08

449 77 11
                                    

"Jieee, kangeeennn."

Renjun memeluk erat Jisung seakan tak ingin melepaskan sahabatnya.

"Sekarang agak kurusan." goda Jisung.

"Gimana gak kurus, gue hidup di pelosok terpencil." Sungut Renjun. "Iteman juga, gak?" lanjutnya. Karena ia memang tinggal di dekat pantai dengan mataharinya yang sangat menyengat.

"Gak apa-apa hitam manis kok." Sahut Jisung. Padahal menurutnya Renjun sama sekali tidak berubah, tetap sama seperti yang ia kenal dulu.

Renjun tiga tahun ini bekerja di kantor pajak di luar kota. Yang membuat mereka jarang sekali bertemu. Tapi sekarang Renjun sudah kembali. la dipindahkan di kantor pusat di kota kesayangannya ini. Dan bisa dekat lagi dengan Jisung, Jaemin, dan juga pacarnya itu-Jeno.

"Jadi kapan lo nikah?"

Jisung yang sedang membantu Renjun menata barang-barangnya langsung terhenti. la menunjukkan jarinya yang sudah tersemat cincin kepada Renjun. Membuat Renjun menatap terpana dibuatnya.

"Edan si kelinci arsitek itu." Ucapnya takjub.

"Nyangka gak sih dia yang gak pernah peka sama perasaan lo, dia yang lebih mentingin main game, dia yang suka ngawur. Jiee, ini Jaemin yang dulu itu bukan sih?" pekik Renjun semakin ricuh.

Jisung hanya mengulum senyumnya. Mengingat yang diucapkan Renjun itu memanglah benar. Baru sadar ia sudah melewatkan banyak hal bersama Jaemin.

"Romantis banget tau gak, kisah cinta kalian itu cocok dibuatin jadi satu drama." Lalu Renjun tertawa sendiri.

"Lo itu sama aja kayak Jeno." decak Jisung. la pikir terpisah jarak jauh membuat cara berpikir Renjun berubah, ternyata sama saja.

"Aaaa gue kangen Jenoooo, belum sempat ketemu hehehehe."

"Cieeeeee, ngaku kangen juga lo sama dia. Biasanya jual mahal banget, padahal udah pacaran lama." Goda Jisung. Heran memang dengan Renjun yang tsundere abis kalo menyangkut Jeno, katanya gak pernah kangen dan lain sebagainya. Nyatanya tiap jam selalu curhat ke Jisung kalo lagi kangen berat sama pacarnya itu.

"Jeno sama Jaemin jadinya beneran buat rumah sebelahan." Ungkap Jisung, membuat Renjun mengulum senyum.

"Gue tau, Jiee .. Mereka bener-bener realisasiin mimpi mereke berdua gak sih?"

Jisung tersenyum kecil dan mengangguk, memang semenjak masuk bangku perkuliahan kedua lelaki tampan itu sudah mengatakan ingin membangun rumah berseblahan, biar jadi tetangga. "Tapi rumahnya gak selesai-selesai dibangun." kekeh Jisung.

"Ribet emang mereka berdua banyak maunya. Kata Jeno, duit dia habis gara-gara Jaemin minta dibayar tunai." sambung Renjun.

"Lah, kok Jaemin bilang dia ngedesain rumah Jeno secara gratis?" sahut Jisung, heran.

"Jadi yang bener yang mana?" Renjun tak kalah herannya. Jisung hanya tertawa.

"Gak ada yang bener, mereka berdua sama aja."

"Iya juga," angguk Renjun setuju. "Tapi walaupun begitu, Jaemin udah berani ngajak lo nikah." lanjutnya.

"lya justru gue yang gak berani, Njun." gumam Jisung lemah. Haruskah ia menceritakan semuanya pada Renjun? Sejak dulu ia tidak pernah menyimpan rahasia apapun dari sahabatnya ini.

"Maksudnya?"

Renjun mengernyit bingung.

"Gue sakit."

"Jangan bercanda deh!" potong Renjun cepat. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. la jadi berpikiran macam-macam.

"Bukan badan gue yang sakit tapi mental gue. " jelas Jisung.

"Gak ngerti, lo jangan bikin gue takut, Jiee." geleng Renjun bingung. Sakit mental itu dalam bayangannya seperti orang sakit jiwa.

"Gamophobia."

Gamophobia? ltu sesuatu yang masih sangat asing ditelinga Renjun.

"Phobia nikah, gue takut nikah." lanjut Jisung lagi.

"Ada ya yang kayak gitu?" Jujur baru pertama kali ini Renjun mendengarnya. "Itu sama kayak phobia strawberry Jaemin, bukan?" tanyanya.

Seumur-umur ia tahu tentang penderita phobia ya cuma Jaemin yang takut dan jijik pada buah strawberry.

"Hampir sama cuma objeknya yang berbeda." jelas Jisung lagi.

"Terus gimana? Lo takut nikah? Tapi lo udah nerima lamaran Jaemin, kan?"

Jisung lekas tersenyum melihat raut khawatir Renjun itu.

"Ini gue lagi coba ngelawan phobia gue." ucapnya.

"Gak apa-apa? Bisa sembuh kan?" tanya Renjun masih merasa cemas.

"Bisa ..." Angguk Jisung meski ia sendiri tidak yakin. Karena mengatakannya jauh lebih mudah dari merasakannya.

"Jaemin udah tau?"

Dan Jisung buru-buru menggeleng.

"Gue harap lo gak akan ngasih tau dia. Yang tau cuma lo sama Ningning."

Dan juga Heeseung sebenarnya.

"Tapi Jiee ..."

Ingin protes Renjun rasanya. Bagaimana hal sebesar ini Jisung malah menutupinya dari Jaemin. Harusnya justru Jaemin adalah orang pertama yang wajib tahu. Itu menurutnya.

"Lo harus ngasih tau Jaemin, harus." tegas Renjun. la sendiri tidak janji akan bisa merahasiakan ini dari Jaemin. Jadi daripada Jaemin tahu terlebih dahulu dari darinya, lebih baik Jisung yang mengatakannya sendiri.

"Apa sebenarnya yang lo pikirin sampai lo gak mau ngasih tau Jaemin tentang hal sepenting ini, Jiee?" lanjut Renjun tak habis pikir. Bukankah Jaemin adalah orang terdekat Jisung.

"Gue takut dia nanti bakalan kecewa sama gue." jawab Jisung lemah. Sesuatu yang tidak pernah ia ceritakan pada siapapun termasuk Ningning, akhirnya terucap.

"Jiee, lo kan kenal Jaemin lama banget. Dia gak kayak gitu, percaya sama gue." seru Renjun.

Bagaimana bisa Jisung berpikiran seperti itu, sementara ia adalah orang yang paling mengenal Jaemin seperti apa.

"Kalau dia tau, dia pasti rela nungguin lo sampai phobia lo sembuh, dia gak bakalan ninggalin lo hanya karena ini." lanjut Renjun.

"Justru itu."

Dan Jisung mendesah berat. "Kalau Jaemin tau dia pasti nunggu gue, tapi sampai kapan? Sampai gue terlanjur nyaman dengan phobia ini dan gak mau ngelawannya? Sampai gue cuma bisa bikin Jaemin kecewa karena dia nunggu gue lama, dan ternyata sia-sia?"

Renjun lekas merengkuh Jisung dan memeluknya erat. Sudah lama sekali rasanya mereka tidak seperti ini. la pikir selama ini Jisung baik-baik saja, ternyata ia salah.

"Jadi harus gimana?" tanya Renjun bingung.

"Biarin kayak gini. Mau gak mau, siap gak siap, gue akan nikah sama Jaemin."

"Tapi lo baik-baik aja kan?"

Renjun melepas pelukannya dan memandang Jisung khawatir.

Dan Jisung lekas mengangguk.

"Semoga ..." harapnya.

Karena nyatanya tidak semudah itu.
Karena nyatanya setelah malam lamaran itu, phobianya semakin menjadi-jadi.



TBC.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝓢𝓽𝓪𝔂 𝓦𝓲𝓽𝓱 𝓜𝓮 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang