WARNING!!!
-Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!
-Jika salah satu muse tidak sesuai harapan atau cenderung terkesan menyinggung, silahkan cari cerita lain yang sesuai!
Ketika itu usiaku baru menginjak 10 tahun, saat pertama kali keluarga Yasawirya membawaku. Aku bergeming saat seorang wanita dewasa merengkuh tubuh kecilku,
"Mulai sekarang Wilsa bisa manggil kami mami papi. Wilsa gak akan sendirian lagi, Nak... Wilsa sekarang juga punya seorang kakak dan adik- adik kembar."
Seingatku, itulah kata-kata mami yang juga coba menghiburku. Aku yang masih dalam dekapan mami, melihat seorang anak yang bersembunyi dibalik kaki ayahnya menatapku dengan bibir melengkung kebawah dan berkaca- kaca.
Aku yang baru saja ditinggal pergi selamanya oleh papi, seharusnya menangis meraung- raung. Tapi nyatanya aku tidak, atau mungkin tidak bisa.
Perasaan kesepian ini seolah berteman akrab denganku. Mamiku yang meninggal setelah melahirkanku dan seorang papi yang kerap kali terpaksa meninggalkanku sendiri untuk bekerja, membuatku dewasa dan mandiri sebelum waktunya.
Sementara kakek dan nenekku dari kedua belah pihak seolah tak menganggap keberadaanku, itu karena hubungan orang tuaku yang ditentang mereka.
Lalu ada kakak dari papi yang hanya sesekali kujumpai. Selebihnya aku selalu sendiri.
Usai makan malam, kami semua bersantai di ruang tengah, hanya mami yang masih berkutat di dapur. Aku menyanggupi menemani papi bermain catur, kami duduk berhadapan didekat jendela.
Sedangkan Kavita dan Mesha di sofa bed saling mendekap, menonton The Nun 2. Sesekali aku dan papi melirik kearah mereka saat tiba- tiba mereka menjerit.
"Kalo takut gak usah nonton! Ganggu orang lagi mikir." Sewot papi yang sejak tadi merasa terganggu.
Dari arah pintu utama terlihat Mahesh yang baru pulang. Setelah melempar jacket pada kedua saudaranya, yang ditepis Mesha, ia berjalan kearah kami dan merangkul ayahnya.
"Belum pulang, Kak?"
"Nginep." Jawabku singkat.
Merasa masih ditatap, akupun mendongak menatap balik Mahesh dengan satu alis terangkat seperti menanyakan, 'ada apa?'
Bocah itu malah tersenyum lebar lalu bilang, "pacaran, yuk."
"Enak aja!" Seru Kavita sambil melempar bantal sofa kearah Mahesh, yang sayangnya bocah itu lebih gesit menghindar dan alhasil lemparan Kavita mengenai papi.
"Ayah!" Pekik mami yang baru keluar dari dapur. " Kakak, jangan main- main. Gak sopan itu namanya kalo kena ayah." Tegur mami.
"Iya, nih! Lagian Kakak tuh ngapa, sih? Orang yang kuajak pacaran kak Wilsa ngapa Kakak yang sewot?!"
"Gak usah kompor, Lo!"
"Gak ada yang bakal percaya kalo gue pacaran sama yang lebih tua, malah nanti disangkanya gue pacaran sama anak SMP. Hhhhhhhh...."
Ya, Tuhan... kukira acara membullyku sudah selesai sejak tadi.
Kavita lantas berdiri dan menyeretku pergi sambil berteriak. "Gak ada hubungannya!"
Kavita membawaku ke kamarnya di lantai atas, alih-alih membiarkanku tidur dikamar lamaku.
"Kenapa disini?" Tanyaku.
"Ya, kenapa?" Kavita malah balik bertanya. "Elo jarang nginep, Wil... gue pengen tidur bareng Elo malem ini...."
Aku mengangguk mengerti, lalu merangkak naik kekasur. Kuposisikan diriku terlentang lalu memejamkan mata. Beberapa menit, aku hampir terlelap ketika pergerakan kurasakan mendekat kearahku. Kubuka mataku perlahan, kulihat Kavita sudah berada diatasku, mengungkungku.
Aku diam membiarkannya, aku hanya menatap tepat di manik matanya. Dia topang tubuhnya dengan kedua tangan yang berada di kanan kiri wajahku.
"Wil..." wajahnya sarat akan kesedihan, "jangan tinggalin gue, ya... Elo berubah, Wil. Gue ngerasa Elo mulai ngejauh, gue takut..." bibirnya mulai bergetar.
Tiba-tiba dia memelukku erat, tubuhnya bergetar saat memelukku. Kavita menangis. "Jangan pernah tinggalin gue, Wil..."
Kata- katanya menusuk jantungku. Kata- katanya terdengar begitu kejam untukku. Dia memintaku untuk tidak pergi, padahal dia sendiri yang lebih dulu secara perlahan pergi dariku.
Tuhan, aku harus bagaimana? Ini benar-benar menyesakan. Mendengar isakannya, sudut mataku pun ikut memanas dimana titik air mata mulai muncul.
Ia yang telah menancapkan picau tepat di jantungku, pisau yang seolah memiliki akar, akar yang merambat mengelilingi jantung dan meremat kuat. Membuatku sulit bernafas.
MAHESH JAYA YASAWIRYA
MESHA JAYA YASAWIRYA
TBC
Other kind of feedback would be very much appreciated.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAVY HEART (WINRINA) ✔️
FanficIni adalah seni menyakiti diri sendiri. Ketika iklas melepaskan tanpa ada beban di hati. Mari berjalan bersamaku dengan menebalkan topeng, di mana masyarakat masih menjunjung tinggi normalitas.