3. Masalah dan Solusi

9 0 0
                                    

"Bang kayanya ide bang Kevin nitipin aku di rumah Fattan tuh bukan ide bagus." ucap Cantika ketika ia bertemu Kevin keesokan harinya di sekolah. Sumpah demi apapun, ia hanya ingin mengajari bocah berandalan pemalas itu, tapi kenapa Kevin justru menitipkan dirinya di sana?

"Dek, ini demi kebaikan kamu juga. Rentenir itu pasti datang ke rumah buat nagih utang, Abang nggak mau kamu kenapa-kenapa."

"Tapi bang..."

"Udah, kamu aman di tangan Fattan."

"Tapi gimana sama Ibu? Tania? Apa Abang juga bisa jamin keselamatan mereka?"

"Ibu sama Tania juga bakalan aman, kamu tenang aja Dek. Lagian kalau kamu mau ngubah Fattan, tapi nggak tinggal di rumahnya, dia nggak akan berubah sama sekali."

"Are you serious Bang?"

"Yeh ini anak nggak percaya. Udah, Abang keluar aja ya dari sekolah biar abang cari uang buat kamu sama Tania sama Ibu."

"Nggak Bang! Please kali ini aja izinin aku bantu beban bang Kevin ya? Bodo amat mau kaya apa itu si Fattan Fattan itu, yang penting Abang jangan putus sekolah."

"Yakin mau ngadepin Fattan?"

"Ya yakinlah, Abang aja yakin ngejamin keselamatan aku dari rentenir yang mau nagih utang Ayah, gimana aku nggak yakin ngadepin Fattan. Rentenir lebih serem dari Fattan, Bang."

"Iya rentenir lebih serem dari Fattan sebelum kamu tau Fattan yang sebenernya. Ya udah Abang ke yang lain dulu ya."

"Ya udah Bang, hati-hati jangan berantem mulu." teriak Cantika memperingati Kevin yang sudah berlari menjauh.

Sepeninggal Kevin, Cantika pun bergegas menuju kelasnya, namun belum sampai satu langkah ia terjerembab jatuh membuat semua yang ada disana tertawa melihat Cantuka. Tidak terlalu sakit, tapi malunya itu. Ia mencoba berdiri lagi dan rupanya tali sepatunya terikat menjadi satu pantas saja ia sampai terjatuh, ini semua pasti ulah si tengil Fattan.

Dengan mata merah marah, Cantika bergegas menuju kelas dan di sana Fattan sedang duduk santai di kursi paling pojok belakang. Rambutnya yang agak gondrong dibiarkan berantakan, dasinya miring kemana-mana, almamater entah kemana perginnya, kakinya ia naikkan ke atas meja dengan sepatu yang bertali berantakan. Fattan asyik bersiul-siul tanpa terganggu oleh Cantika yang kini ada di depannya.

"Heh lo, lo..." ucap Cantika dengan emosi memuncak dan Fattan hanya menoleh cuek lalu kembali bersiul-siul seenaknya.

"Ada bu Wita, ada bu Wita." celoteh anak-anak membuat Cantika urung memarahi Fattan dan kembali ke bangkunya yang ada di depan.

Sementara itu Fattan meraih alamamater dan memakainya asal. Setelah itu dia pindah duduk di meja tengah bersama Agus. Agus hanya menurut saat Fattan duduk di sampingnya, pasti ada apa-apa. Bu Wita, guru bahasa Arab yang bisa dibilang cukup killer.

Bu Wita duduk dengan angkuh di kursi pengajar. Kacamata yang agak turun, entah karena hidungnya terlalu sombong untuk keluar atau memang tidak datang waktu pembagian hidung. Bibir merah seperti baru saja memakan ayam mentah. Mengerikan.

"Buka Al-qur'an kalian." begitu perintahnya dan semua murid di sana langsung menaati itu kecuali Fattan yang dengan santainya bermain smartphone.

Bu Wita mengedarkan pandangannya dan menangkap Fattan sebagai mangsa empuk kali ini. Masalahnya adalah Fattan baru pertama kali mengikuti pelajaran bahasa Arab selama ini. Anak ajaib yang super pemalas ini sungguh kelewat dari kata nakal.

"Fattan berhubung kamu baru sekali mengikuti pelajaran Ibu, sekarang baca surat Yasin ayat satu sampai lima belas." titahnya yang disambut Fattan sengan memutar bola matanya malas.

Fattan kemudian menyikut perut Agus yang ada di sebelahnya sembari memelototkan matanya. Agus yang paham dengan maksud Fattan segera membaca surat Yasin sementara Fattan hanya mangap-mangap seperti ikan cupang kekurangan air. Sambil menyelam minum air, sambil berpura-pura mengaji Fattan mengkhayal sedang lipsing di sebuah mega konser. Ajaibnya tidak ada yang tahu kalau Fattan hanya lipsing mengaji, yang tau hanya Fattan, Agus, dan Allah.

*****

"Belajar yang bener!" seru Cantika sembari memukul kepala Fattan dengan buku yang sudah ia gulung menyerupai tabung.

"Hadoh Ka, bisa santai nggak sih?"

"Nggak!!"

"Buset ini pacar gue galak amat berasa Bu Wita."

"Fattan!!!" Cantika gemas meladeni celotehan anak ajaib yang super malas macam Fattan.

"Iya."

"Kerjain soalnya." Cantika kembali memukul kepala Fattan dengan bukunya.

"Iya bawel."

"Sepuluh menit gue balik harus udah selesai."

"Buset sepuluh menit gue baru selesai napas."

"Nggak pake protes."

"Awsh." Fattan merintih sembari mengusap-usap kepalanya yang terasa gatal, karena dipukuli Cantika semenjak tadi.

Mau tak mau akhirnya Fattan mengerjakan soal matematika yang menurutnya lebih sulit daripada memahami cewek PMS. Barisan angka itu begitu rumit. Andai matematika seperti biner yang hanya memiliki 2 angka, 0 dan 1, tapi sayang matematika bukan biner. Harus dikalilah, dibagilah, ditambahlah, dikuranglah, diakar kuadratlah, rasanya kepala Fattan seperti sedang dicuci dengan mesin cuci; berputar-putar membuatnya pusing.

"Mana jawabannya?" tagih Cantika sembari memukul kepala Fattan dengan buku.

"Hadoh ini namanya kekerasan dalam rumah tangga!"

"Jawabannya mana nggak usah ngeles kaya tukang bajaj."

"Nih." ujar Fattan sembari memberikan bukunya pada Cantika.

Dengan seksama Cantika mengoreksi jawaban Fattan dan ajaibnya Fattan berhasil menjawab semua soal yang diberikan Cantika dengan benar.

"Sorry kalau gue bener." Fattan berujar pongah dengan tampang tanpa dosanya memainkan dasi.

"Tsk, pasti Lo nyontek di google kan? Ngaku Lo!" Cantika menatap curiga pada Fattan yang balik menatapnya dengan jenaka.

Kali ini bel tanda pelajaran berganti menyelamatkan Fattan dari kecurigaan Cantika yang sudah memuncak. Fattan kembali ke singgasananya di bangku paling pojok belakang, dan pelajaran matematika kali ini yang Fattan lakukan adalah tidur nyenyak seperti bayi yang sedang ditimang-timang ibunya.

"Cantika keluar!" seru suara bariton Pak Fandi; guru matematika.

"Tap... Tapi pak..."

"Saya bilang keluar ya keluar!" sentak Pak Fandi yang membuat Cantika hampir menangis dibuatnya.

Cantika adalah manusia paling rajin di sekolah, bahkan sebelum ayam jago berkokok kalau perlu dia bisa saja sudah sampai di sekolah. Dan hari ini dia harus keluar dari kelas hanya karena Fattan yang tidur. Beasiswa dan jaminan pendidikan Cantika ada di tangan si pemalas Fattan yang sekarang tengah kelap tertidur.

"Ada apaan sih berisik banget gannggu orang tidur aja." gumam Fattan sembari mengucek matanya.

Bocah ajaib itu menguap dan mengulet persis seperti bayi tanpa peduli suasana sedang menegangkan seperti ada seorang ISIS yang tertangkap densus 88. Ia mengerjapkan matanya tanpa dosa seperti kucing yang baru mengumpulkan lima dari sembilan nyawanya.

"Kenapa?" tanya Fattan membuat semua mata mengarahkan pandangan kepadanya kecuali Cantika yang menunduk di depan pintu kelas. "Ka, lo mau ke mana?" tanya Fattan kali ini sukses membuat Cantika menangis, malu bercampur sedih dan juga kesal.

"Cantika saya suruh keluar, karena dia tidak becus mengajari kamu yang malah enak-enakan tidur."

"Loh bapak nggak bisa gitu dong, perjanjiannya kan beasiawa Cantika tetep ada kalau saya nggak bolos selama seminggu dan hari ini saya nggak bolos, cuman tidur di kelas doang, berarti dia nggak gagal ngajarin saya Pak." bantah Fattan dengan lantang.

"Anak nakal." gumam Pak Fandi. "Cantika duduk."

Cantika menoleh pada Fattan dan Fattan mengedipkan sebelah matanya. Jantung Cantika berdegup liar, tapi ia tau ia harus kontrol degupnya. Cantika akhirnya kembali duduk dengan tenang. Fattan adalah biang masalah sekaligus solusinya, dasar ajaib.

Black EagleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang