Bab 50

2.4K 177 14
                                    

BAB 50

"Kamu sudah bercerai?" Bastian memastikan.

"Ya, begitulah." Susan nampak enggan bercerita lebih karena ia takut jika rahasianya terbongkar. Ia memang sudah bertobat tapi jika ada laki-laki lain tahu tentang masa lalunya yang membuat dirinya bercerai tentu akan membuat pria tersebut berpikir ulang. Ia tak mau hal itu terjadi, biarlah masa lalu ia tutup rapat-rapat.

Dan luar biasanya Bastian tidak bertanya lebih lanjut kenapa Susan bercerai membuatnya jadi lebih lega dan leluasa mengobrol.

Magrib pun terdengar, mereka mulai berbuka puasa dengan makanan yang dibuat oleh Bastian dengan sepenuh hati. "Wah, ini sungguh buatanmu?" Susan tak percaya dengan rasanya.

"Kenapa, nggak enak ya?"

Dengan cepat ia menggeleng. "Bukan, justru ini enak banget, aku aja kalau masak nggak seenak ini loh, sejak kapan kamu bisa masak begini, Bas?"

"Sudah lama, semenjak orang tuaku bangkrut, aku belajar mandiri dan memasak tanpa bantuan pembantu. Sisa uang tabungan aku pakai untuk kontrak di sini, sembari mencari kerja."

"Lalu sudah dapat kerja?"

"Alhamdulillah sudah."

"Kerja apa?" melihat bagaimana Bastian belanja tanpa berpikir pengeluaran mungkin saja ia sudah bekerja ditempat yang bergaji besar.

"Pabrik sepatu."

"Jadi apa?"

"Pemotong kulit."

Susan mengangguk dan tersenyum, tentu gaji Bastian hanya UMR dan tentu itu tak seberapa. Tapi, Susan tetap bangga dengan Bastian, laki-laki yang dulu serba ada, tidak pusing memikirkan uang, selalu makan enak, bisa jalan-jalan bahkan sampai keluar Negeri, kini ia bekerja ditempat biasa dengan gaji seadanya. Sungguh, ia sangat luar biasa.

"Aku salut sama kamu."

"Kenapa?"

"Kamu yang dulu serba ada kini mau bersusah payah bekerja di pabrik orang." Bastian hanya tersenyum tipis.

"Ya, lumayanlah, walau aku yakin tidak akan ada wanita yang mau dengan laki-laki bergaji kecil."

"Jangan pesimis pasti nanti ada kok."

"Alhamdulillah jika benar begitu."

Mereka terus mengobrol sembari menikmati bukaan.

***

Saat tarawih, Susan kaget karena ia duduk bersebelahan dengan Ranti. Terpaksa ia menyapa dengan canggung. "Ran...."

"Hy, kok bisa sholat di sini, jauh loh dari pasar?" tanyanya pura-pura tak tahu.

"Oh, itu, aku habis buka puasa di rumah teman."

"Bastian, tetanggaku?" tebaknya. Membuat Susan melotot kaget.

"Kok kamu tahu?"

"Aku lihat kamu tadi."

"Mas Haris...."

"Ya kami melihatmu masuk ke rumah Bastian," jawabnya.

Susan menunduk meresa bodoh karena telah bertanya tentang Haris pada Ranti. Pastilah istrinya akan berpikir macam-macam. "Nampaknya dia lanjang, siapa tahu jodohmu," ucap Ranti melanjutkan. Susan menunduk malu, mungkin ia terlihat seperti janda gatel yang baru bercerai beberapa bulan sudah dekat dengan pria lain.

"Dia teman kecilku."

"Oh, tapi jodoh tidak mengenal itu bukan?"

Susan tak menjawab ia diam saja, hingga waktu sholat tiba dan mereka khusyuk tanpa ada yang bertanya lagi.

Merebut Suamiku, Dari KekasihnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang