"Sayang, mana cincinnya?"
"Cincin apa?"
Jaemin memandang bingung. Jangan-jangan kemarin Jisung tidak menemukan cincin yang ia tinggalkan itu.
"Cincin, masa di kasur gak ada?"
"Cincin kok di kasur?" balas Jisung sengaja.
Jaemin semakin mengerjap resah. Bagaimana kalau hilang? Bisa-bisa ia dikutuk seperti Malin Kundang oleh ibunya. Cincin itu sangat mahal, dan itu ibunya sendirilah yang membeli dengan ketentuan desainnya dari dia sendiri.
"Beneran kamu gak ada nemu cincin?" tanyanya lagi memastikan.
"Cincin apa emang?"
"Cincin ..." Jaemin lekas terdiam kemudian melirik Jisung, sadar Jisung sedang mempermainkannya. Karena sejak tadi pacarnya itu seperti sedang menahan tawa.
"Udah nemu cincinnya kan? Mana sini?" pintanya. Jisung lekas merogoh tas yang ia bawa sedari tadi, mengambil benda mungi itu. Sudah ia tempatkan di tempat yang layak.
Dan senyum Jaemin langsung melebar. Mengambil cincin itu lalu menyematkannya di jari manis Jisung.
"Pas," katanya.
"Kan aku belum jawab, sayang." protes Jisung.
"Aku gak minta jawaban."
"Terus?"
"Gak terus-terus."
Jisung hanya berdecak. Apasih maunya Jaemin itu. Dan lihat yang dilakukannya sekarang.
Katanya mengajak makan malam romantis. Romantis darimana? Pacar tampannya itu malah asik sendiri dengan dunianya.
Tapi di satu sisi Jisung juga merasa lega. Lega karena Jaemin tidak membahas masalah pernikahan.
"Mama sama Papa kemana?" tanya Jisung. Sejak ia datang tadi, rumah Jaemin terlihat begitu sepi.
"Gak ada, lagi pergi."