Rencana Awal

878 62 1
                                    

Duduk saling berhadapan, Virgo dengan seorang gadis yang terjerat borgol di kedua pergelangan tangannya. Keana Madeline. Gadis dengan lingkaran pekat di bawah matanya itu diam, menatap dingin Virgo yang menyuguhkan empat kotak makan dengan jenis hidangan berbeda.

"Keana,"

Mengangkat alisnya sekilas, Keana bertanya. "Mau ngebacot apa lagi lo?"

Diam sesaat. Virgo memandangi keputusasaan Keana tanpa ekspresi, bibir yang terbuka kembali mengatup seolah sengaja memberikan ruang bagi Keana untuk meluapkan marahnya.

Dengan mata menyalang, Keana mencondongkan punggungnya ke depan. "Gue nggak butuh lo ya, anjing, yang gue mau tuh cuma Morgan!!"

"Dan lo... pasti gara-gara lo kan, makanya Morgan nggak pernah jenguk gue?!"

Masih membisu. Virgo diam di tengah gempuran amarah Keana, sampai nafas terengah gadis itu menginterupsinya untuk bicara.

"Gue tau lo nggak salah." Ungkap Virgo, membuat Keana kehilangan kata.

"A... apa?"

"Besok. Gue bakal bawa pengacara terbaik di kota..."

Menggeleng cepat, Virgo meralat perkataannya sendiri. "Lo cukup bertahan sampai besok, karena lo akan keluar dari sini!"

Keana diam, kala ingatan dari kehidupan pertamanya hinggap. Gadis yang tengah bertopang dagu di mejanya itu hanya menatap kosong papan tulis. Meski sulit ditelaah nalar, namun Keana mulai menerima bahwasanya apa yang kerap terngiang dalam kepalanya bukanlah mimpi atau ramalan masa depan, melainkan waktu yang pernah ia lalui sebelumnya.

Dan dalam ingatannya hanya Virgo lah sosok yang selalu menahan diri di tengah amukan Keana, bahkan sampai menjanjikan hal mustahil untuk terpidana mati sepertinya.

"Gue yakin, keputusan gue buat minta bantuan ke dia tuh udah bener!"

Mengetuk permukaan meja dengan telunjuknya, Keana kembali bermonolog. "Tapi masalahnya kenapa dia mau bantuin gue ya? Ditambah... gue yakin banget, kalo kemarin dia nyebut gue sebagai tunangan dia."

"Kalo di pikir-pikir, emang gue pernah gitu tunangan sama dia?" Dengan menyipitkan mata, Keana bergumam bingung.

"Tumben mikir!"

Melepas sebelah tangannya yang terlipat, gadis lainnya menatap wajah malas Keana sambil menyeringai. "Mikir? Emang si jalang punya otak ya?"

Tawa sarkatis empat orang gadis yang telah mengerumuni mejanya membuat Keana mendesah.

"Jalang kok teriak jalang, apa nggak malu?"

"Apa?!"

"Nggak usah teriak, kuping gue masih normal!" Gerutu Keana di barengi aksi mengorek telinga menggunakan kelingking.

"Dasar jalang nggak tau diri!!"

"Ugh!"

Keana memekik tertahan saat Cassandra menjambak rambutnya tanpa permisi. Kuatnya cengkeraman yang Keana terima mampu membuatnya berdiri. Tak ingin merasa sakit seorang diri, Keana balik mencengkeram tangan Cassandra, hingga terjadilah aksi saling menyakiti di antara keduanya.

"Lepasin gue, jalang!!" Cassandra berteriak saat kuku jari Keana menancap dalam kulitnya.

Menyeringai sambil menahan sakit yang dirasa, Keana membalas. "Gimana? Sakit?" Ejeknya.

"Ba... bangsat!!"

"Dasar mulut murahan!"

Cassandra menggeram, wajahnya yang merah padam ia alihkan pada ketiga temannya yang tampak tercengang dengan perlawanan Keana.

LAST CHANCE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang