part 1

12.9K 562 22
                                        







Adelio Refaldo

"Jadi apa kau masih berniat untuk kuliah, tuan adel?"

Gemetar seluruh tubuhku, lidahku kelu dan bibirku memilih rapat tak bersuara. Lagipula semua akan sama saja jika aku mengatakan aku belum punya uang untuk melunasi biaya kuliah percuma mengatakan ibuku sakit, pak tua penjaga admnistrasi di depanku tak peduli dengan alasan mahasiswa miskin sepertiku. Perkenalkan, aku Adelio Refaldo mahasiswa terlilit hutang yang terancam drop out.

"Jika saya mengatakan 'ya' apakah anda akan memberi saya keringanan untuk membayar tunggakanku?" Aku melipat kedua lengan di dadaku, reaksi pak tua berjas lengkap itu sudah bisa ku tebak tak peduli apa alasanku, aku harus membayar tunggakannya. "Pak, saya akan membayar tunggakannya asalkan bapak memberikan saya keringanan dua bulan lagi."

"Malah melunjak anak ini ish..."

Penggaris panjang di mejanya dibuat memukul kepalaku pelan. Pak tua ini sudah lelah mendengar alasanku, setiap bulan alasannya sama ibuku sakit dan aku harus mementingkan biaya pengobatan daripada biaya kuliah. Itu fakta - bukan kebohongan untuk menghindar dari lilitan hutang. "Saya tahu anda bosan mendengar alasanku yang bertitah bahwa ibuku sedang sakit dan aku butuh biaya pengobatan lebih."

"Tapi tolong kali ini beri saya kesempatan terakhir saya janji lepas dari tunggakan ini, akan lebih memilih mencari beasiswa daripada menunggak lagi." Terserah pak tua itu mau menjawab apa, yang penting aku sudah memberikan statement aku akan mencari uang dalam waktu dua sampai tiga bulan untuk membayar uang kuliah. Telah ku tinggalkan ruangan horor tempat orang-orang menagih tunggakan - augh rasanya lebih mencekam daripada masuk rumah tua.

Drettt...drett...

Getaran ponsel di saku celana menghentikan langkahku di lorong. Aku mendapat telepon dari ibuku, gelisah dan cemas menyelimuti suasana hati aku merasa ini bukan sebuah kabar baik yang datang dari ibuku. Dengan kuat hati aku menggeser logo gagang telepon hijau di layar ponsel lalu menempelkan benda persegi panjang itu di telinga kiri.

"Aku masih di kampus, ada apa Tante sisca?"

Sudah kuduga bukan ibuku sendiri yang menelepon. Ini Tante sisca, tetangga sebelah rumah yang mengambil alih tugasku menjaga ibu selama aku pergi keluar rumah. "Ya, aku akan ke rumah sakit sekarang!" Bergetar hati ini merasakan kesakitan dan kesedihan. Ibu harus dibawa ke rumah sakit lagi ya memang pengobatannya belum sempurna karena biaya yang tak cukup untuk menebusnya.

Langkah kaki yang tertunda ku lanjutkan untuk menyusuri lorong. Entah aku yang tak fokus berjalan atau apa, yang jelas bahuku menabrak bahunya - wajah wanita berkacamata hitamnya menoleh padaku. Ia sedikit menyeringai lalu tidak peduli, berjalan seolah tak terjadi apa-apa barusan. Wow sepertinya dia wanita yang sombong, cih dasar orang kaya.

~×~

Aku termenung sendiri di ruang tunggu, menunggu dokter memberiku kabar tentang kondisi ibu sekarang. Pria berjas putih dengan kacamata Bertengger di hidungnya akhirnya menemuiku. "Tuan Adel, anda putra dari cindy?" Aku mengangguk, hanya aku satu-satunya wali untuk ibuku saat ini.

"Ya, benar apa terjadi sesuatu pada ibu?"

Senyum di wajah dokter terlihat lesu dan kaku, aku tidak yakin dia akan memberikan kabar baik apalagi dengan tangannya yang kini menepuk pundakku, seolah memberiku isyarat untuk menerima kenyataan buruk dari kabar yang terucap di bibirnya kelak. "Sepertinya operasi pengangkatan kanker ibumu harus segera dilakukan."

Aku merasa ditimpa dua bongkahan beton sekarang. Di mana aku bisa mendapat uang banyak dalam waktu singkat semua kerja paruh waktu yang kuambil saja tak cukup untuk menutupinya.

SUGAR MOMMY CELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang