part 6 (Devinisi Seni)

677 45 21
                                    


_Seni itu abadi, dan selamanya akan terus dikenang_

Terlihat seorang pemuda berambut merah darah sedang berdiri memandang langit, yah Sasori pemuda itu kini tengah berdiri di balkon kamarnya sambil menatap keindahan alam sang pencipta.

Srett.. Srett..

Terdengar langkah seorang dari arah belakang, yah sasori sudah menebak siapa dia, pasti pemuda berambut pirang yang sangat aneh itu. Yang tidak lain adalah teman, lebih tepatnya rekan satu kamarnya? Dan bisa dipastikan dia adalah Deidara.

......

Deidara melangkah ke samping sasori, matanya menatap kearah dimana mata sasori tertuju sekarang yah langit.
Deidara bingung, kenapa sasori ada diluar, padahal udara malam ini sangat dingin menurutnya.

"Sedang apa kau disini, ini sudah malam, disini juga sangat dingin!" ucap Deidara memecahkan keheningan, sambil sesekali kedua telapak tanganya ia gosok gosokan untuk menambah kesan hangat di tubuhnya

"Hari ini tidak hujan!" Sasori bergumam sambil memejamkan kedua matanya, dia mengabaikan pertanyaan sekaligus pernyataan Deidara tanpa mengindahkanya

"menunggu hujan?" Deidara mengangkat sebelah alisnya bingung

"Tidak"

"Lalu?" sungguh Deidara sangat benci dengan jawaban sasori yang Ambigu itu.

"Aku senang jika tidak hujan, karna aku dapat melihat ribuan bahkan jutaan bintang yang menyebar di langit. Menurutku itu menyisakan ketenangan tersendiri bagiku" sasori menarik nafasnya dalam dalam dan menikmati setiap detik yang saat ini dia lewati, sungguh anugrah tuhan yang indah, begitulah fikirnya.

Deidara hanya memandang sasori takjub, sekali lagi sasori yang terkenal dingin ternyata bisa berkata sangat penjang seperti itu rupanya.
Deidar mendongkakan kepalanya keatas menatap indahnya alam semesta. Seni tiba tiba kata itu terlintas dalam fikiranya, membuatnya mengingatkan pada sesuatu

"Oyyy... Sasori, bukan kah kemarin kau berjanji padaku untuk menjelaskan tentang devinisi seni mu itu. Apa kau melupakanya?" Yah pertanyaan Deidara itu sangat antusias, seakan menuntut sasori untuk menjelaskan.

Sasori hanya menghela nafas berat lalu memandang ke arah Deidara sekilas, dia terlihat sedang nyengir. Cengiran yang menjijikan itulah yang sasori pikirkan.
Matanya menatap ke depan, pandanganya lurus seakan tatapan kosong dan dingin itu menggambarkan sikapnya.

......

"Seni itu abadi dan salamanya akan tetus di kenang"

"Itu seni menurutku kan? Yah kenapa aku mendevisikan seni seperti itu karna setiap manusia pasti mempunyai sudut pandang berbeda tentang seni termasuk aku. Aku memandang seni dari sudut pandang masa laluku" sasori menjelaskan devisi seni menurutnya

"Maksudmu apa ? Dari sudut pandang masa lalu? " Deidara masih menanyakan hal itu, otaknya ternyata tak segenius yang sasori pikir

"Seniku adalah pahatan atau lebih tepatnya reklame kedua orang tuaku, yah aku sengaja membuatnya untuk mengurangi rasa kesepianku terhadap suatu hal yang barnama kasih sayang" sasori kembali menjelaskan seninya, helaan nafas berat terdengar di akhir perkataanya

"Jadi kau memandang senimu itu dari sudut pandang orang tuamu yah? Hemm sangat berbeda denganku" ucap deidara sambil mengetuk ngetukan telunjuknya di dagu

"Seni itu rapuh dan menghilang dalam sekejap. Seni itu ledakan"

"Itu versi seni menurutku, sangat bertolak belakang denganmu yah sasori" ucap deidara

"Yahh... Seniku adalah pahatan patung reklame kedua orang tuaku, tentu seniku itu akan abadi dan menyimpan sejuta kenangan. " sasori masih menatap ke depan, seklebat bayangan masa lalu muncul diotaknya

Deidara masih diam. Dan berfikir. Entah apa yang dia fikirkan

"Kalo aku lebih ke suatu kesenangan atau hiburan. Yah seniku itu hanya untuk hiburan" ucap deidara tersenyum sambil membayangkan betapa hebatnya seni miliknya

"Yahh... Kau memandang seni dari sudut pandangmu sendiri. Itu sebabnya aku juga tak dapat menyalahkan arti seni menurutmu" sasori memalingkan kepalanya ke arah deidara berada dan dia tersenyum memandang sahabatnya. Deidara hanya mengangguk dan membalas senyum dari sasori

"Dan aku akui, senimu itu sangat indah Deii!!" pengakuan sasori membuat deidara tertawa kegirangan

"Ahahaha.... Akhirnya kau mengakui juga jika seniku itu lebih hebat dari senimu. Seniku itu memang indah" aku Deidara sedikit menyombongkan seni miliknya

"Ckck... Sepertinya aku menyesal telah memujimu tadi. Kau itu menyebalkan yah" dari nada bicaranya sasori sangat bosan sekarang

Sedangkan deidara? Dia sedang tertawa terbahak bahak melihat ekspresi sasori yang menurutnya sangat lucu. Sasori hanya mendengus kesal.

"Oyyy sasori, aku jadi penasaran ingin melihat langsung seni milikmu itu" deidara berkata sambil memegang sedikit perutnya yang masikmh terpingkal sakit

"Hmm... Aku akan menunjukan padamu nanti. " ucap sasori yang enggan menatap deidara.

"Hmm baiklah, sebaiknya kita masuk skarang udara sangat dingin nanti kita bisa sakit. Aku juga sudah kedinginn!" deidara berkata panjang lebar kali tinggi dan menjadi luas? #abaikan

"Ayo masuk" hanya itu yang keluar dari mulut sasori, dia berjalan duluan dan meninggalkan deidara di belakang.
"Ckck... Mendokusei" deidara berdecak sebal lalu berjalan mengikuti sasori.

Seni?
Seni itu memang indah, tapi semua tergantung dari sudut pandang yang kita lihat, setiap orang pasti memiliki devinisi seni yang berbeda tergantung dari mereka.

Layaknya angin dan api, sesuatu yang sangat bertolak belaka, namun semua itu juga sangat menguntungkan. Angin yang bisa menjaga api agar tetap berkobar dan bertambah besar.
Yah seperti sasori dan deidara, tapi apa mereka dapat seperti angin dan api itu? Saling menjaga dan berbagi?

Tunggu di next part,
Makasih buat yng udah voted dan comen.
Semoga suka, maaf gak nyambung.
Ini udah direvisi juga😁

Terimakasih!

Naruto|| Arti SeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang