Deja Vu

2.2K 110 1
                                    

Derap kepanikan terdengar dari sepasang suami istri yang berjalan tergesa menyusuri koridor Universe High School, mencari jejak yang sekiranya ditinggalkan putra putri mereka.

"Mah!"

Ayunan kaki Kanaya terputus, disusul Arlo yang membersamainya sedari awal. Tubuh keduanya berputar, mencari asal suara itu.

"Bas!"

Ketiganya saling menghampiri. Berpelukan sejenak. Kanaya meraih bahu Sebastian kala bola mata mereka dipertemukan, guratan panik terlihat dari kedua mimik berbeda massa itu.

"Mana Kea, Bang?!" Kanaya menyergah cepat.

Menelan ludah secukupnya, Sebastian menjawab. "Dia masih istirahat di UKS."

"Dia nggak apa-apa kan?" Arlo bertanya.

Gumaman lirih mengalun saat Sebastian mengangguk. "Dokter bilang nggak ada yang serius, dia cuma kecapekan dan butuh istirahat."

Embusan nafas lega meluncur. Kabar perihal Keana yang tak sadarkan diri menggemparkan kediaman Maximilian beberapa menit lalu, dan berimbas pada Arlo yang seharusnya terjebak dalam meeting room.

"Bisa tolong anterin Mama sama Papa ke UKS, Bang?"

Sedikit berat, namun Sebastian tetap menyetujui. Melangkah bersama beberapa anggota lain, Sebastian menuntun orang tuanya menuju tempat Keana memejamkan mata. Semakin dekat mereka, semakin banyak kekhawatiran yang terkikis. Begitu pintu dari kaca itu di dorong, semilir dingin dari air conditioning menyambut.

Ruangan kosong yang tampak bersih itu melukis gambaran Keana, gadis yang tengah terhanyut dalam lamunan panjang. Terisak. Kanaya berlari menghampiri Keana yang terduduk, disusul Arlo dan lainnya.

"Sayang!"

Punggung Keana menegang saat Kanaya merengkuhnya tanpa aba-aba. Meski tampak linglung, Keana tetap menyapukan pandangan pada masing-masing individu di sana.

"Kamu nggak apa-apa kan? Ada yang sakit? Atau kamu mau langsung ke rumah sakit aja?" Cecar Arlo, panik.

Rentetan pertanyaan itu membuat alis Keana mengkerut. Tangis ini, situasi ini, hingga orang-orang yang dilihatnya. Semua terasa familiar, seakan Keana pernah terjebak dalam situasi yang sama.

Mimpi?.

Benar. Keana tadi bermimpi, mimpi yang sangat panjang. Rentetan kehidupan penuh intrik, hingga kehancuran yang tampak nyata.

Tapi kok aneh ya?.

Dari balik bahu Kanaya, Keana memindai kembali wajah serta situasi yang terjadi. Jika dikatakan kebetulan, rasanya terlalu ganjil bukan? Jika pun mimpi, terlalu realistis rasanya.

Atau gue pastiin aja?.

Keputusan final dibuat. Tepat setelah pelukan mereka dikendurkan, bibir Keana pun bergerak.

"Kenapa aku bisa ada di sini?"

Lagi, semua mata saling memandang, seperti tengah mencari alibi.

"Iya Bas, sebenarnya ada apa? Nggak mungkin kalo Adek kamu tiba-tiba kolaps kan?"

Wajah Sebastian sempat berpaling. "Itu..."

"Kamu juga nggak inget, sayang?" Tanya Kanaya saat telapak tangannya bertemu dengan kepala Keana.

Gue harus cari tau lagi!.

Benar, Keana tak boleh terhanyut dalam kejadian yang terlalu ganjil ini. Harus ada jalan keluar untuk setiap pertanyaan. Jika tidak ada, Keana hanya perlu mendesak agar jawaban itu muncul.

LAST CHANCE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang