“Heh, kenapa kalian masih di sini? Keluarlah, aku mau mandi,” kesal Avy.
“Kami para pelayan juga memiliki tugas untuk membantu para bangsawan untuk mandi, Nona,” kata salah seorang pelayan. Avy melotot,
“Aku ini bukan bangsawan, jadi keluarlah,”
“Baiklah jika itu yang Nona inginkan. Jangan ragu untuk memanggil kami jika Nona butuh sesuatu,” mereka mundur teratur—memang berjalan mundur bagai udang. Setelah mereka benar-benar tak terlihat lagi, Avy bernafas lega, dia bisa mandi dengan tenang.
Setengah jam, Avy selesai. Masih memakai kain yang membalut tubuhnya—seperti handuk, keempat pelayan itu membawakan empat model pakaian berbeda dengan warna yang berbeda pula.
“Apa-apaan ini?”
“Ibu Suri menyiapkan pakaian ini untuk anda, Nona. Saya yakin sebentar lagi Ibu Suri akan datang dan memastikan Nona memakai salah satu pakaian ini,”
Sial.
Kenapa warnanya sangat norak? Pink? Ungu? Kuning dan oh? Ada warna biru gelap. Tapi meski begitu, keempat pakaian ini tak ayalnya hanya terlihat seperti pakaian croptop di dunia Avy.
“Apa semua modelnya begini?”
“Iya, Nona,”
“Apa menurut kalian pakaian seperti itu cocok dengan mata kananku?” Avy menunjuk matanya yang tersayat dan masih menutup. Keempat pelayan itu menggeleng ragu,
“Nah, jadi tolong kembalikan semuanya pada Ibu Suri dan sampaikan permintaan—
“Kembalikan apa, Avy?”
Terlonjak kaget, Avy melotot melihat Ibu Suri yang datang dengan santainya—wajahnya dihiasi senyuman hangat yang menyeramkan.
“Tinggalkan kami, aku perlu bicara dengan Avy. Dan bawa pakaian-pakaian itu kembali ke ruangannya,” Ibu Suri berkata denga lembut. Avy menenggak saliva, mulai menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Keempat pelayan itu mengangguk lalu keluar.
Menyisakan Avy dan Ibu Suri.
“A-ada apa, Ibu Suri?”
***
“Ada apa, Matilda?” Sharon yang kala itu sedang berjalan-jalan di dekat air mancur bersama Eugene bertanya agak dingin. Mengangkat satu alisnya melihat keponakannya itu datang bersama dengan dua orang pelayan.
“Paman, bagaimana menurut Paman jika seseorang lancang menyakiti pelayan dan seorang putri?”
Sharon menatap Matilda, menunggu penjelasan yang lebih spesifik karena dia tidak suka dengan segala sesuatu yang ‘tersirat’. Eugene juga menatap Matilda dan pelayannya itu.
“Gadis pendatang itu,.. dia lancang membekap mulut pelayanku dan menyikut perutku, Paman,”
“Maksudmu Avy?”
Matilda mengangguk, merasa pamannya itu akan membelanya. Pelayannya juga ikut memasang wajah cerah, mereka jelas punya dendam terhadap Avy.
“Apa kau mencoba mengadu domba aku dan Avy?”
“T-tentu saja tidak, Paman!”
“Karena Avy tidak akan melakukan itu selama tidak ada yang mengusiknya duluan. Jadi aku yakin bahwa kau lah yang bersalah, Matilda,”
Matilda mendongak kaget, “Kenapa Paman tidak percaya? Aku berani bersumpah, Paman! Gadis itu melakukan kekerasan! Dia juga berlagak seolah kedudukannya lebih tinggi dari Paman dan Nenek, apa perilaku seperti itu pantas dimaafkan?!” Sharon dan Eugene saling tatap mendengarnya.
“Apa maksudmu?”
“Paman, gadis itu—
“SHARON! SHARON!” terdengar suara teriakan yang mendekat. Matilda menoleh kaget mendengar teriakan memanggil ibunya itu.
“Ada apa, kakak?!”
“Mathew—MATHEW!” Ekitna berseru dengan air mata berlinang. Mereka sontak berlari masuk ke istana. Putra bungsu Ekitna, Mathew namanya, belakangan ini demam tinggi.
Dengan cepat mereka masuk ke kamar Mathew, Ibu Suri yang baru saja tiba berusaha menyadarkan cucunya yang seakan membeku, bibirnya membiru, bola matanya seolah terus melihat ke atas. Matilda membuang bunga-bunga yang ada di vas keramik, menggunakan airnya untuk mengusap wajah dan kepala adiknya itu—masa bodoh jika airnya tidak terlalu bersih.
“Mathew,.. MATHEW!” Ekitna melemas di pelukan Sharon. Sungguh tak sanggup harus melihat putra bungsunya begini,..
“Mathew, dengarkan Nenek, nak,.. kau dengar kan? Mathew-ku sayang, ayo, lihat Nenek,.. Mathew,..” Ibu Suri terus memanggil-manggil nama Mathew dan mengajaknya bicara agar Mathew tidak kehilangan kesadarannya.
“Mathew, dengarkan kakak,.. Mathew? Ayo lihat kakak, bukankah kau ingin segera menikmati mentari pagi, hm? Mathew,..—MATHEW!” Matilda panik ketika Mathew mulai kejang-kejang.
“DIMANA TABIB?! KENAPA LAMA SEKALI?!”
Tepat setelah Ibu Suri berteriak, seseorang muncul dan meminta mereka menyingkir. Avy. Tanpa ragu Avy memasukkan jarinya ke mulut Mathew, karena dia tau betul gejala ini—
“Apa yang kau lakukan?!”
“DIAMLAH!” Avy balas berseru dengan garang.
Mathew masih kejang-kejang, Avy meringis ketika Mathew menggigit jarinya dengan kuat, “Ibu Suri, basuh kepala Mathew lagi, kau—ambilkan kain atau apapun semacamnya—SEGERA!”
Sharon berseru tertahan melihat darah dari mulut Mathew—itu pasti darah dari jari Avy yang digigit. Matilda meneriaki dua pelayan untuk mengambilkan kain, Ekitna masih tergugu.
Tak lama, dua pelayan itu kembali dan menyerahkan sebuah kain, Avy meminta bantuan Ibu Suri untuk memasukkan kain itu ke mulut Mathew—menggantikan ketiga jarinya. Meski agak kesulitan, tapi akhirnya mereka berhasil, Matilda mengusap kepala adiknya itu dengan air lalu—
“Jangan. Jangan basahi kakinya juga,” Avy mencegah Matilda dan justru dibalas dengan tatapan tak suka.
“Dengan begini panasnya akan cepat turun—
“Terserah jika kau ingin adikmu mati,” Avy berkata dingin, melenggang pergi untuk membasuh tangannya. Mereka terdiam, menyadari Mathew tak lagi kejang-kejang setelah beberapa saat. Ekitna malah makin terisak melihat putranya yang sudah mulai membaik. Sharon menatap Avy hingga punggungnya menghilang dari balik pintu.
“Mathew, kau bisa mendengar Nenek, sayang?”
“Ne,.. nenek,..”
“Syukurlah,.. Mathew,..” Ekitna memeluk putranya itu. Mengusap pelan rambut berwarna kuning pucatnya dengan penuh kasih. Sharon, tanpa bicara sepatah kata pun dia bergegas keluar hendak menemui Avy.
“Tapi, Ibu,.. siapa gadis tadi itu?”
“Dia adalah Avy. Aku rasa setelah Mathew pulih, kita harus mengenalkannya pada sosok penyelamatnya itu,..”
“Tidak penting soal gadis itu. Lupakan saja, Mathy, fokus pada kesembuhanmu dulu, ya?” Matilda tersenyum hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTRUM
AdventureSungguh, Avy dan Liam ingin segera keluar dari dunia aneh ini. Berawal dari tabrakan di kedai ramen, dan mereka berakhir di dunia aneh ini. Negara Saranjana. Terlebih lagi,.. mereka justru dihadapkan dengan para monster tantrum alias 'MONSTRUM'. Ap...