"Kak Bayu, tolong kak! Kak Aji, tolong! Kak Rino! Kak Esa! Siapapun tolong!"
Sean berusaha memanggil nama kakak-kakak seniornya dan teman-temannya itu namun tak ada respon apapun pada alat yang ada di genggamannya itu. Ia menangis.
"Halo! Siapa aja tolong angkat! Kak Bayu angkat dong kak! Kak Aji!" Sean masih berusaha menghubungi kakak seniornya dan teman-temannya yang keluar untuk mencari bantuan. Namun sampai saat ini, alat di genggaman tangannya itu hanya berbunyi seperti plastik yang diremas-remas tanpa ada satupun orang yang menjawabnya.
Kita kembali di dalam gedung asrama, terlihat Bayu, Aji, Rino, Hanni, Richi, Mahesa dan Riki sedang duduk di salah satu bangku panjang yang ada di sekitar lorong. Tak jauh dari tempat dimana Esa menghilang. Mereka terlihat pusing karena kawan dan kakak senior mereka, Esa Dimitri Syahdad belum juga bisa ditemukan. Rino terlihat menyoroti apapun yang ada di sekitar mereka. Begitu pula dengan Bayu.
"Wah guys, keknya kita harus cepet keluar dari tempat ini," pikir Rino tiba-tiba. Ucapan Rino membuat Aji yang semula sedang duduk langsung bangkit dan menoleh ke arah kakak seniornya itu.
"Tapi kita gak bisa tinggalin Esa gitu aja, bang!" ucap Aji. Bayu terlihat memijit keningnya.
"Guys, kita gak bisa segerombolan kek gini terus buat nyari Esa!" ucap Bayu akhirnya. Ucapan Bayu membuat semua orang hanya terdiam.
"Riki, Mahes," panggil Bayu pada kedua mahasiswa juniornya. Riki dan Mahesa menoleh ke arah kakak seniornya itu.
"Lu berdua jagain Richi dan ikut sama Rino. Gua, Aji sama Hanni bakalan satu team," ucap Bayu. Riki dan Mahesa langsung bangkit dari duduknya dan menatap wajah Bayu dan Rino bersamaan.
"Siap!" seru mereka berdua.
"Ok, kalo gitu. Guys, dengerin gua. Setiap 30 menit kita nyari Esa tapi gak nemuin apapun. Kita kembali ke lorong ini. Ngerti semuanya?" titah Bayu.
"Siap bang!" ucap Riki dan Mahesa.
Bayu, Aji dan Hanni terlihat mulai bergerak, namun tidak untuk Rino, Riki, Mahesa dan Richi. Rino menatap Riki dan Mahesa bergantian.
"Ok, kalo gitu semuanya, lebih baik kita cocokin jam," ucap Rino dan mengatur jamnya bersama dengan Riki dan Mahesa. Sementara Richi yang tak mengenakan jam tangan hanya memerhatikan mereka bertiga. Namun tiba-tiba, ia terlihat sedang menahan sesuatu.
"Aduh, pengen pipis lagi. Gak tepat banget deh waktunya!" ucap Richi kesal. Rino menoleh.
"Aduh, Chi. Gak bisa lu tahan apa?" tanya Rino sedikit kesal.
"Emang lu tau WC-nya dimana?" tanya Riki. Richi menoleh.
"Kayanya gua tadi liat ada WC deh. Di sebelah sana," jawab Richi sembari menunjuk ke arah depannya. Riki menoleh mengikuti arah tunjuk Richi.
"Tapi... temenin gua dong!" ucap Richi lagi. Rino menoleh ke arah Riki dan Mahesa. Mahesa mengangguk.
"Oke, biar gua aja yang nemenin lu ke sana," ucap Mahesa akhirnya dan bangkit. Richi mengangguk dan segera mengekori tubuh Mahesa.
"Hmmm... kalo kaya gitu aja baru bilang berani!" cibir Riki. Rino mendelik.
PLAK
"Aduh! Aduh!" Riki mengelus pahanya yang ditabok oleh Rino.
"Apa? Pengen anterin Richi juga? Sana, pergi aja!" ucap Rino pedas. Riki menoleh dan menggeleng takut. Ia meringis.
"Hehehe, nggak bang. Nggak," ucap Riki pelan. Rino mendengus kasar.
Di sisi lain, terlihat Bayu, Aji dan Hanni yang sedang menyusuri beberapa ruangan di dalam gedung tersebut sembari sesekali mereka menyebut nama Esa.
"Esa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] Dutch Noni's Revenge • Han Jisung
Horor"𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝓘𝓷𝓭𝓲-𝓖𝓸!" (Feat. Stray Kids & Enhypen) Cerita bermula ketika Setiaji Suryawijaya Handy bersama teman-temannya di kelas mata kuliah pilihan "Dramaturgi" sedang mengadakan studi banding ke Universitas Seni Bogor. Namun nahas, saa...