WUSH!
BRAK!
"Kok aneh sih?" pikir Aji bingung.
Dengan tiba-tiba, berembus angin misterius yang datang dan menerpa tubuh mereka dengan kencang. Bahkan kekuatan angin itu sampai bisa membuka gembok yang mengunci pintu utama gedung tua itu hingga terbuka dan bahkan pintunya pun terbuka sendiri dengan lebar. Bayu, Aji, Rino dan Esa berpandangan.
"Ya udah kalo gitu, kita masuk," ucap Bayu dan langsung memasuki gedung di hadapannya itu diikuti oleh adik-adik tingkatnya.
"Kayanya kita masuk dari bagian belakang gedung deh," pikir Aji lagi. Karena bentuk pintu utama di hadapannya itu berbeda dengan bentuk pintu utama bagian depan gedung pada umumnya.
Mereka akhirnya menyusuri lorong-lorong yang ada di dalam gedung tersebut dengan perlahan. Gedung yang sudah kotor, kusam, seram, ditumbuhi banyak tumbuhan merambat dan ilalang. Dengan langkah pasti, mereka terus memasuki gedung itu dan menyusuri tiap lorong yang membawanya pada beberapa ruangan. Ada ruang kamar, ada ruangan seperti pabrik kain tekstil, ada pula ruangan mesin jahit dan sebagainya.
"Guys, bentar!" ucap Riki dengan tiba-tiba. Bayu, Aji, Esa dan Rino menoleh ke arah Riki yang terlihat menemukan sesuatu.
"Kenapa Rik?" tanya Bayu.
"Gua Nemu ini, bang! Kayanya masih bisa dipake deh," ucap Riki. Bayu dan Rino berpandangan. Mereka segera menghampiri Riki.
"Bawa korek gak?" tanya Bayu.
"Bawa sih, tapi gua bawanya korek gas, bang. Susah buat nyalain ini lentera," ucap Riki. Mahesa mengangguk.
"Iya, sama gua juga, bang!" sahut Mahesa. Bayu mendengus.
"Lu butuh ini?" tanya Aji sembari memberikan satu kotak korek api kayu. Riki terbelalak senang.
"Wah, iya, iya, bang!" ucap Riki dan Mahesa berbarengan. Aji tersenyum.
Riki dibantu oleh Mahesa terlihat sedang mencoba menyalakan lentera yang sudah ia temukan di dalam gedung misterius itu dan berhasil menyala. Dengan wajah tersenyum akhirnya lentera itu ia bawa untuk menambah penerangan mereka dan mereka kembali melanjutkan perjalanan.
"Uhuk-uhuk!"
Mahesa dengan tiba-tiba terbatuk-batuk saat ia menghirup debu yang ada di sekitar mereka. Namun perjalanan tetap mereka lanjutkan.
Mereka akhirnya terhenti saat memasuki sebuah lorong yang di kanan dan kirinya terlihat seperti jejeran kamar tidur. Mereka memasuki sebuah kamar tidur yang di dalamnya terdapat 6 ranjang susun yang terbuat dari besi, masih terlihat kokoh meskipun sedikit berkarat.
"Wah Nemu kasur! Kebetulan banget gua cape," ucap Esa saat mereka sudah memasuki ruang kamar tersebut. Ia langsung saja duduk di salah satu ranjang dan merebahkan tubuhnya yang terasa sedikit penat.
Aji dan Bayu melihat ada sebuah lemari dan mendekat ke arahnya. Mereka berdua melihat ada beberapa tumpuk barang. Sehingga Bayu dengan iseng meniup debu-debu yang menempel pada barang-barang di lemari itu dan sialnya, membuat dirinya dan bahkan Aji terbatuk-batuk karena debu itu.
"UHUK-UHUK!"
Hanni yang mendengar Aji terbatuk langsung menoleh dan berlari menghampiri tubuh Aji.
"Kenapa Ji?" tanya Hanni. Aji yang masih terbatuk itu menoleh ke arah gadis yang menjadi adik tingkatnya itu.
"Ini, bau debu banget. Mana tadi bang Bayu niup debu-debu ini lagi," jawab Aji. Bayu mendelik.
"Oh gitu, yang ditanyain Aji doang nih? Guanya kagak?" tanya Bayu sedikit meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] Dutch Noni's Revenge • Han Jisung
رعب"𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝓘𝓷𝓭𝓲-𝓖𝓸!" (Feat. Stray Kids & Enhypen) Cerita bermula ketika Setiaji Suryawijaya Handy bersama teman-temannya di kelas mata kuliah pilihan "Dramaturgi" sedang mengadakan studi banding ke Universitas Seni Bogor. Namun nahas, saa...