Prolog

130 69 115
                                    

Bugh!

Raksa terhuyung, ia telat menghindari serangan mendadak itu. Ia berdecih, menyeka darah di sudut bibirnya.

Dengan emosi yang masih memuncak dan nafas yang tersenggal pemuda itu menatap tajam mata Raksa.

"Gue bakal hentiin lo Sa. Kalau lo gak mau dengan cara baik-baik, gue bakal tetep cegah lo meski harus bikin lo babak belur." Ucapnya tegas, meski tangannya gemetar, dan hatinya jauh lebih sakit dibanding rasa sakit dari tinju yang ia berikan pada Raksa.

"Apa hak lo nyegah gue gini Han?!" Raksa mulai bersuara, sudah jengah ia dengan tingkah Han, pemuda di depannya ini.

"Gue saudara lo. Gue Temen lo. Dan gue tahu apa yang lo rasain Sa! "

Raksa menertawai ucapan Han. "Lo emang saudara gue Han. Tapi lo gak berhak mengklaim bahwa lo tahu apa yang gue rasain. Hidup lo jauh lebih baik dari hidup gue, Lo punya bunda yang sayang sama lo, lo punya banyak temen disekeliling lo. Jadi apa yang lo tahu tentang yang gue alami?!"

Han terdiam, ia mendongakan kepalanya memandangi dedaunan tatebuya di atas mereka, bunga yang bermekaran nampak berwarna pink pucat karena terpancar sinar bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Han terdiam, ia mendongakan kepalanya memandangi dedaunan tatebuya di atas mereka, bunga yang bermekaran nampak berwarna pink pucat karena terpancar sinar bulan. Sama seperti dahulu, saat ia pertama kali bertemu Raksa. Seorang bocah kecil seusianya, dengan wajah dan bibir pink pucat berdiri sambil menangis tepat di bawah pohon tatebuya.

"Lo tahu Sa?sama kaya 12 th yang lalu, disini. "

Raksa kembali mendecih. Atensinya teralihkan ke sebrang jalan, ke mobil hitam yang baru saja berhenti.

"Gue nggak tertarik sama apaun yang lo mau bilang, gue nggak ada waktu buat bernostalgia sama lo Han."

Raksa hendak berbalik meninggalkan Han, namun Han menyadarinya, dengan cepat ia menarik kerah kemeja Raksa, ia mencoba menahan Raksa .

"Sadar Sa! Berapa banyak orang yang bakal terluka kalau lo lakuin ini?! Lo bakal nglukain orang-orang yang lu sayang. "

"Orang yang gue sayang? Siapa? Gue gak punya ikatan sama siapapun, kecuali orangtua gue. dulu."

"Tapi dia peduli sama lo Sa. Jadi, biarin masa lalu lo buat kenangan aja, gak sepantasnya lo bawa ke masa kini, lupain masalah itu, apa yang bakal lo dapet dengan terus terjebak dengan masa lalu ke-"

Bugh!

Giliran Raksa yang memberikan bogem mentah di wajah Han. Dia tak rela pada siapapun yang meremehkan masa lalunya. Semua orang gak tahu apa yang udah Raksa lewatin karena kejadian itu, gak ada yang berhak mengomentari masa lalunya.

"Orang yang nggak punya ikatan sedari awal kaya lo gak akan pernah tahu Han!. Karena lo tahu apa yang paling menyakitkan? Bukan karena nggak punya seseorang disamping lo sejak awal. Tapi kehilangan seseorang yang dulunya ada."

Han terdiam, ia memandang mata Raksa yang penuh kilat kebencian, namun sebenarnya lebih banyak kepedihan di dalam sana.

Raksa berbalik, ia berjalan meninggalkana Han.

Han hendak mengejar Raksa, namun pergerakannya tertahan. Seseorang mengunci kedua tangannya di belakang. Ia memberontak namun tenaga pria di belakangnya jauh lebih besar.

Han berteriak memanggil Raksa, namun yang ia dapati hanya punggung Raksa yang menjauhinya, memasuki mobil di sebrang sana. Han takut, amat takut apa yang akan terjadi pada Raksa, apa yang akan Raksa lakukan, dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi Raksa juga beberapa orang di sekitarnya. Hati Han begitu perih hingga tak sadar ia menitikkan air mata.

Pria yang menyekal Han menyadari perasaan Han, ia pun sebenarnya takut apa yang akan terjadi pada Raksa, namun ia tak dapat berbuat banyak.

"Han, percaya sama Raksa, dia gak akan melewati batas. Biarkan ia melepaskan dendam yang ia pendam 12th ini. Biar dia terbebas dari jeratan masa lalunya."

"Tapi om. "

"Om bakal jaga Raksa, ini akan cepat berakhir, Raksa bakal balik, bahkan dengan perasaan yang lebih lega, dan bebas. Tunggu sebentar aja ya Han."

----

"Seberapa keraspun aku berusaha melupakan masa itu,nyatanya perasaanku tak bisa berbohong. Bagaimana setiap ingatan itu muncul semakin membuatku membenci dunia yang fana ini,membenci setiap takdir yang kualami, dan berakhir membenci diriku sendiri."

Setelah terjeda dalam keheningan,sang perempuan mulai berucap, "Aku tidak akan meghakimimu, akupun tak tahu sesakit apa yang kamu rasakan. Aku sering bertanya pada diri sendiri,apa hanya aku yang semenderita ini? Namun kamu mengajarkanku, tak ada manusia yang hidup tanpa luka, sekecil apapun itu."

Raksa memandang langit malam bertabur bintang itu, kemudian melirik perempuan di sampingnya dan tersenyum manis.

Perempuan itu juga tersenyum sambil memandang langit malam. " Sa, kamu pernah bilang kenapa manusia nggak bisa seikhlas langit yang rela awan gelap menutupinya lalu menurunkan hujan tanpa pernah menjanjikan pelangi datang?. Sampai saat ini aku nggak pernah menemukan jawabannya, apa kamu sudah menemukan jawabannya Sa?"

Hening, hanya angin malam yang seolah ingin memikirkan jawaban dari teka-teki itu, dengan  memberikan sapuan dingin pada punggung kecil samg gadis.

||

🦊

Haii...

Terimakasih yang sudah mampir kesini.

Aksa ini menceritakan sebuah luka,penderitaan,dan kesepian. Tentang sebuah ikatan yang kita pilih. Bagaimana kita memandang dan menilai orang lain, karena nyatanya setiap orang punya lukanya sendiri.

Apapun yang sedang kalian alami,semoga ada seseorang di samping kalian yang bisa jadi sandaran dan tempat berbagi cerita.Atau kita bisa saling menguatkan bersama Raksa disini.

See You Next Chapt...

Daehwi Lee

Breathing || Renjun (00L)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang