08

160 41 0
                                    

Beberapa hari telah berlalu, Jennie sudah tidak bertemu dengan Ji lagi, bahkan proyek kerjasama untuk pembangunan resort juga Ji sudah beberapa kali tidak hadir, proyek itu dihandle oleh Rosé dan Algi entah untuk sementara atau selamanya, Jennie tidak tahu.

Jennie penasaran kenapa Ji tidak hadir di setiap meeting bersama Lloud, jika sebelum-sebelumnya Ji bisa melakukan Zoom meeting bersama perusahaan lain, kenapa saat ini Ji tidak melakukan Zoom meeting juga dengan pihak Lloud? Apa Ji menghindari Jennie?

Sungguh Jennie penasaran dengan sikap Ji yang tidak menampakkan dirinya lagi, Jennie memang pernah meminta agar Ji menjauh darinya tapi Jennie tidak berekspektasi Ji akan menurut. Jennie ingin menanyakan keadaan Ji pada Rosé maupun Algi tapi ia tidak berani.

"Lo mikirin apa sih? Bengong Mulu dari tadi" Tanya Joy, kebetulan mereka baru selesai meeting dengan Rosé dan Algi.

"Lo banyak diam Jen, tumben nggak fokus, Lo lagi mikirin apa?" Sambung William.

Saat ini mereka bertiga sedang berjalan menuju food court perusahaan.

"Nggak lagi mikirin Jion kan?" Tebak Joy dan Jennie menggeleng ragu-ragu.

"Cuma penasaran kenapa dia nggak pernah ikut meeting lagi" jujur Jennie membuat Joy dan William mendesah kasar.

"Lo kalau kangen bilang aja sih, cuma gue heran sebenarnya Lo benci sama dia atau apa?" Joy jadi bingung sendiri.

"Marah, benci, kecewa tapi kadang gue juga kangen, gue bingung ini perasaan apa, salah nggak sih kalau gue masih berharap bisa dekat sama dia disaat rasa kecewa gue lebih besar?"

"Lo cuma belum bisa menerima takdir Lo Jen, kalau Lo damai dengan takdir Lo, gue rasa Lo nggak mesti harus mati-matian menyimpan perasaan Lo kaya gitu, kangen ya wajar Lo sama Ji sama-sama bucin, Lo benci juga wajar karena Lo kecewa, saran gue ya Lo kasih dia kesempatan buat jelasin alasannya" ucap William.

"Gue takut, jujur gue takut dia udah punya orang lain tapi gue juga nggak mau dengan mudah ngasih dia kesempatan"

"Lo harus sadar Jen, jangan mau dikejar terus, kalau dia capek sama sikap Lo dia pasti bakal nyerah juga"

"Apa dia udah nyerah ya makanya proyek kita dia kasih ke Rosé sama Algi?" Jennie mulai takut dan menebak-nebak.

"Kita nggak tau Jen, mending Lo tanya anak Lo siapa tau dia chit chat sama bapaknya"
"Huh .."Jennie mendesah agak sedikit salting juga karena ini pertama kalinya mereka membicarakan Ji dengan sama-sama mengakui dia sebagai ayah Jay.

Sementara disisi lain tepatnya di mansion mewah keluarga Renandes, Ji sedang mencoba kaki robotnya yang sudah diperbaiki, beberapa partikel di kaki palsu itu diganti namun belum bisa dikatakan seratus persen berhasil karena masa percobaannya masih sempat beberapa kali gagal.

"Bagaimana rasanya Ji? Lebih enteng yang sekarang atau yang kemarin?" Tanya Bona dia adalah sahabat Ji yang cerdas, kaki robot ini adalah hasil ide kolaborasi Ji bersama Bona.

"Yang ini lebih enak dipake, ringan dan gue perhatiin kok mirip kaki kanan gue ya"

"Lah desainnya kan nyeimbangin kaki Lo beneran, gimana sih Lo"
"Hahaha bercanda, ini sempurna Bon, sorry ya yang kemarin rusak gara-gara gue"
"It's oke, semoga percobaan kali ini berhasil"
"Gue harap juga gitu, kemarin bisa rusak karena gue terlalu over pakai sikaku sampai lupa nggak isi daya" sikaku adalah julukan yang diberikan mereka berdua untuk robot kaki yang mereka buat.

"Namanya juga sikaku masih masa uji coba, itu berarti usaha kita belum maksimal"
"Maybe yes, gue sangat bersyukur punya sahabat sejenius Lo Bon"

"Apaan dah, Lo yang jenius orang ini ide Lo"
"Yaudah ini ide kita berdua, gue bosen jalan yuk"
"Kemana? Emang kaki Lo nggak apa-apa gtu?"
"Nggak apa-apalah itung-itung tes kekuatan sikaku"
"Yaudah go tapi traktir gue hotpot"
"Oke gue traktir tapi Lo yang jadi supir gue"
"Aishh Jion kampret kalau Lo normal gue ogah ya jadi supir Lo" Sebal Bona baru ngeh kalau Ji mengajak jalan berarti Bona harus siap menjadi supirnya.
---------------------------------
---------------------------------
"Mom hari ini jadi ke mall kan?" Tanya Jay pada sang ibu, saat ini mereka sedang ada di dalam mobil, Jennie menjemput anaknya itu ke sekolah dan dia memiliki janji akan membelikan Jay buku baru.

"Jadi dong, masa Mommy ingkar janji"
"Yes, makasih Mom, kita langsung pergi sekarang kan?"
"Tentu saja, ini Mommy jemput kamu supaya bisa langsung pergi, memang Jay mau beli buku apa?"

"Jay mau buku anatomi Mom, boleh ya?"
"Memangnya Jay ngerti itu buku apa?"
"Ngerti Mom, Jay kan mau jadi dokter"
"Yaudah Jay boleh ambil buku apa yang Jay mau, mommy kasih batas 5 buku yaa"
"Oke siap mommy, love you mom"
"Sama-sama, love you more sayang"

Jay, bocah kecil itu sibuk memilih buku, sama seperti Jennie, bedanya Jay di rak buku-buku ilmiah sementara Jennie di rak buku arsitektur, beruntung raknya tidak berjauhan sehingga Jennie masih tetap bisa memantau kegiatan Jay.

Tiba-tiba ada suara khas terdengar sedang menyapa Jay.

"Jayden" suara khas milik Ji, terdengar masih sama dan mampu menggetarkan hati Jennie.

"Oh hai Da ... Em Om" kikuk Jay, mengingat dia sedang bersama Jennie, dia tidak ingin membuat ibunya marah hanya karena Jay memanggil laki-laki itu dengan sebutan Daddy.

"Wow kamu suka buku-buku ini Jay?" Ji terkejut melihat Jay memegang buku anatomi, jika anak seusia Jay lebih banyak menghabiskan waktu dengan memilih buku-buku anak seperti buku komik dan dongeng, Jay berbeda karena mungkin anak itu cukup genius.

"Yes i Like, om ngapain disini?"
"Om habis jalan-jalan dan nggak sengaja lihat kamu disini, kamu sama siapa kesini Jay"

"Bareng Mommy" jawab Jay sambil memberikan isyarat mata bahwa sang ibu ada disebelah sana. Ji mengangguk-anggukkan kepala kemudian menyapa Jennie. Sementara Jay diajak Bona untuk melanjutkan memilih buku.

"Apa kabar Jen?"
"Baik"
"Gimana proyek kita? Rosé dengan Algi pasti mudah diajak diskusikan? Aku harap kerjaan kamu bisa lancar dan tidak terhambat hanya karena masalah pribadi kamu dengan aku, aku minta maaf untuk semuanya, dan untuk kedepannya soal kerjasama perusahaan kamu bisa langsung membicarakannya dengan Rosé"

"Kenapa harus lari lagi dari tanggung jawab kamu Jion? Aku pikir aku bisa damai ternyata sejak dulu memang kamu bukan orang yang bertanggung jawab" Jennie agak sedikit menggebu-gebu, entah kemana perginya bahasa Lo - Gue yang dia pakai saat meluapkan emosinya pada Ji beberapa waktu lalu.

"Aku bukan mau lari, aku hanya memberikan kamu ruang untuk fokus bekerja"

"Tapi bukan itu yang aku harapkan Jion, ada dan tidak adanya kamu di depan mataku itu sangat menggangu"

"Maaf Jen kalau ternyata aku sangat menyulitkan mu, kalau dengan kehadiranku disekitar kamu itu jauh lebih menyiksa maka mungkin pilihan yang tepat untuk masalah kerjaan aku serahkan pada Rosé, sekali lagi aku minta maaf untuk semua kekacauan yang telah aku buat"

"Bon ayo!!" Setelah berucap sedikit panjang pada Jennie, Ji memanggil Bona untuk mengajaknya pulang, laki-laki bervisual dewa Yunani itu melenggang pergi, meninggalkan Jennie dan membiarkan Bona menyusulnya.

"Gue pikir Lo harus nyari tau kejadian 6 tahun lalu, he lost both his parents and he was depressed" ucap Bona pada Jennie sebelum menyusul Ji.

he lost both his parents and he was depressed

Kalimat itu membuat Jennie mamatung dengan berbagai pikiran yang tak menentu.

------------------------------------------------

UNTUK sebuah NAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang