-1-

1.5K 84 7
                                    

Gaesss, sebenernya aku mau publish cerita ini setelah BrotherHot tamat, wkwk, tapi emang diri ini terlalu gak bisa menahan jempol😭👊

Fyi, cerita ini udah aku tulis sampai tamat, kok, tinggal posting-posting sama edit dikit-dikit, xixi

Kalau suka, bantu share ke temen-temen kalian biar makin banyak yang baca yaawww

Kalau butuh translate bahasa nih bayik, komen ajaww, wkwk

Janlup tinggalin votment, yaaww, tengkieesss

Piriding, gaesss~

"Maki bawa apa? Echan ada ocis di cini." Senyuman lebar dan mata yang menyipit, Haechan terlihat sangat manis mengenakan seragam sekolah berwarna biru muda melekat di tubuh. Mark tertawa pelan, dia suka sosis dan berniat untuk meminta milik Haechan nanti. Haechan pasti mau berbagi.

"Mama kasih Maki ayam. Nanti tukal-tukal mau?" ajak Mark, karena Haechan memang sangat menyukai ayam.

Mereka melangkah bersama dengan tangan yang bergandengan setelah Hacehan selesai dengan tali sepatunya. Tangan-tangan mungil itu berayun di udara, memamerkan sebuah hubungan perteman yang manis untuk anak-anak berusia empat tahun.

Langkah keduanya terhenti di depan rumah besar dengan pagar besi yang tinggi. Haechan sedikit berjinjit, mencoba mengintip keberadaan seseorang di balik pagar besar tersebut. "Ukeeee! Cekuyah, ndak?" tanya Haechan, berteriak sekencang mungkin agar didengar oleh penjaga rumah.

Pagar terbuka, menampilkan sosok besar, berkumis tebal, dan sedikit menakutkan. Haechan tersenyum lebar menatap sosok tersebut. "Hayo, Angkel," sapanya ceria. "Uke mana? Dak cekuyah, ya?" Haechan melirik ke belakang tubuh besar paman tadi, berusaha mencari keberadaan temannya.

"Luke masih mandi. Echan sama Maki masuk dulu, mau?"

"Makii, nanti teyat dak, ya?" Haechan bertanya pada Mark, membuat temannya itu menampilkan ekspresi berpikir yang berlebihan. Mark menggaruk ujung kepalanya, menggeleng.

"Dak tahu. Angkel, Luke macih lama, dak?" Mark mendongak, menatap wajah paman di depannya. "Kayo yama, Makii cama Echan tinggal aja," cetusnya.

"Nanti Uke mayah, mana?" tanya Haechan cemas. Dia berpikir, mungkin Lucas akan kesal karena ditinggalkan nanti. Lucas memang sangat cepat merajuk, tapi tidak susah dibujuk agar mau berbaikan. Haechan hanya sedang malas memikirkan cara untuk membujuk Lucas yang menjadi menyebalkan saat marah.

"Echaann! Ayo belangkat!" Kedua bayi menggemaskan itu menoleh ke sumber suara. Lucas dengan tas pisang berwarna kuning miliknya terlihat berlari kecil menuju gerbang utama. Haechan tertawa, Lucas dan tas kuningnya selalu terlihat lucu untuk dilihat.

"Panggil Echan caja? Ada Maki di cini!" ketus Mark, kesal karena merasa tidak dianggap.

"Halo Maki," ucap Lucas, setengah malas. Dia berjalan ke sisi kiri Haechan, menggenggam telapak tangan temannya itu. "Angkel, Yucas belangkat cekulah dulu, ya?" pamitnya tanpa menoleh, hanya berucap dengan suara kencang.

"Icung mana?"

"Sakit," balas Mark. "Nanas, tangan Makii kebakal pegang-pegang palanya." Dia menjelaskan lebih jauh.

"Nanas? Dimam?" Haechan mengerjap lucu, menatap Mark penuh minat. Apa Jisung berubah menjadi nanas?

"No buah, Echaann. Nanas, bakal-bakal." Mark menjelaskan susah payah. Yang dia maksud itu rasa hangat berlebihan saat tangannya menyentuh kulit Jisung. Mark tahu apa yang ingin dia katakan, tapi susah melafalkannya.

Echan and Friends [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang