4. Kecewa

9 0 0
                                    


"Heh, makan pake tangan kanan!" ucap Fattan sembari menyentil Cantika yang makan menggunakan tangan kiri.

"Gue kidal tau." Cantika melanjutkan acara makannya, mengabaikan sepenuhnya teguran Fattan.

Fattan menggelengkan kepala sejenak lantas mengambil piring Cantika. Semenjak Kevin menitipkan adik manisnya untuk dijaga oleh Fattan, mereka sudah terbiasa akan kehadiran satu sama lain. Walau baru beberapa hari saling mengenal, nyatanya mereka kini sudah seperti sahabat lama yang dipertemukan kembali oleh takdir.

"Heh makanan gue! Gue laper seharian ngajarin lo itu rasanya lebih nguras tenaga daripada kerja rodi. Balikin makanan gue!" Cantika merengek-rengek menuruti perutnya yang meronta, karena lapar.

"Senakal-nakalnya gue kalau makan ya pake tangan kanan."

"Tapi gue kidal! Nunggu gue makan pake tangan kanan sama kaya nunggu siput jalan dari Jakarta sampe Papua. Balikin makanan gue atau gue bilangin Bang Kevin kalau gue..."

"Aaa...."

Fattan menyodorkan sesendok nasi beserta lauknya ke hadapan mulut Cantika. Gadis itu tertegun dengan sikap Fattan. Kadang hal-hal kecil yang dilakukan makhluk malas macam Fattan bisa membuat Cantika tersipu-sipu sendiri. Ataukah ini efek samping, karena sepanjang hidupnya hanya ada tiga laki-laki yang benar-benar dekat dengannya? Benar, sampai sekarang Cantika tidak pernah menjalin hubungan asmara. Fokusnya hanya pada keinginan terakhir almarhum ayahnya tanpa membebani kakak dan ibunya, dan kini di hadapannya ada sesosok laki-laki tengah menyuapinya dengan sesendok nasi beserta lauk, Cantika merasa dirinya istimewa.

"Gue bisa makan sendiri!" Cantika melengoskan pandangan dari Fattan, berusaha keras menyembunyikan pipinya yang agak bersemu.

"Buka mulut atau buka baju?" Fattan menaik-turunkan alisnya menggoda dan Cantika sukses membolakan mata, karena pertanyaan konyol Fattan.

Akhirnya Cantika dengan terpaksa yang disertai sedikit senang membuka mulut daripada ia harus mempertontonkan tubuh kurusnya di depan lelaki macam Fattan. Beberapa suap masuk ke mulut Cantika melalui tangan Fattan. Sesekali bahkan Fattan membersihkan noda yang menempel di sudut bibir Cantika sementara Cantika sibuk mengamati wajah Fattam dan berkutat dengan pikirannya. Ternyata dibalik sifat urakan dan malasnya, Fattan adalah cowok yang lembut.

"By the way Tan, suara ngaji lo bagus juga." puji Cantika dengan tulus seusai Fattan menyuapinya. Cantika tidak berbohong tentang hal ini. Walau Fattan itu malas dan menyebalkan,tapi ketika ia mendengar suara mengaji cowok itu terasa sangat damai dan menyamankan.

"Thanks Ka, tapi itu bukan suara gue."

"Maksudnya?" Cantika seketika memasang wajah bodoh menanggapi pernyataan Fattan beberapa detik lalu.

"Itu suara Agus, gue cuman lipsing doang."

"Astaga Fattan!!!! Belajar sekarang!!!" kesal Cantika sembari memukul kepala Fattan dengan sendok.

"Hadoh sakit Ka, KDRT ini namanya."

"Belajar!!"

"Lo pikir gue tadi di sekolah ngapain masak di rumah belajar juga?"

"Tadi lo tidur doang di sekolah udah ayo belajar, belajar, belajar." Cantika mengomel sembari menjewer telinga Fattan menuju ruang tengah.

Cantika akhirnya mengajari Fattan belajar membaca Al-qur'an. Mengajari Fattan lebih melelahkan daripada kerja paksa di zaman penjajahan. Jangan kira Cantika aman mengajari Fattan selama ini. Cantika sudah menjadi korban permen karet Fattan yang ditempel di rambutnya hingga Cantika harus memotong sedikit ujung rambutnya. Fattan pernah mencoreng-coreng muka Cantika saat gadis itu tertidur. Menyembunyikan sebelah kaos kaki dan sebelah sepatunya. Menaruh tas Cantika di tiang bendera dan masih banyak hal lain yang Fattan lakukan terhadap Cantika. Sayang semuanya tidak mempan bagi Cantika, dia sudah bertekat untuk beasiswa, untuk masa depannya. Untuk keinginan terakhir ayahnya.

Pagi ini untuk pertama kalinya Fattan melihat ayahnya di rumah. Tampak sang ayah yang sama sekali tak mengacuhknnya. Ayahnya hanya sibuk berkutat dengan laptopnya dan tampak begitu frustrasi. Fattan pun tak menegurnya, karena sang ayah bahkan tak menganggap ia ada. Ya bagi ayah dan ibunya, anak mereka hanya satu, Aftan Aditia Assegaf, kakak Fattan yang kini bekerja di Singapura.

Lama sang ayah berkutat dengan laptop dan Fattan akhirnya berinisiatif untuk menghampiri sang ayah, tapi sang ayah sudah terlebih dulu pergi. Fattan menghela napas lelah dan mendapati laptop ayahnya dalam keadaan error. Ia kemudian menghabiskan waktu sarapannya untuk memperbaiki laptop ayahnya yang error tanpa merasa terganggu dengan Cantika yang bertanya hal ini dan itu, namun tak ia tanggapi.

"Selesai! Ayo berangkat."

Fattan gegas memasukkan laptop milik ayahnya ke dalam tas. Fattan kemudian menggandeng, lebih tepatnya menyeret tangan Cantika agar lebih cepat menuju garasi di mana motor ninja merahnya di parkir. Jantung Cantika berdegup liar, ia hanya mampu memandangi Fattan dari belakang, ada sensasi tersendiri saat berada di dekat Fattan. Apalagi cowok urakan itu sedang menggandeng tangannya, seperti ada aliran listrik statis yang menyapanya.

"Ke kantor bokap gue dulu ya, urgent ini." ucap Fattan sebelum naik ke atas kuda besinya diikuti Cantika yang melingkarkan tangannya ke perut Fattan.

Si gadis blasteran hanya menurut, baru kali ini ia melihat cowok urakan itu begitu serius akan sesuatu. Sepanjang jalan yang biasa mereka habiskan dengan obrolan ringan atau candaan garing kini diisi oleh deru motor merah kesayangan Fattan.

Sesampainya di kantor, Fattan langsung turun dan bergegas menghampiri ayahnya yang tampak sedang dimarahi oleh atasan. Sepertinya ada berkas penting di laptop ayahnya yang tadi sempat eror dan membuat lelaki paruh baya itu begitu frustasi pagi tadi. Tanpa sengaja sang ayah menoleh dan melihat Fattan yang tengah melambai padanya. Ardan Assegaf lantas meminta izin pada sang atasan dan gegas menemui putra bungsunya.

"Ada apa?" tanya sang ayah dengan nada bicara yang amat dingin.

"Ini laptop Papa sudah aku betulkan." Fattan mengangsurkan laptop berwarna hitam itu kepada sang ayah yang masih berwajah tanpa ekspresi. Ada binar kecil di mata Fattan, berharap ada sedikit pujian atau ucapan terima kasih dari laki-laki yang selalu ia kagumi ketika masa kanak-kanak.

"Ulah kamu ternyata, dasar anak nakal." Ardan Assegaf bergumam seraya meraih laptop dari tangan Fattan dan berlalu begitu saja.

Amarah menumpuk di dada Fattan dengan tanggapan ayahnya. Ingin rasanya ia menghajar orang iru sampai babak belur, tapi ia adalah ayahnya yang mewariskan sebagian darahnya mengalir di tubuh Fattan. Tanpa sadar ada sebuah sentuhan hangat mengenai pundaknya; Cantika. Gadis itu menyentuh pundak Fattan agar tidak emosi, hal yang sama yang sering ia lakukan pada Kevin saat Kevin emosi.

"Gue nggak mau sekolah."

"Heh, tapi, tapi..."

"Hari ini udah izin tenang aja beasiawa lo sama Kevin aman di tangan gue."

"Kalau gitu gue cari angkot deh mau ke sekolah."

"Ikut gue."

"Ke mana?"

"Ke terowongan Casablangka."

"Ah Fattan nggak mau, takut." rengek Cantika.

"Bisa ngerengek juga lo."

"Eh apaan nggak."

"Ikut gue!"

***

Black EagleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang