00. Teaser

107 17 4
                                    

"Udah malem, apa gak nginep dulu aja?" tanya seorang warga yang berjualan di pusat oleh-oleh. Kiki selaku dosen pengampu mata kuliah Dramaturgi itu tersenyum dan menggeleng pelan.

"Kayanya nggak, pak. Soalnya kita harus kejar waktu sampe Jakarta subuh ini. Anak-anak juga mau ada mata kuliah lain soalnya besok hari Senin," ujar Kiki. Bapak penjual oleh-oleh itu menghela napasnya.

"Ya udah pak kalau begitu. Tapi ini sih saya cuma pengen kasih saran aja. Kalo bisa, harus lewat jalur utama aja ya. Jangan pernah lewat jalur alternatif soalnya jalur alternatif di sini ada dua pilihan. Yang kanan rusak parah, yang kiri angker dan banyak yang gak selamat kalau lewat situ, pak," ucap bapak penjual oleh-oleh itu mewanti-wanti. Kiki mengernyit sejenak. Ia tersenyum simpul dan mengangguk pelan.

"Saya mengerti."

"Ji? Abis dari mana?" tanya Esa teman sekelasnya. Aji yang baru saja memasuki mobil bus kampusnya itu menoleh.

"Eh, lu udah di sini aja, Sa!"

"Hehe, iya nih. Soalnya tadi pas lagi cari cemilan, pak Kiki bilang mau cepet-cepet balik ke Jakarta. Jadi ya mau gak mau kudu cepet balik ke bus dari pada ntar ketinggalan!" ucap Esa sembari terkekeh.

"Yeu, dasar! Lu sampe lupain gua yang tadi minta temenin lu ke WC-"

Ucapan Aji terpotong saat manik matanya itu menangkap sosok mengerikan yang ada di hadapan mobilnya. Sosok itu tersenyum dan melambaikan tangannya pada Aji. Melihat temannya yang bengong dengan tiba-tiba, Esa mengikuti arah Padang Aji namun tak menangkap keanehan apapun.

"Ji? Lu liat apa?" tanya Esa. Aji yang masih melamun dan fokus akan sosok menyeramkan yang ada di depan bus kampus mereka tak menggubris pertanyaan Esa.

"Ji?" panggil Esa lagi, namun tetap sama. Aji tak menggubrisnya sama sekali.

"Woy Setiaji!"

"Eh?!"

Aji mengerjapkan matanya kaget saat Esa menyenggol tubuhnya itu. Ia langsung melihat lagi sosok yang tadi ia lihat namun sayangnya sosok itu telah menghilang entah kemana. Esa mengernyit.

"Lu liat apa sih?" tanya Esa. Aji menoleh dan menggeleng pelan. Ia tak ingin Esa, teman sebangkunya di bus ini tahu jika ia bisa melihat sosok entitas tak kasat mata. Hanya Bayu, kakak seniornya saja yang tahu kemampuan supranaturalnya itu.

"Ah, eng-enggak. Gak liat apa-apa kok," jawab Aji bohong. Esa memajukan wajahnya.

"Terus kenapa muka lu panik gitu?" tanya Esa penuh selidik. Aji memundurkan wajahnya perlahan.

"Gua... gua cuma punya perasaan gak enak deh sama perjalanan pulang malem ini," jawab Aji ragu. Esa tertawa. Bayu yang kebetulan mendengar percakapan Aji dan Esa terbelalak.

"Haha! Ya ampun, Ji, Ji. Gua kirain ada apaan!" ledeknya. Aji terkekeh tidak jelas.

"Ya udah mending lu gak usah punya pikiran yang macem-macem deh, Ji. Kata ibu dosen wali kan kita tuh harus selalu berpikiran positif? Biar bisa pulang dengan selamat," ucap Esa lagi sembari merangkul bahu temannya itu. Aji tersenyum paksa.

"Ji? Sini deh. Gua pengen tanya," ucap Bayu dari kursinya yang duduk tepat di belakang bangku dosen. Aji menoleh.

"Sa, gua ke bang Bayu dulu ya," ucap Aji. Esa mengangguk.

"Napa bang?" tanya Aji dan langsung duduk di samping Bayu. Bayu mendekatkan wajah dan berbisik di hadapan Aji.

"Lu... lu ngerasa gak enak sekarang?" tanya Bayu. Aji mengangguk.

"Gua bahkan tadi liat ada sosok serem banget lambai-lambaik ke arah gua kek minta bus ini ikut sama dia gitu," ucap Aji pelan. Bayu terbelalak.

"Ya Allah! Semoga kita bisa pulang dengan selamat!" ucap Bayu khawatir. Aji mengangguk takut.

[4] Dutch Noni's Revenge • Han JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang