Pagi yang sibuk.
Setelah merayu si kembar hingga empat puluh menit sebelum akhirnya 'mengikhlaskanku' pergi bekerja, baru aku bisa pergi untuk berangkat ke kantor. Prabu sudah jalan lebih dahulu sebelum si kembar bangun karena ia harus mengunjungi cabang Hotel di Bandung. Sepagi itu untuk bicara pada karyawan yang sedang panik di sana karena issue pengurangan karyawan yang berhembus di lingkungan staf.
Setibanya di kantor, aku diberondong pengajuan budget tim yang sekarang kupegang. Isinya masih Farah, Vandy, Irfan ditambah Faisal dan Mischa yang sekarang dipindahkan untuk menambah kekuatan timku. Candaan pak Miko setelah aku menduduki jabatan yang dulu dipegang Prabu, katanya kepergianku setara dengan minus dua achievement KAM. Alhasil, pak Johan meminta dua orang untuk dipindahkan ke dalam timku. Membuatku tepuk jidat.
Anggun yang sejak awal mengemis – ngemis untuk bisa ditarik ke dalam tim Modern Trade harus menelan ludah kecewa saat Miko memelototiku dan memvonis bahwa Anggun tidak tarik-able. Membuatku menertawakan pasangan 'bapak dan anak' itu. Anggun yang sudah tidak betah berada di tim Miko dan Miko yang sebaliknya, tidak ingin kehilangan Anggun yang memiliki skill negosiasi ibu – ibu arisan.
Beberapa orang yang baru kenal segan memanggil nama dan menyematkan panggilan 'ibu' padaku. Kecuali teman – teman yang memang sudah kenal sejak lama di Kolls. Meski tetap respect, mereka masih memanggil namaku dengan Gia saja tanpa embel – embel ibu atau lainnya.
"Gi, Gi, pak Johan minta buatin trading term baru buat kuartal depan."
"Hmm. Chal, BS – nya Seoullo gede banget."
Jawaban Faisal tidak begitu kusimak karena ingatanku terlempar pada momen di saat Prabu menanyakan hal serupa padaku saat kami masih berstatus atasan – bawahan, kala itu.
Ah ya, perusahaan sebenarnya memberlakukan WFH alias work from home, tapi untuk Departemen Marketing masih diperbolehkan bolak balik kantor. Namun, waktu yang diperbolehkan tidak lebih dari jam satu siang.
Makanya, saat aku mengatakan akan datang ke kantor, semua anggota tim telah menungguku untuk berbagai pengajuan dan pembicaraan. Bicara langsung memang lebih baik daripada via daring yang lebih sering memupuskan semangat bekerja.
Apalagi, kalau si kembar mulai menjadikan kakiku sebagai tiang untuk dipanjat atau merengek meminta perhatian. Godaan bermain dengan mereka sangat besar.
Jam dua belas, semua pekerjaanku done untuk didelegasikan. Aku pun pamit pulang dan meminta tim yang kupegang untuk terus meng-update pekerjaan via email dan chatgroup.
Satu persatu dari kami pun mulai meninggalkan kantor untuk kembali ke rumah masing - masing.
Sampai di rumah, si kembar sudah mengerti jika ibu dan bapaknya tidak bisa langsung ditempeli. Ayah akan menyemprotkan cairan desinfektan ke seluruh tubuhku, kemudian aku diminta cuci tangan menggunakan sabun yang kini tersedia di teras rumah kami.
Dan langsung mengganti baju sebelum akhirnya memeluk kedua anakku yang tidak sabar mengajak bermain. Urghh, semoga pandemi segera berakhir.
Impian mengajak si kembar jalan – jalan pun musnah sudah, padahal mereka sedang lucu – lucunya berlarian kesana kemari untuk dibawa berwisata ke taman bermain.
Mama menyambutku dengan senyum di undakan tangga setelah melihatku selesai berganti baju, sambil memegangi mangkuk makan dan Tata sedang berjalan ke arahku dengan tangan terentang.
"Bubuuuuuu."
"Oalah, lagi mam ya, Mbak Tata. Pinter nggak mam-nya?" Di saat yang bersamaan Tata menubruk kedua kakiku dan memeluknya. "Riri mana?"
Aku meraih tubuh gempal Tata ke dalam pelukan sambil menciumi pipinya yang belepotan kuah sup.
"Riri udah bobo. Tadi makannya duluan kalau Riri, mbak Tata banyak main ini." Informasi mama membuat Tata menyembunyikan wajah di lekuk leherku.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK # 2
Romance[CERITA INI ADALAH SEKUEL DARI CERITA BERJUDUL STUCK. BACA CERITA ITU DULU YA BIAR ENGGAK BINGUNG] - Ada di KARYA KARSA & KBM APLIKASI SUDAH TAMAT!!!!!!! Tentang jodoh, memang unik. Siapa sangka, Gia akhirnya berjodoh dengan pria yang pernah membuat...