Bel berbunyi nyaring dan menggema di seluruh koridor sekolah menandakan akhir dari kegiatan belajar hari ini.
Mereka berempat segera pergi meninggalkan kelas dan menuju parkiran siswa.
Di tengah perjalanan, Oliv dan Ziya berbelok arah karena rumah mereka lebih dekat jika melewati jalan pintas.
Dalam perjalanan pulang menuju rumah Salsa, Ica menampilkan raut wajah yang agak berbeda. Ia bisa melihat dari kaca spin, mendadak wajahnya selalu senyum-senyum.
Motor yang ditumpangi mereka berdua kemudian berhenti di depan rumah Salsa. "Sa, besok hari Minggu lo datang ke rumah gue ya, soalnya mau ada perayaan acara," ujar Ica dengan jelas.
Salsa bingung ketika dia diajak ke rumahnya Ica pas hari Minggu. Bukannya kalo hari minggu mereka beribadah ya?
"Acara? Bukannya itu khusus untuk orang China, ya?" ucap Salsa yang makin penasaran.
Ica menghela napas. "Ini bukan soal agama ya ... siapa saja boleh ikut, gue juga ini disuruh sama papa gue buat ajak temen-temen." Ia tersenyum setelah mengatakan itu menampilkan gigi putihnya yang berbaris lurus.
Salsa mengangguk paham. "Oke-oke, santai aja gue pasti datang. Gue gak sendirian, kan? Jangan lupa lo juga kasih tau Oliv sama Ziya!"
"Tenang itu udah pasti."
"Terima kasih ya Ca," ucap Salsa setelah berangkat dan pulang bareng Ica.
"Iya sama-sama, besok dan seterusnya bareng sama gue lagi ya," ungkap Ica sembari melambaikan tangan kanannya.
Setelah mengucapkan itu Ica kembali mengendarai motornya untuk pulang. Salsa menatap dari belakang punggung temannya yang sangat baik.
***
Hari demi hari telah berlalu. Hingga tak terasa sudah hari Minggu. Pagi yang cerah, burung-burung bersiualan. Cahaya matahari mulai memasuki rumah minimalis berwarna putih tulang.
Salsa tengah membantu sang Bunda menyimpan menu sarapan pagi ini. Tumis bayam, tahu isi, nugget ayam sudah tertata rapi di meja makan.
Ketika semuanya sudah siap mereka duduk dan mengambil sarapan yang diinginkan.
Sesuatu terlintas dipikiran karena hari ini ada acara yang temennya sampaikan. Tetapi ia belum izin kepada Ayah dan Bundanya.
Porsi makannya yang tinggal setengah ia memperhatikan kedua orang tuanya yang berada di depan.
Ia menelan makanan yang ada di mulut dan membuka percakapan. "Yah, Bun, nanti Salsa menghadiri acara temennya Salsa, boleh, kan?" ucapnya denagn nada pelan.
Mendengar itu kedua orang tuanya langsung menghadap ke arahnya.
"Acara apa?" tanya Hendra sembari memasukkan tahu ke dalam mulut.
"Enggak tau, Yah. Kemarin teman Salsa cuma bilang begitu," jawab Salsa sedikit ragu jika ayahnya tak memberi izin.
Hendra dengan raut wajah tak biasa kembali berkata. "Boleh. Tapi jangan lama-lama, ingat jika selesai langsung pulang." Ia khawatir jika anaknya di luar terlalu lama. Itu berpengaruh pada sikapnya.
Selama ini ia sudah mengurus, merawat dan mendidiknya. Ia tak mau usahanya terhapuskan sia-sia.
Jika Hendra sudah memberi izin ia tak meminta izin kepada Rina, karena baginya pendapat orang tua selalu sama.
"Terima kasih Ayah. Nanti Ayah sama Bunda pulang jam berapa?"
"Ayah pulang jam 18.00 wib," ucap Hendra yang sudah selesai makan dan beranjak berdiri.
"Kalo Bunda tergantung customer," sahut Rina.
"Oke, deh."
Tak lama setelah sarapan pagi, Hendra dan Rina berangkat kerja bersama.
Setelah mencuci piring dan menyapu, Salsa kembali masuk ke kamar. Di sana ia merebahkan tubuhnya single bad yang ada di kamar.
Kini seorang gadis yang tadi sempat meminta izin kepada kedua orangtuanya sedang bingung memilih pakaian di depan lemari.
Hampir satu jam ia berada di sana tetapi belum ada baju yang ia pilih untuk menghadiri acara hari ini.
Pada akhirnya, Salsa pusing sendiri melihat pakaian yang sama dan berulang-ulang. Ia memutuskan mengambil jelana kulot hitam, kemeja blue dan kerudung andalan-hitam warnanya. Terkesan sederhana telah menjadi favoritnya sejak lama.
Tiba-tiba saja ponsel berbunyi dengan keras. Lantas membuat sang empu kaget dan mengecilkan suara itu sebelum mengangkat telefon.
"Halo?"
"Iya, ada apa?"
"Lo cepet siap-siapnya, gue mau on the way sekarang!"
"Eh, bukannya sekarang masih jam 12, ya?"
"Maksudnya nanti jam setengah satuan. Bawahannya lo pake celana apa rok?"
"Kayaknya rok deh. Soalnya kebanyakan bawahan gue rok. Kalo lo?"
"Gue celana. Mending lo juga pake celana aja sih."
"Loh, emang kenapa kali pake rok?"
"Nanti gue jelasin kalo udah ketemu lo. Ya udah gue mau makan, bye."
Tut
Panggilan terputus. Tak lama setelahnya juga terdengar suara adzan dari Masjid yang tak jauh dari rumahnya.
***
"Oliv, mana nih katanya mau ke sini jam setengah satu. Ini, kan hampir jam satu," gumam Salsa yang sedang menunggu Oliv di depan rumah. Terpapar jelas di layar handphone jam menunjukkan pukul 12.55 wib.
"HAI." teriak Oliv. Gadis itu memakai dress berwarna hitam yang kelihatan sedikit ngatung dan rambut cokelat yang terurai.
Salsa berjalan ke arahnya. Di persimpangan jalan mereka bertemu Ziya. Dia memakai celana jeans dan kemaj
KAMU SEDANG MEMBACA
A True Friend
Подростковая литератураSalsa, seorang gadis polos yang baik kepada semua orang di dekatnya. Sifat yang mudah bergaul menjadikannya menilik banyak teman. Dari sekian banyaknya teman ada beberapa yang sudah ia anggap sebagai sahabat, bahkan persahabatannya itu bagaikan kelu...