Chapter 9 - Profesional

42 9 0
                                    

Mereka diam mendadak. Runa bisa merasakan wajahnya pucat, sementara Sierra mengumpat dalam hatinya.

"E...eh? Eithan... yang di luar itu...?," tanya Sierra sambil menunjuk pintu pantry.

Runa segera menyesali perkataannya barusan. Dari sekian jawaban yang mungkin ia lontarkan, kenapa ia harus melontarkan yang berada di posisi terakhir???

"Ah... Ahahaha... Gak apa-apa, Kak! Itu masa lalu kok, kami baik-baik saja sekarang!" Runa berusaha meleburkan segalanya dengan tawa. Sierra jelas tahu mereka tidak baik-baik saja.

Sekantor dengan mantan!? Takdir konyol macam apa yang mengikat mereka?? Sierra bahkan tidak bisa membayangkan dirinya di posisi Runa, ia pasti akan langsung mengajukan surat pengunduran diri saat itu juga. Tapi wanita lebih muda di hadapannya ini bertahan dan menghadapi mantannya, hampir sebulan. Betapa kuatnya! Apa hanya ia yang terlalu melankolis???

"Maaf, harusnya aku tidak bertanya..." Sierra jadi tidak enak, ia sangat merasa bersalah.

"E-eh... gak apa-apa, Kak. Santai saja, aku gak apa-apa kok. Sungguh!," ujar Runa sedikit panik.

Bohong. Sierra tahu Runa berbohong. Untuk apa Runa gelagapan dan seperti ingin kabur kalau memang tidak apa-apa?

"Aku... benar-benar minta maaf." Hanya itu yang bisa Sierra ucapkan. Ia kehabisan kata-kata dan jadi seperti orang bodoh.

Runa menelan ludah, lalu memegang tangan Sierra. "Kak, aku sungguh tidak apa-apa. Yang sudah berlalu ya berlalu. Aku baik-baik saja. Eithan juga baik-baik saja. Dari awal juga Eithan sudah bilang kalau kami teman," ujar Runa berusaha meyakinkan Sierra, tapi Sierra bisa melihat tatapan Runa berubah sedih ketika ia mengucapkan kata teman.

Sierra menghela napas panjang, tidak ingin mengorek lebih jauh, "Aku benar-benar minta maaf. Aku harap kamu tidak jadi sebal padaku karena ini," pinta Sierra sambil menggenggam tangan Runa. "Aku senang kamu bergabung dengan tim kami dan semoga kita bisa bekerja sama dengan baik terus ke depannya."

"Tenang saja, Kak. Aku profesional kok," jawab Runa sambil tersenyum. "Mungkin aku harus bersyukur juga karena kelepasan. Dari awal aku ingin sekali bilang ke Kakak tolong jangan biarkan kami berdua karena akan super canggung," lanjut wanita itu sambil tertawa kecil.

Ingatan Sierra langsung berputar ke hari pertama Runa masuk kerja, mengingat ia menyuruh Eithan mengantar Runa keliling kantor. Wanita itu langsung ingin memanjat tembok. "Aku... benar-benar minta maaf....,"

Runa tertawa kecil. "Tidak apa-apa, Kak. Kalau diingat-ingat lucu kok. Aku baik-baik saja. Sungguh," katanya berusaha meyakinkan Sierra.

Senyum tipis kembali menghiasi wajah Sierra. "Baiklah, kalau kamu bilang begitu," Sierra mengalah. "Terima kasih."

Runa balas tersenyum, "Terima kasih juga, Kak."

***

Hari ini merupakan hari yang damai bagi Sierra. Wanita berambut pendek itu senang karena hasil seragam outing kantornya bagus, pekerjaannya lancar, dan malam nanti ia akan kencan dengan suaminya.

Makanya ketika rekan kerjanya meminta bantuannya, dengan senang hati ia membantunya.

"Sier," Eithan memanggil Sierra ketika Runa pergi ke pantry.

Sierra yang sedang mendesain kebutuhan promosi menolehkan kepalanya, menyahut panggilan itu. Tatapan Eithan masih jatuh pada layar komputer di depannya.

"Bisa... kamu tanyakan Runa... apakah dia sudah punya pacar?," pinta Eithan pelan nyaris berbisik, sukses membuat Sierra melongo.

Keheningan itu berubah menjadi tatapan jahil dan kekehan usil. "Oke~~ Siap~~," jawab Sierra langsung berdiri dan melenggang menuju pantry. Eithan bahkan tidak sempat menghentikan wanita yang sudah berpikir macam-macam dengan raut muka bahagia itu.

***

Raut muka bahagia Sierra hilang sekembalinya ia dari pantry. "Hei, anak nakal," tegurnya tegas.

Tentu saja Eithan terkejut. Sierra hanya memanggilnya anak nakal kalau ia berbuat kesalahan. Sudah begitu Sierra kembali seorang diri dengan botol minum Runa di tangannya. "Runa kemana?," tanya pria itu sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, mencoba mendapat jangkauan penglihatan yang lebih luas, mencari sosok Runa.

Sierra meletakkan botol minum Runa di meja wanita itu. "Dia langsung turun ambil spanduk dan bendera," jawab Sierra seraya duduk di kursinya. "Eithan, kalian pernah berpacaran?," tanya Sierra langsung.

Respon Eithan kurang lebih sama dengan Runa barusan, tapi lebih tidak pucat. Sierra mendengus. "Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian, tapi aku jadi sangat tidak enak pada Runa, juga kamu," lanjut wanita itu menatap Eithan serius. "Maafkan aku. Harusnya aku tak membiarkan kalian keliling kantor berdua saja waktu itu. Pasti rasanya canggung banget 'kan?," tanya Sierra tak enak.

Melihat raut muka Eithan yang biasa saja, Sierra menopang wajah dengan tangan kirinya, "Atau mungkin tidak ya?," tebak Sierra. "Dan alasan kamu meminta tolong padaku untuk bertanya apakah Runa sudah punya pacar apa belum itu...,"

Sierra seakan bisa menebak jalan ceritanya. Eithan pun tidak repot-repot menjelaskan lagi. "Kamu kan tidak tahu waktu itu. Salahku juga bilang kami hanya teman, jadi kamu juga bersikap biasa saja," ujar Eithan tenang.

"Yah, kalau kalian bilang kalian mantan pacar waktu itu, aku pasti berharap bumi menelanku."

"Hahaha. Itu dia, makanya aku tidak bilang begitu."

Mata Sierra melirik Eithan yang terfokus pada pekerjaannya. Senyum tipis di wajah pria itu menyiratkan banyak hal yang belum tuntas. Sambil menghela napas panjang, Sierra meregangkan tubuhnya.

"Dia belum punya pacar," ujar Sierra kemudian. Eithan sontak menoleh ke arah wanita itu.

Sierra menatapnya tegas. "Aku tidak tahu apakah dia masih menaruh rasa terhadapmu atau tidak. Untuk soal itu, cari tahu dan berusahalah sendiri. Aku tidak bisa membantumu, aku hanya bisa memberimu peluang."

Sudut bibir Eithan terangkat naik. "Itu saja cukup," jawab Eithan mantap. "Banyak yang harus kami bicarakan..."

Pastinya. Sierra menatap pria yang sudah terbang ke kenangan masa lalunya dalam diam. Dia tidak tahu apa yang terjadi di antara rekan-rekan kerjanya, tapi ia sungguh mendoakan yang terbaik untuk sejoli yang nampaknya masih membutuhkan sekuel.

***

"Eh?? Aku sama Eithan??," tanya Runa tak percaya.

Sierra mengatupkan kedua tangannya, "Iya tolong ya, aku ada rapat soalnya jam sebelas," lalu mengecek jadwal di buku catatannya, "Kalian ketemu klien jam setengah sebelas. Nanti selesai itu, sekalian makan siang disana saja. Oh, lalu jangan lupa mengecek desain kita di tempat pameran. Kalau ada yang aneh langsung dicatat biar bisa kita bawakan gantinya besok," jelas Sierra lalu menoleh ke Eithan. "Kamu bisa 'kan, Than?," tanya wanita itu ragu.

Eithan mengangguk. "Jangan khawatir. Kami akan melakukannya dengan baik," sahutnya lalu menoleh ke arah Runa, "Run, pastikan lagi ya berkas-berkas yang harus kita bawa di tablet kantor. Kita jalan jam sepuluh."

"O-oke," jawab Runa lalu mulai memilih-milih file yang harus ia bawa. Ia memang sering ikut rapat internal, tapi baru kali ini ia rapat dengan orang luar. Mau tidak mau ia jadi gugup.

Mata Eithan melirik ke arah Sierra yang juga melirik ke arahnya. Eithan teringat wanita itu bilang, "Aku tidak bisa membantumu, aku hanya bisa memberimu peluang."

Pria itu tersenyum kecil. Ia mungkin tidak bisa langsung tancap gas, tetapi ia akan memanfaatkan peluang itu dengan baik.



***bersambung***

***bersambung***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TIME AFTER TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang