Sudah kurang lebih seratus empat puluh lima menit Faleesha berada di dapur, berkutat dengan bermacam alat tempurnya yang berserakan di sepanjang meja kokoh berlapis marmer berwarna dasar hitam dengan sentuhan garis-garis tipis warna emas yang membentuk motif. Perempuan itu menggaruk-garuk kepalanya, dihinggapi rasa frutasi lantaran ini merupakan percobaan ke.... sekian Faleesha dalam membuat dimsum ala restoran chinese yang kerap didatanginya minimal sebulan sekali itu, dan sudah berulang kali mencoba pun masih gagal juga!
Faleesha lantas memejamkan matanya, mencoba meredam amarah atas ketidakmampuannya menaklukan dimsum yang meski telah berulang kali melalui percobaan, ditambah tiap kali ia mencoba, ia selalu mengganti sumber atau resep yang digunakan demi mendapatkan hasil yang terbaik, namun tetap saja hasil dari isian dimsumnya terlalu padat dan kurang juicy.
"Apa sih yang salah? Udah make paha fillet juga masih begini teksturnya." keluhnya menghela nafas seraya menatap setumpuk dimsum yang disusun di atas piring berbahan dasar keramik dengan corak biru dengan tatapan tak bernafsu. Bagaimana mau nafsu, rasanya mendekati pun tidak!
"Fal, nanti aku jemput Zeva......" entah Faleesha yang terlalu tenggelam pada kefrustasiannya atau memang Ganendra yang kini memiliki bakat berjalan tanpa suara, tiba-tiba saja pria itu masuk ke area dapur, mengucapkan sepotong kalimat dan kini menggantungnya kala melihat kondisi dapur yang lebih cocok diberi sebutan medan perang saat ini, "Kamu bikin apa sayang?" tanyanya berjalan mendekat, memangkas jarak dengan jalan jinjit lantaran tak ingin lengketnya lantai sebab percikan minyak mengotori telapak kakinya.
Faleesha tak menjawab, wanita itu hanya menunjuk setumpuk dimsum yang dianggapnya tak memenuhi ekspektasi itu dengan dagu.
"Kenapa? Apa yang kamu buat.... Dimsum?" Ganendra bermonolog sendiri, mengangkat tinggi-tinggi piring tersebut hingga setara dengan dadanya.
"Dimsumnya kenapa? Ini udah jadi lho, Mama. Zeva pasti suka, ini pakai udang kan? Anak kita suka banget udang soalnya." ujar Ganendra menatap dimsum di hadapannya dengan mata berbinar, membayangkan reaksi putri semata wayangnya pada makanan berbahan dasar protein favoritnya.
"Nggak usah dikasih, mau aku buang habis ini." sahut Faleesha dingin seraya mulai menyusuri dapur untuk merapikan peralatan masaknya.
Ganendra mengernyitkan dahinya. Lantas diraihnya sepasang sumpit, melahap dimsum berukuran sedang yang nampak menggiurkan secara visual efek dari minyak yang membuat tiap-tiap buahnya mengkilat cantik ditambah warna oranye yang segar berkat kehadiran wortel parut sebagai topping disana.
"KOK KAMU MAKAN SIH?!" Ganendra terperanjat sesaat setelah teriakan Faleesha menggema memenuhi seisi dapur.
Matanya mengerjap, berusaha melindungi sepiring dimsum yang berada di tangannya agar tidak terebut oleh Faleesha seraya menelan sisa-sisa campuran daging ayam dan udang yang begitu kawin di mulutnya, "Khamhu aphashih." jawabnya dengan mulut penuh makanan.
"Siniin gak! Sini, mau aku buang!" titah wanita itu sambil melotot.
Ganendra, yang masih kukuh pada pendiriannya, bertahan mati-matian dari serangan Faleesha yang mematikan, "Gak! Kenapa sih dibuang?! Ini enak!" balasnya lari-lari kecil menghindar dari wanitanya.
"Ganendra, please, aku lagi capek, nggak mood juga buat bercanda, siniin dimsumnya biar aku buang." pinta Faleesha yang kini agak melembut.
Ganendra menggeleng keras, "Nggak! Kamu tuh, kenapa makanan seenak ini dibuang sih?! Aku tau kamu beli bahan-bahan ini dari duitmu juga, tapi ya jangan dibuang-buang gitu dong, Fal, sayang ini makanan." sebagai pemakan segala nomor satu di rumah ini, haram bagi Ganendra untuk membiarkan makanan layak konsumsi berada di tempat sampah. Apalagi kalau makanan itu adalah makanan yang dibuat istrinya, sudah pasti ia menentang keras ide untuk menyingkirkan hasil jerih payah Faleesha selama kurang lebih dua jam disana.
"Nggak enak. Ini nggak kayak dimsum di tempat kita suka makan, aku malu ngasih makanan gagal ke kamu." Faleesha menunduk, menahan laju air mata meski bicaranya bergetar.
