BAB 00 : The Beginning

17 2 4
                                    

Jika ada persahabatan yang menjalin cinta dan cinta yang menjalin persahabatan, mana yang bakal kamu pilih? Kalau aku sih, dua-duanya, hehe.
-William Tampan-

***


Selesai sudah latihan hari ini. Avy dan Liam berjalan beriringan sambil membawa ransel mereka. Sudah saling mengenal sejak lima belas tahun terakhir, keduanya tampak begitu akrab, berbincang dan saling bergurau di sepanjang perjalanan pulang.

Angin sepoi-sepoi sore hari meniup rambut mereka pelan. Sudah terbiasa, setiap kali selesai latihan Liam akan mengantarkan Avy pulang. Tapi kali ini ada sedikit rencana berbeda. Liam mengajak Avy singgah di salah satu kedai ramen di dekat landmark kota. Liam memesan ramen dengan level pedas tinggi untuk Avy dan ramen biasa untuknya.

“Eh, kalau ketauan gimana?”

“Sesekali gapapa. Lagian udah lama banget kita gak ke sini, Av. Kamu juga kangen makan pedas,’kan?”

Avy terdiam sejenak. Memang benar dia merindukan makan makanan pedas. Tapi selama ini Ungku melarang mereka makan pedas sampai hari perlombaan tiba. Tepatnya satu bulan lagi. Kalau Ungku tau, tamatlah.

“Kita makan di rumah aja bisa gak, sih? Nanti Ungku lewat trus kita—

Liam menatap sahabatnya itu dengan jengkel. Akhirnya Avy mengalah, menunggu pesanan mereka datang. Rambut panjangnya bergerak-gerak ditiup angin. Geram. Liam berinisiatif mengikat rambut Avy dengan karet gelang yang selalu dibawanya. Avy diam saja ketika Liam mengikat rambutnya. Sudah seringkali hal ini terjadi. Rambut Avy yang licin menyebabkan ikat rambutnya sering terlepas tanpa disadari. Sekuat apapun Avy mengikat rambutnya, tidak pernah ada ikat rambut yang bertahan lebih dari tiga jam.

“Biasanya orang itu nyari obat biar rambutnya halus, Av. Tapi kayaknya rambut kamu butuh obat biar kasar.” Liam telaten mengikat rambut Avy. Avy terkekeh kecil mendengar gurauan Liam.

Beberapa menit kemudian, ramen pesanan mereka datang. Juga dua ice lemon tea kesukaan duo yang satu ini. Avy berbinar dan langsung menyantap ramen miliknya. Liam tersenyum tipis, semburat kemerahan muncul di pipinya. Gadis di hadapannya ini... begitu cantik. Jika boleh egois, Liam tidak ingin Avy mengenal laki-laki lain selain dirinya,.. dan—

“Ungku?!”

Avy kaget. Liam tak kalah kaget. Seorang kakek tua dengan wajah garang dan tubuh tegap tengah menatap mereka berdua. Kedua tangan kakek tua yang dipanggil Ungku itu menjewer telinga mereka.

“Sudah Ungku bilang tidak boleh makan makanan pedas. Lambung kalian bisa sakit nanti,”

“M-maaf, Ungku! Aku yang ajak Avy makan ramen. Tadi Avy gak mau tapi—

“Sudah. Pesankan ramen untuk Ungku juga,” Dia melepaskan jewerannya.

Eh? Liam dan Avy saling tatap. Apa itu barusan? Ungku minta dipesankan ramen juga? Sungguh sebuah keajaiban. Meski gelagapan, Avy memanggil salah satu pegawai kedai ramen, memesan satu porsi lagi. Ungku duduk di antara mereka.

“Anak muda seperti kalian memang tidak bisa lepas dari makanan begini, ya?”

Liam cengengesan. Kakek tua yang biasa dipanggil ‘Ungku’ ini adalah guru silat yang sudah dianggap keluarga sendiri baik oleh Liam maupun Avy. Seorang berdarah Minang yang merupakan sepuh bela diri pencak silat. Ungku sendiri memiliki arti ‘kakek’. Seperti Avy dan Liam yang menganggap Ungku sebagai keluarga sendiri, Ungku juga begitu. Liam dan Avy yang sejak awal sudah menarik perhatiannya, dianggap seperti cucu sendiri.

MONSTRUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang