"Kenapa lagi?” Heran Jisung dengan orang yang sejak tadi keluar masuk ruangannya tapi tidak ia pedulikan.
“Gak apa-apa, bosen.”
Heeseung di sana. Mulai duduk dihadapan Jisung layaknya seorang pasien yang akan melakukan konsultasi. Setelah dari tadi hanya mondar-mandir dari ruangannya pindah ke ruangan Ningning. Bolak balik seperti setrikaan.
“Gue mau curhat.” Ucapnya kemudian.
“Soal?” tanya Jisung ragu.
Karena bisa saja Heeseung curhat tentang kucingnya yang mati seperti tiga hari yang lalu atau curhat tentang pembantunya yang pacaran dengan satpam kompleknya. Juga tentang hal-hal tidak penting lainnya.
Kadang Jisung merasa Heeseung itu lebih cocok jadi adiknya Jaemin daripada adiknya Ningning.
“Ningning ..."
“Ningning kenapa?”
“Ningning gak mau nikah.”
“Terus?”
"Kan dia udah tua kok gak mau nikah ya? Gue itu jadi khawatir kalau dia bakalan jadi perawan tua." Kali ini Heeseung terlihat sangat serius yang dibuat-buat, Jisung hanya menggeleng maklum. Ia sudah biasa menghadapi tipe orang macam Heeseung ini. Sudah paham, sudah khatam malah.
“Memang Ningning ada calonnya?”
"Nah itu, gak ada. Terakhir bawa pacarnya ke rumah kayaknya jaman SMA, udah lama banget. Gimana gue gak curiga kalau dia sebenarnya mau jadi perawan tua aja."
“Kok kamu jadi gosipin Ningning?"
Dan Heeseung justru tertawa. “Gosipin Ningning enak banget." Katanya
“Gak sopan, dek.”
Sengaja Jisung menekan kalimatnya. Dan biasanya Heeseung akan langsung protes.
"Jangan panggil dek, cuma beda setahun doang."
Heeseung memang paling tidak suka kalau dianggap anak kecil.
“Tau gak kenapa gue gak mau manggil Ningning pake embel-embel kak?”
“Kenapa?”
“Karena gue menghormati dia."
“Kalau hormat harusnya manggil kak."
“Kalau gue manggil kak berarti gue nganggep Ningning tua, itu artinya gue menghina dia."
“Mana ada gitu."
“Kan gue suka mengada-ada."
“Iya terserah kamu."
Jisung ingat pembicaraan antara dirinya dan Heeseung kala itu. Heeseung adalah orang kedua setelah Jaemin yang selalu berhasil membuat ia kehabisan kata-kata.
"Kenapa?” Tanya Jisung saat sekarang Heeseung berganti memandanginya aneh.
“Kok lo gak nikah-nikah juga? Kan ada calonnya, beda sama Ningning.”
Jisung sudah biasa dengan pertanyaan seperti itu. Heeseung orang ke sekian yang menanyakannya.
“Belum saatnya."
Dan jawaban yang klise seperti biasanya.
"Saatnya itu kapan?”
“Selesaiin koas kamu dulu.”
Heeseung langsung mengkerucutkan bibirnya. Selalu seperti itu. Gak Ningning, gak Jisung selalu menganggapnya anak kecil.
"Aslinya gue bingung. Sebenernya nikah itu karena apa?Cinta?” Tanyanya lagi.