Marahnya Galane

42 5 2
                                    

Setelah acara lomba itu seperti janji Galane kepada Hezel. Mereka akan latihan berdialog di rumah Galane.

Galane tidak merasa Hezel beda. Apakah benar apa yang dikataja Katherine tentang Hezel yang cemburu dengannya? Tapi pemuda itu biasa saja namun agak sedikit pendiam dari biasanya.

"Alane" Hazel memanggil Galane sambil melambaikan tangannya di depan wajah Galane.

"Eh iya, kenapa?"

"Harusnya gua yang manya ke elo. Lo kenapa?"

Galane menggaruk kepala belakangnya tak gatal "Gak papa kok. Eh tapi lo manggil gue apa?"

"Alane?"

Galane tersenyum dan mengangguk "Gue suka nama panggilan itu"

Seketika detak jantung Hezel berdetak kencang mendengar pujian dari Galane. Apalagi senyuman manis gadis itu.

"Sadarrr zell dia udah punya pacar!!" Ucap Hezel pada dirinya dalam hati.

"Jadi gak papa kan gua manggil lo itu?"

"Gak papa kok"

"Oke, gua lanjut dialognya. Lo jangan ngelamun lagi"

"Hehe sorry..." Hezel tersenyum kemudian ia melanjutkan latihan berdialog.

"Lihat baik-baik. Satu-satunya hal yang aku siap adalah tidur"

"Bersiaplah melihat isi hatimu, Tom Thornton. Janjimu telah didengar dan bukan oleh aku saja"

"Saat kau berjalan ke..." Hezel tak melanjutkan dialog dramanya. Seketika kalimat-kalimat yang ada di buku itu hilang seketika.

Galena paham. Ia menyuruh Hezel untuk duduk.

"Istirahat dulu sini. Lo udah latihan setengah jam" Hezel pun menurut, ia duduk di kursi sebelah Galena kemudian ia meminum minuman yang sudah disediakan.

"Ahh capek juga latihannya"

"Baru latihan, nanti juga terbiasa kok"

Hezel mengangguk. Ia melihat kembali buku dialognya sambil menghafal-hafal dialognya.

"Zel"

"Ya?" Jawabnya tanpa menoleh ke Galena.

"Kita temen kan?" Mendengar pertanyaan Galena membuat Hezel menoleh dengan kening yang mengerut.

"Iya. Kenapa lo nanya gitu?"

"Nggap papa, lo gak malu temenan sama gue? Maksudnya di sekolah temen gue cuman Katherine. Dan anak-anak sekolah gak ada yang suka sama gue karena gue nerd dan gaya gue kayak nenek-nenek"

"Nggak lah ngapain gua malu. Lagi pula kita kan ngobrol pas sekolah sepi" Galena terdiam mendengar jawaban Hezel.

Bukankah sama saja. Mendengar pernyataan Hezel Galena bisa menyimpulkan kalau pemuda di sebelahnya sebenarnya malu berteman dengannya.

Mood Galena hilang seketika.

Ia tersenyum miris. Lagi pula kenapa juga dia merasa senang berteman dengan Hezel.

Apakah dia harus menghindari Hezel?

Sungguh menyebalkan berteman dengan pemuda berandalan dan terkenal di sekolahnya. Apa yang lo harapkan Galena? Tanyanya pada dirinya sendiri.

Sementara Hezel ia tidak merasakan bahwa kalimat yang ia lontarkan kepada Galena bisa menyakiti hati gadis di sebelahnya.

***

Galena berjalan menuju lokernya untuk mengambil buku yang akan dipelajari mata pelajaran selanjutnya. Hezel tak jauh disana bersama para sahabatnya menatap gadis itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang