Jennie pulang dalam keadaan lesu, ia masih tidak menyangka bertemu kembali dengan mantan calon suaminya, jujur dia sangat kecewa dan marah pada Ji, dia tidak ingin bertemu dengan laki-laki brengsek itu, kalau bukan karena dia diutus oleh atasannya dari perusahaan Lloud mungkin Jennie tidak akan bertemu dengan Ji.
Bayangan-bayangan saat dirinya masih bersama Ji hingga bayangan pernikahannya yang gagal kembali menghantui Jennie, dia tak kuat menahan itu sendiri sampai-sampai dia tidak sadar menangis di samping anaknya sendiri.
"Mommy are you oke?" Tanya Jay dia sedih melihat ibunya. Bocah 5 tahun itu memeluk sang ibu dan mengelus punggung Jennie dengan tangan mungilnya.
"Mommy hanya kelilipan" Bohong Jennie padahal dia tau anaknya tidak akan percaya masih saja berniat membohongi Jay.
"Mommy tidak perlu berbohong, Jay mengerti Mom"
"Maafin Mommy ya sayang, Mommy ...." Jennie tak bisa melanjutkan kata-katanya, dia menangis sambil memeluk anaknya.
"Apa dia ayahku Mom?" Pertanyaan Jay semakin membuat Jennie menangis namun dia berusaha menghapus airmatanya dengan cepat.
"Jika memang dia ayahku, dan dia juga yang membuat mommy sering menangis maka Jay akan membencinya" ucap bocah itu, umurnya memang masih balita tapi dia cerdas dan bisa mengerti.
"Dia bukan ayah kamu, ayahmu sudah meninggal Jay, Mommy memang gagal menikah dengannya tapi bukan berarti dia ayah kamu" ucap Jennie tegas.
"Kalau begitu, Mommy berhenti menangis, Mommy jelek sekali kalau seperti ini" Jay menggoda ibunya sambil mencubit hidung ibunya yang mulai beringus.
"Ishhh jijik Mommy jorok sekali" Jay menghapus ingus Jennie persis seperti cara Jennie menghapus ingus Jay saat dirinya menangis.
"Wleeek Mommy jorok" Jay mencibir dengan gemas, dan sukses membuat ibunya tertawa.
"Mom ayo makan chikkin, Jay lapar" Jay mengalihkan topik, dia mengelus perutnya sendiri, dahinya mengernyit dengan kedua alis yang hampir menyatu.
"Chikkin ya Mommy, Chikkin Chikkin" Jay meloncat-loncat kegirangan agar sang ibu tidak tega jika tidak memberinya Chikkin. Jay berharap dengan tingkahnya seperti itu sang ibu bisa sedikit terhibur.
"Baiklah kita makan Chikkin" Jennie menuruti keinginan Jay sambil menelan ludahnya sendiri.
Bagaimana bisa Jay begitu mirip denganmu padahal aku yang melahirkannya.
------------------------------
"Ji sini makan dulu, kakak nggak mau ya kamu sakit lagi" ucap Irene sambil mendekati sang adik yang sedang melamun.
"Aku ketemu Jennie kak, kakak sudah tau bukan kalau perwakilan dari Lloud itu Jennie makanya kakak minta aku yang hadir?" ucapnya lalu meletakkan kepalanya diatas paha Irene.
Ternyata ini yang membuat Ji melamun sejak tadi, Irene baru mengerti.
"Terus gimana? Kakak sama sekali nggak tau kalau Jennie yang akan hadir, setau kakak Lloud milik Leo"
"Mungkin Jennie kerja disana, aku juga nggak tau. Dia marah dan mukul aku keras tapi rasa sakit yang dia berikan ke aku nggak sebanding dengan rasa sakit yang aku berikan ke dia" ucap Ji sendu, mengadu pada Irene adalah hal ternyaman yang dia punya, Irene kakak rasa ibu bagi Ji karena ia sudah tidak memiliki ibu maupun ayah. Kedua orang tua Ji dan Irene meninggal karena kecelakaan jadi saat ini mereka berdua hanya bisa saling mengandalkan satu sama lain.
"Jennie tentu pasti kecewa, wajar dia marah tapi yang harus kamu ingat, dia tidak tau permasalahan dari sisi kamu seperti apa bahkan dia tidak tau keadaan kamu saat ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK sebuah NAMA
Fanfictie"Apa kabar Jen" Ji bertanya lirih bahkan yang tadinya tegas dan berwibawa justru kini laki-laki itu mendadak lemas. Dia rindu pada wanita dihadapannya ini tapi dia juga tidak memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya. Ji tau betul bahwa Jennie ke...