"Bilang sama temen lo itu, hari ini pulangnya berdua sama gue. Gak perlu jemput disebrang jalan sana, lo sama gue."
"Gue belum bilang setuju?!"
"Gue gak bilang kalo gue perlu persetujuan lo, Gavi."
Gavi ditinggalkan dengan sekantung plastik hitam berisikan beberapa makanan ringan pemberian Kajevrian sesaat sebelum keduanya berdebat kecil. Sebetulnya Gavi bukan tidak mau pulang bersama dengan Kajevrian, dia hanya memiliki satu alasan mengapa dirinya begitu gencar menolak tawaran paksa yang Kajevrian beri.
"Setidaknya biarin gue bicara dulu sebelum lo tinggal Ian!" nafasnya dihembuskan dengan kasar, Gavi menggerutu, berjalan dengan kaki yang memijak lantai koridor sedikit kuat tuk lampiaskan rasa kesalnya. Selalu seperti itu, ia ditinggalkan tanpa sempat beri penjelasan lebih.
Hanya tinggal dua jam tiga puluh menit jam sekolahnya berakhir, Gavi harus bersabar hingga waktunya tiba untuk beri Kajevrian penjelasan. Gavi masih tidak mau pulang dengan lelaki idamannya itu.
+++
"Gue gak bisa naik motor, Ian."
Adalah apa yang Gavi katakan sesaat setelah Kajevrian tiba dengan motor hitam miliknya. Hasilkan kerutan tidak percaya dikening lelaki itu sebab apa yang Gavi katakan terdengar tidak masuk akal.
"Trauma, gue punya trauma, setiap kali naik motor, kejadian beberapa tahun lalu selalu keulang diingatan gue." nafasnya dihembuskan dengan gusar. "Gue gak bisa naik motor yang bukan dibawa bunda atau temen gue Skyler, maaf tapi tolong mengerti, gue takut Ian."
"Oke, kita jalan kaki."
Tanpa banyak kata, Kajevrian turun dari atas motor menarik kunci untuk kemudian ia simpan didalam saku celana seragam sekolahnya. Raih lengan Gavi untuk digenggamnya, tidak banyak pasang mata yang melihat sebab sekolah sudah berakhir dua jam lamanya.
"Lo gak mau nanya kenapa?" tanya Gavi, kakinya melangkah seirama dengan langkah kaki Kajevrian yang untungnya sedikit diperlambat.
"Apanya yang kenapa?"
"Soal asal usul trauma gue ini, lo gak mau tau?"
"Gue akan tanya, nanti. Kalo lo udah gak merasa takut lagi akan hal yang buat lo trauma." genggaman tangannya mengerat, ibu jarinya mengusap punggung tangan Gavi dengan lembut.
Bibir tipisnya mengulas senyum, Gavi berjalan ceria disisi Kajevrian yang menggenggam erat tangannya. Hatinya menghangat, tentu saja. Lelaki yang sudah ia idamkan sejak lama ini berhasil buat hatinya semakin jatuh. "Ian, kalo lo sebaik ini, kiranya berapa banyak orang yang akan lo buat jatuh cinta?"
"Gue harus apa dengan pertanyaan lo ini?"
Kepalanya menggeleng, Kajevrian tidak perlu memberinya sebuah jawaban, sebab Gavi sudah tahu. Hanya dengan visualnya saja Kajevria sudah mampu buat pasang mata jatuh hati akan pesonanya. Gavi bahkan tidak mampu menghitung banyaknya orang yang mempunyai tekad yang sama seperti dirinya. Menjadi pemilik utuh seorang Kajevrian.
"Kalo suatu saat gue bilang 'gue gak suka lo lagi' itu artinya gue bohong ya, Ian." langkah kakinya dihentikan, Gavi menatap lamat pada manik jelaga Kajevrian.
"Kenapa?"
"Karena akan sulit buat gue hilangin rasa suka gue ini, lo tau? Rasanya, setelah beberapa waktu belakangan ini gue habiskan berdua sama lo, rasa suka gue sama lo benar-benar semakin besar." bibirnya mengulas senyum, sedang wajahnya memerah malu sebab pengakuannya yang tiba-tiba. "Lo memperlakukan gue dengan baik, makasih. Walau gue tau lo memperlakukan gue baik begini karena permainan yang kita buat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Morosis • Jaywon
Fanfiction90 hari permainan bodoh, dibuat oleh Gavi untuk Kajevrian. start [251122] jaywon local au bxb! DLDR!