Deruan ombak terdengar kencang di telinga, Narael. Ia menatap lautan yang begitu luas dengan hampa, akhir-akhir ini ia begitu stress, membuat perutnya suka sedikit keram. Kalau terus di biarkan janinnya akan memburuk, dan mengakibatkan keguguran.
"Narael, kenapa diam saja di situ?" tanya Jema.
"Eh, ngga ko kak, suka aja disini, sejuk!"
"Ada masalah?"
"Cerita aja sama aku, kamu kalau kayak gini terus nanti anak kita kenapa-kenapa."
"Hiks!" isakan tangis terdengar di kuping Jema, ia menatap khawatir Narael.
"Lho, kenapa, sayang?" tanya Jema dengan nad cemas, ia segera memeluk Narael, agar merasa sedikit lebih tenang.
"Kak, tadi aku jalan-jalan buat nyari udara segar, tapi ... banyak sekali dari mereka menatap ku dengan aneh, dan dari mereka berbicara kalau aku sangat gendut, dan jelek, hiks!-"
"Apa aku sekarang terlihat jelek?! aku juga tidak mau seperti ini, tapi kata dokter ini hal yang wajar bagi orang hamil. Dan kemarin karyawan kantor kakak juga bilang, kalau aku tidak becus jadi suami, makanya kakak sekarang suka pulang malam, dan bahkan suka tidak pulang, karena tak ingin dekat-dekat dengan ku." sambung Narael, isakannya semakin kencang. Jema mengelus rambut lelaki yang lebih muda darinya.
Dengan lembut Jema berbicara "Sayang, kamu tidak jelek, dan gendut ... asal kamu tau, kamu itu gembil, lihat pipi kamu sekarang, sangat menggemaskan, aku aja gemes liatnya-"
"Jadi, kamu tidak perlu malu, apapun yang ada di diri kamu, aku sangat menyukainya, karena itu kamu bukan orang lain, tidak usah di dengarkan ya, ucapan orang lain, jadi lah diri kamu sendiri." Jema benar-benar berhati-hati dalam berbicara saat ini, karena sang suami benar-benar sensitif belakangan ini, kandungannya juga mulai membesar membuat moodnya tak karuan.
"Lagian aku lembur bukan mau jauhin kamu, aku sengaja, biar nanti saat kamu sudah memasuki bulan ke 8 aku akan mengambil cuti kerja, dan akan menemanimu persalinan nanti, aku tidak mau kamu nanti kesusahan." Jema menjelaskan, Narael menatap sang suami, sangat jelas di mata Jema tak ada kebohongan. Narael merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia kemakan omongan orang lain seperti ini.
"Kakak, makasih!" Narael memeluk erat suaminya, Jema tersenyum kecil. Jujur, ia sangat tak suka melihat Narael sedih, itu membuat hatinya sedikit teriris.
"Maafin aku ya, kak-"
"Aku udah nuduh kakak yang engga-engga, aku janji ngga akan dengerin kata orang lain lagi!" Sambung Narael. Jema mencium pipi gembil sang suami dengan gemas, membuat Narael tertawa karena kegelian.
"Suami aku gemesin banget si!"
"Yaudah masuk yuk, angin malam tak bagus untuk orang hamil." Narael menurut, ia segera masuk ke dalam rumah beriringan dengan Jema.
-
Perut Narael semakin membesar, sudah memasuki bulan ke-8. Jema pun sudah memutuskan untuk cuti kerja, masalah kerjaan sudah ia selesaikan semua. Ia sangat fokus menjaga sang suami, apapun yang Narael mau akan ia turuti semampunya.
"Kakak lihat deh, perut Ael gerak-gerak!" ucap Narael, menunjuk kearah perutnya yang sedang bergerak-gerak. Jema memegang perut Narael, ia dapat merasakan tendangan dari sang calon anak.
"Shh! dede bayiknya semangat banget." Narael merintih kesakitam, pasalnya tulang belakangnya sedikit ngilu akibat tendangan sang calon anak yang tidak main-main.
"Anak papah, pelan-pelan ya, kasihan bunanya kesakitan." ucap Jema lembut, dengan tangan yang terus mengusap perut Narael. Seakan mengerti dengan ucapan Jema, sang calon anak pun berhenti menendang. Narael menatap takjub Jema, dedek bayi sepertinya akan menjadi anak yang pintar, dan menurut kepada papahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacaran [Bxb] ✓
Teen FictionJema Baswara, lelaki yang sangat populer di Rajawali High School. Parasnya yang sangat tampan bak dewa Yunani, sangat di gemari oleh para perempuan, dan submisif. Tubuhnya yang atletis, membuat siapa saja ingin menjadi kekasihnya. Banyak sekali yang...