendiri dulu, ya? Paman mau ke dalam."

"Ciap Angkel!" balas anak-anak itu bersamaan.

Paman Joongki masuk ke rumah, sama sekali tidak khawatir pada rumor yang beredar tentang keempat anak yang datang bermain.

Haechan dan teman-temannya memang sudah sering berkunjung, atau ... bisa dikatakan memang sering membuat ulah. Paman Joongki juga bukannya tidak tahu atau tidak pernah merasakan keusilan anak-anak itu. Menurutnya, batas kenakalan mereka masih wajar dan bisa diterima. Mungkin, anak-anak terlalu bersemangat dan keingintahuan mereka terlampau besar. Paman Joongki selalu berusaha berpikir positif untuk apa yang Haechan dan kawan-kawannya lakukan, membuka pintu tiap kali mereka datang berkunjung.

Echan and Friends [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang