LOVESICK

451 23 0
                                    






Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!



















Saat cinta berbeda kepercayaan.
Cinta itu masih bisa diperjuangkan, salah satu bisa mengalah.

Saat cinta berbeda kasta.
Cinta merekapun bisa bersatu, masyarakat sekarang tak mempedulikannya.

Saat cinta berbeda bangsa.
Mereka tak mempermasalahkannya.

Saat cinta berbeda bahasa.
Kata 'I Love You' pemersatunya, semua orang tahu ungkapan itu.

Lalu, saat cinta sama gender? Apapun alasannya masyarakat tak akan pernah menyetujuinya. Semesta hanya ingin terisi oleh mereka yang normal. Aku dapat unggul dari semua perbedaan tapi nyatanya diriku kalah pada satu persamaan.



















Aku langsung kembali dengan perasaan kalut. Gemetar masih tak bisa kuhentikan. Diri ini tiba- tiba terasa hampa... tidak tahu harus apa. Shock kemudian marah, tapi tak tahu harus dilimpahkan pada siapa? Ingin berteriak tapi tak bisa. Dada benar-benar terasa sesak.

Aku bergelung dibawah selimut masih terisak kecil, benar- benar tidak tahu harus bagaimana. Ingatanku stuck pada apa yang telah kulihat di ruangan Kavita.





Ketukan pada pintu terdengar di kostanku, kemudian suara pintu terbuka diiringi derap langkah menuju kasur.

"Nak, hey..." suara mami, ia menarik selimutku dan memutar tubuhku terlentang. "Astaga, Nak!" Pekikan mami mungkin terkejut melihat betapa mengerikannya diriku.

Papi berlari mendekat, "Kamu kenapa, Wil?" Menempelkan punggung tangan ke dahi dan leherku. "Ini panas banget. Kenapa tiba- tiba bisa sakit gini?" Tanyanya panik.

"Kita bawa kerumah sakit, Bun! Biar kubopong..." aku menggeleng cepat meski kepala serasa mau pecah. "Wil, Kamu tuh, sakit!"

Aku tidak bisa berbicara apapun, tenggorokanku sakit, lidahku terasa kelu. Aku hanya bisa kembali terisak hebat. Mami langsung menarikku kedalam pelukannya. Aku menangis sejadi- jadinya mencengkeram punggung mami membalas pelukannya.




















Setelah hampir satu jam, akhirnya diriku bisa agak tenang, meski dada masih terasa sakit. Aku dan mami duduk dipinggiran kasur, sedangkan papi duduk di sofa depan TV.

Aku mencengkeram dada kiriku, mami yang melihatnya mengambil tanganku yang lain untuk digenggam. "Ada apa...? Apa terjadi sesuatu?"

"Kata Mesha, Kamu dari tadi siang menghilang padahal katanya mau manggil Kavi. Semua orang tidak bisa ngehubungi Kamu, bahkan tantemu khawatir saat tau Kamu gak bisa dihubungin, Wil." Jelas papi.

"Apa ada yang jahat sama Kamu?" Timpal mami.

Aku masih bungkam tapi bibirku tak bisa kutahan untuk tak melengkung kebawah. Aku tidak bisa bilang alasannya, aku takut. Tapi aku sudah diambang batas rasa sakit. Ini sakit yang kupelihara bertahun-tahun.

"Sebenernya aku yang jahat, Mih..." akhirnya aku bersuara.

Mereka mengernyit tak mengerti. "Maksudnya apa, Wil..."

Seolah tak dapat melanjutkannya, air mataku kembali tumpah. Dengan tangan bergetar kutarik tanganku dari genggaman mami.

"Aku..." ucapanku terpotong, aku berusaha mengatur nafas coba meredam getar dalam suara. "...aku yang jahat. Aku telah begitu kurang ajarnya terhadap Kalian... aku... ini... orang kurang... ajar yang... tidak tahu berterima kasih."

"Aku ini orang berdosa yang menusuk Kalian dari belakang!" Jeritku.

Mami menutup mulutnya ikut menangis melihatku histeris dengan tubuh bergetar. Dengan tangisan yang masih meraung, kulanjutkan keberanianku...



"Maaf... aku mencintai kak Kavi...."




















Untuk kesekian kalinya, mami merengkuh tubuhku. Tidak ada kata penenang apapun, hanya pelukan dengan usapan lembut di punggung.

Begitupun dengan papi, ia hanya berdiri diam melipat tangan dipojok ruangan. Mungkin mereka tidak tahu harus bagaimana. Mungkin juga shock dan kecewa pada diriku.




















Larut tengah malam aku belum tertidur, aku masih mendengarkan perdebatan antara Janu dan Kavita di depan pintu kostanku. Janu yang berusaha mencegah Kavita masuk dan Kavita yang ngotot ingin menemuiku.

Aku tidak tahu apa mami dan papi memberitahukannya, aku sudah tak peduli. Aku hanya tak ingin melihatnya.

Beberapa saat kemudian Janu masuk setelah sempat mengantar Kavita ke mobilnya. Aku masih meringkuk diatas kasur, menatap Janu dengan lesu. Aku memang sempat menceritakan semuanya pada Janu setelah mami dan papi pergi.


Dia bersandar diambang pintu melipat tangan. "Sekarang Lo mau apa?"




















"Menghilang."





















JOANNE SYANDANA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JOANNE SYANDANA



















TBC

Other kind of feedback would be very much appreciated.

HEAVY HEART (WINRINA) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang