Dengan langkah yang berat Aruna dan Gentala pun pergi ke supermarket terdekat untuk membeli perlengkapan seperti yang bibi Siska katakan. Selama perjalanan tak ada yang mengeluarkan suara mereka berdua sibuk dengan pikiran masing masing.
Mereka yang belum pernah melakukan hal hal itu tentu saja merasa kesusahan mencari barang yang diinginkan, mereka memang sama sama siswa terpintar tapi masalah perlengkapan seperti ini nilai mereka nol besar.
" Baby oil maksudnya minyak bayi kan? Ini minyak apaan, emang bayi udah pake minyak minyak segala? " heboh Gentala
" Susu formula? Bukannya tinggal ngambil ke peternakan ya? "
" Tala lo bisa diam nggak sih anjir, susu formula bukan berarti dari peternakan langsung, itu kan ada merek susunya berarti sudah ada yang jual disini, lo kalau tolol jangan di tunjukin di tempat umum juga dong "
" Halah lo aja nggak tau kan yang mana? "
" Ya gue emang nggak tau bentuknya tapi ya gue nggak berisik kaya lo"
Saat sedang sibuk berdebat tiba tiba salah satu pegawai supermarket tersebut mendekati mereka, sepertinya wanita itu memperhatikan mereka yang kesusahan mencari sesuatu.
" Permisi, ada yang bisa saya bantu? "
" Siapa? " tanya Gentala
" Saya salah satu pegawai di supermarket ini, jika merasa kesusahan mencari sesuatu saya akan membantu untuk mencarinya " tutur wanita itu sambil tersenyum pada mereka
" Nah pas banget, mba kami mau cari perlengkapan bayi tapi kami tidak kenal satupun diantara perlengkapan yang diminta bibinya dia, tolong bantu kami buat kumpulin yang ada di list ini ya mba" ucap Gentala
" Oh perlengkapan bayi, ini pertama kalinya kalian jadi orangtua ya? Wajar sih apa lagi kalian masih muda, baiklah tunggu sebentar saya akan mengumpulkan barangnya dulu"
" Tidak, kami bukan pasang- "
" Lo apa apaan sih, kenapa lo malah nutup mulut gue? "
" Udah deh run, iya in aja biar cepat daripada nanti mba nya nanya yang aneh aneh, lebih cepat lebih baik kita pergi dari sini karna sedari tadi banyak banget orang orang yang liatin kita"
" Ngapain liatin kita, kita kan cuma mau belanja bukan mau nyuri, lagian gue pake baju bukan telanjang jadi buat apa malu" ketus Aruna pergi meninggalkan Gentala yang cengo mendengar ucapan Aruna yang ceplas ceplos dan lumayan keras, iya yakin pengunjung lain pasti mendengarnya.
" Siapapun yang jadi suami ni bocah nantinya harus ekstra sabar sih" ucap Gentala pelan yang hanya didengar oleh dirinya saja
Setengah jam kemudian mereka mendapatkan semua pesanan yang mereka inginkan, Aruna ingin cepat cepat pergi dari tempat itu, ia sudah muak dengan tatapan orang orang seolah ia tertangkap sedang mencuri.
Gentala langsung melajukan mobil untuk meninggalkan tempat yang membuat pengap itu, ya mereka memakai mobil milik keluarga Aruna yang dibawa paman Jordi, tidak mungkin mereka naik motor dengan belanjaan sebanyak itu.
Hari berlalu begitu cepat Kaluna dan ibunya juga sudah pindah ke rumah yang diberikan Aruna, hari ini terhitung seminggu sudah berlalu sejak kejadian malam itu, seminggu sudah Kaivan menjadi anak asuh Aruna dan Gentala, tak ada yang tau kecuali mereka berdua dan paman Jordi juga bibi Siska.
Aruna dan Gentala bersekolah seperti biasanya, jika sepulang sekolah Aruna dan Gentala akan pulang kerumah Aruna dan akan menjadi orangtua Kaivan maka disekolah mereka tetap musuh bebuyutan.
Aruna dan Gentala mencoba menyembunyikan semuanya bahkan dari teman dekat mereka, biarlah hanya mereka yang tau masalah ini.
Hari ini Aruna sangat kesal pasalnya baru saja bibi Siska menelpon kalau sepertinya kemaren Gentala tidak sengaja memasukkan dot susu Kaivan ke saku celananya dan lupa meletakkannya kembali ke atas meja. Bibi Siska meminta agar Aruna memastikannya apakah barang tersebut ada pada Gentala atau tidak, sebenarnya tidak masalah jika barang itu hilang toh mereka bisa dengan mudah menggantinya tapi ini bibi Siska yang selalu meminta mereka untuk menghemat.
" Gentala tolol nambah nambah kerjaan orang aja anjir" umpat Aruna setelah memutuskan sambungannya dengan bibi Siska.
Aruna bergegas mencari keberadaan makhluk menyebalkan yang bernama Gentala itu, tujuannya cuma satu yaitu kantin sekolah, dia pasti ada disana bersama teman teman nya. Sesampainya di kantin dapat Aruna lihat kalau Gentala sedang menyantap makan siangnya bersama temannya dan beberapa siswi yang selalu terobsesi dengan Gentala.
Aruna malas untuk mendekat, ia tak ingin berurusan dengan siswi siswi gila itu tapi kali ini tak ada pilihan lain, Aruna berjalan mendekat ke arah Gentala, melihat Aruna berjalan dengan cepat otomatis atensi siswa siswi yang ada di kantin teralihkan pada dirinya.
Sesampainya dimeja Gentala Aruna tak bersuara ia hanya berdiri di belakang Gentala yang sedang asik menikmati makanannya, dapat Aruna dengar dengan jelas kalau beberapa siswa disana mengatakan kalau dirinya dan Gentala akan ribut lagi.
" Lihat, Aruna mendekati Gentala apa kali ini nilai Gentala lebih tinggi dari Aruna? Atau mereka mau berkelahi lagi seperti tahun lalu"
" Bisa jadi, mereka kan selalu bersaing soal nilai, jangan jangan nilai Aruna benar benar dibawah Gentala"
Begitulah kira kira pembicaraan siswa lain saat melihat Aruna mendekati Gentala, tanpa babibu Aruna langsung memukul kepala Gentala yang sontak membuat seisi kantin sangat kaget termasuk Gentala, mereka memang musuh bebuyutan tapi mereka tak pernah adu fisik begini, apa kali ini masalahnya sudah fatal?
Sementara Gentala sangat amat kesal, ia sedang menikmati makan siang tiba tiba malah mendapatkan pukulan maut, melihat siapa yang melakukannya membuat Gentala ingin memakan orang yang ada di hadapannya saat ini juga.
" Lo apa apaansih anjing, perasaan gue nggak ada salah sama lo kenapa datang datang langsung mukul kepala gue"
" Lo tolol banget tau ya, lo bukan bapak bapak tapi kenapa lo bertingkah seolah lo itu sudah bapak bapak" ucap Aruna
" Maksud lo apaansih, bapak bapak apaan njir, lo kalau ngomong yang jelas dong" jelas Gentala yang kesal karna Aruna tidak langsung menjelaskan permasalahannya.
" Gue yakin ada sesuatu di saku celana lo yang lupa lo kembalikan pada pemiliknya "
" Hah apaan? " tanya Gentala, karna penasaran ia langsung merogoh saku celananya bagian depan dan benar saja ada sebuah benda yang berbentuk lonjong dengan ujung yang lembut. Sadar akan benda tersebut Gentala langsung menatap kaget pada Aruna, ia tak melepaskan tangannya dari saku celananya, ia masih menggenggam dot kecil itu dalam sakunya.
Tak mungkin ia memberikan benda itu pada Aruna saat ini, pasalnya semua mata tertuju pada mereka berdua, bisa bisa mereka akan jadi bahan gosip disekolah. Gentala langsung berdiri langsung menarik tangan Aruna untuk menjauh dari keramaian.
Beberapa orang bersorak mengira akan ada perkelahian, beberapa lainnya melihat itu menganggap sebagai salah satu adegan romantis siswa SMA, sementara beberapa siswi lainnya menatap dengan tatapan benci pada Aruna.
Gentala membawa Aruna ketempat yang sepi dibelakang gudang sekolah, ia melihat sekeliling takut jika ada siswa yang lewat atau bahkan guru yang lewat. Begitu terasa aman Gentala langsung mengeluarkan benda tersebut dan memberikannya pada Aruna.
" Lo tau dari mana kalau ini kebawa sama gue? "
" Bibi Siska yang ngasih tau, sumpah lo baru seminggu ngurus Kaivan tapi udah kaya gini, kata gue mah nggak usah terlalu mendalami peran kecuali kalau lo mau ngurus Kaivan nantinya dengan istri lo"
" Dih, kaya lo nggak aja kemaren gue lihat dengan mata gue sendiri kalau lo foto foto Kaivan waktu tidur kan? Gue yakin sekarang galeri lo penuh dengan foto Kaivan " skakmat Gentala pada Aruna.
" Bodo amat, pokoknya lain kali jangan jadi orang bego lagi kalau lo nggak mau semua orang tau mengenai Kaivan" ucap Aruna lalu meninggalkan Gentala sendirian.
" Cih dia sendiri juga begitu, baru juga seminggu udah bersikap kaya ibu yang cerewet" cicit Gentala yang bisa didengar Aruna tapi ia mengabaikannya.
TBC.....
SELAMAT MEMBACA 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
KARENA DIA JADI KITA
Roman pour AdolescentsAruna Athalia seorang siswi SMA sangat membenci orang yang bernama Gentala Bagaswara seorang siswa SMA disekolahnya begitu juga dengan Gentala, Setiap hari setiap bertemu tidak ada yang mereka lakukan kecuali ribut ribut dan ribut, bahkan siswa lain...