Bukan tanpa alasan Faleesha berperilaku demikian. Pasalnya, dua hari yang lalu, ia juga gagal dalam percobaan ketiga dalam membuat pempek ikan tenggiri. Namun, bukan malah memilih untuk menaruh kegagalannya ini di tempat sampah, Ganendra justru memakan habis setiap makanan yang masuk dalam daftar kegagalannya.
"Apa bedanya? Sama aja, sama-sama enak."
"Beda. Punyaku terlalu padet, rasanya pun nggak mendekati dimsum yang suka kita makan."
Ganendra perlahan mendekat, "Ya terus kalau rasanya nggak mendekati, kenapa? Kalau rasanya sama persis, justru aku mesti curiga ke kamu, karena ternyata diem-diem kamu udah buka bisnis baru lagi di belakang aku. Kalau tahu kamu ada bisnis baru yang rame, kan aku bisa minta makan gratis terus disana." kelakarnya mencoba mencairkan suasana.
Faleesha terdiam, mencoba menahan tawanya.
"Nggakpapa, sayang, ini sudah sangaaat enak. Kalau kamu ngerasa nggak enak, lidahmu mungkin yang rusak. Ini enak, dan aku jamin anak kita akan suka banget sama ini. Zevanya itu seperti aku, Fal, dia pemakan segala. Selera dia pun sejauh ini mirip-mirip aku, jadi kalau aku bilang ini enak, pasti enak. Good job baby," lelaki itu seakan memupuk kembali kepercayaan Faleesha. Kalimat penyemangat itu kemudian ditutup dengan kecupan ringan di pucuk kepala sang wanita.
"Rambutku kan bau masakan."
Ganendra terkekeh, "Iya, memang."
Faleesha melotot.
"Ya memang. Nanti habis jemput Zevanya dari rumah Mama, aku cium lagi, sudah wangi belum. Kalau belum, tandanya kamu gak keramas. Jadi, harus siap-siap karena aku akan melakukan sidak."
Faleesha tertawa renyah, "Sidaknya kapan aja?"
"Yaa rahasia lah! Sewaktu-waktu bisa aku sidak."
"Tapi beneran makananku itu bisa dimakan? Buang aja deh, aku nggak pede, sumpah."
Ganendra berdecak, "haish! Kalau dibilang suami tuh nurut, gitu. Makanan yang kamu cap gagal itu belum tentu bisa aku buat. Jadi rasanya agak kurang tau diuntung kalau aku banyak komentar, sementara bikin yang mirip kayak punyamu aja nggak bisa. Lagian, mau makananmu itu terlalu padet, terlalu kopong, terlalu asin, terlalu manis, apapun aku makan!"
"Kalau gitu, nanti bakal selamanya zonk dong?"
"Ya nggak dong. Kan sambil aku selingin masukan. Kalau aku hina-hina, itu beda lagi ceritanya. Nggakpapa, sayang, kita semua belajar, nggak ada hasil yang instan, semua berproses. Udah ya overthinkingnya, selama ini Zevanya makan masakanmu aja selalu minta nambah juga, kok. Kan kata orang, anak kecil itu makhluk terjujur sedunia."
"Yaa Zeva itu memang ngikut kamu, suka semua makanan!"
Ganendra menggeleng, "Nggak juga. Tempo lalu, dia dikasih Mama makan makanan yang dibeli dari resto langganan Mama, dia nolak, disembur-sembur doang sambil dijadiin bahan keramas itu nasi sama lauknya."
"Hah?! Kapan dia begitu? Astagaa, anakmu Ganendra, bisa-bisanya!"
Ganendra tertawa, "Memang anakku itu, bisa tahu mana yang enak dan nggak enak." ujarnya berbangga dengan senyum yang mengembang sempurna.
Lelaki itu lantas melirik jam di pergelangan tangannya, "Dua puluh menit lagi aku jemput Zeva. Sementara itu, aku bantu kamu beres-beres dapur, yah, meskipun nggak seberapa, anggap aja ini bayaranku atas makanan enak yang kamu bikin ya."
Tanpa banyak bicara, Ganendra bangkit, "Aku taro dimsum di dalam microwave, biar nggak kamu buang." katanya menutup rapat-rapat microwave seakan benda itu dilengkapi dengan sistem keamanan yang tinggi demi menjaga dimsumnya dari jangkauan Faleesha dan ambisinya untuk membuang hasil karyanya sendiri.
"Kamu kalau mau duduk aja gapapa, sana, duduk di meja makan."
"Nanti kamu nggak tau tempat naronya."
"Yaa aku tanya kamu."
"Halah, udah, bikin ribet aja. Aku disini, mantau kamu biar naronya nggak salah."
"Siap, Nyonya."
***
HAAAAII, AKU KEMBALI LAGIIII~ apakah msh ada yg baca ini?!?!? Mudah-mudahan masih ada yah, maafinnn baru ngepost lagii, kl ada waktu senggang aku usahain rajin-rajin update yaah wkwkwkw makasii semua love youuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Akad [SIDE STORY]
RomanceKeseharian Faleesha sama Ganendra. Kadang-kadang suka flashback juga.