🖇️ 2. Tersungkur Menyebalkan

216 76 69
                                    

Mata pelajaran olahraga sebentar lagi dimulai. Kini semua siswa-siswi kelas X MIPA 1 sudah bersiap dengan kaus olahraga mereka masing-masing. Termasuk Salsha.

Sialnya tadi Salsha di tinggal oleh teman-temannya yang sudah menuju lapangan dikarenakan tadi ia harus menghampiri seseorang terlebih dahulu.

Dari kejauhan Oliv melihat Salsha yang sedang mengobrol dengan orang lain, tiba-tiba saja dia memanggil namanya.

"SHA, SINI! LARI!"

Salsha yang merasa terpanggil pun segera mengakhiri obrolannya. Ia berlari menuju Oliv. Di sisi lain Oliv langsung terkekeh pelan melihat itu.

"Enak nih punya teman yang nurut," gumam Oliv sambil berkhayal seperti merencanakan sesuatu dari kejauhan.

Tapi setelah dipikir-pikir Salsha salah. Baru beberapa langkah berlari, ia memutuskan melanjutkannya dengan berjalan kaki.

"Loh, kok berhenti larinya?" celetuk Oliv berkacak pinggang.

"Suka-suka ak–gue lah, lagian lo kenapa sih suruh gue lari?" Salsha hampir saja lupa dengan kosa kata barunya yang digunakan sejak berteman dengan mereka.

Beberapa waktu lalu Salsha memang menggunakan kata aku–kamu, tapi saat bertemu Oliv ia disuruh merubah kosa katanya itu. Katanya enggek enjoy aja kalo enggak gaul. Wkwkwk.

Oliv menundukkan kepalanya, alih-alih mencari alasan untuk menjawab.

Prittt! Prittt!

Suara peluit terdengar begitu nyaring membuat beberapa orang menutup telinganya. Begitu Salsha dan ketiga temannya.

Seorang guru laki-laki bertubuh kekar mendekat. Langkah kaki panjang miliknya kembali datang menghampiri kelas X MIPA 1 di lapangan. Ia membawa sebuah bola basket di dekapannya.

"Berapa kali Pak, larinya?" tanya seorang laki-laki di pojok belakang setelah selesai pemanasan. Sebentar lagi ia akan memulai larinya. 

"Sepuluh kali aja cukup," jawab Pak Kian santai. Ia melihat reaksi dari murid-muridnya yang mendonggakan kepala dan terkejut. Detik berikutnya Pak Kian terkekeh bahagia.

Entah apa yang dipikirkan guru itu sekarang. Pasalnya satu putaran lapangan sama saja dengan tiga puluh lima meter. Belum lagi dikalikan sepuluh? Sama saja mereka seperti lomba maraton.

Banyak yang protes tetapi tak dihiraukan olehnya. Alhasil mereka tetap melakukan sesuai perintah dengan terpaksa.

Mentari menyinari pagi dengan hangat. Kehangatan yang bisa dirasakan semua orang, kedatangannya membawa sejuta manfaat.

Tak terasa sekarang sudah mulai  memasuki menit kelima mereka berlari. Salsha dan ketiga temannya yang baru akan memasuki putaran kedua sudah merasakan cape.

"Please, ini enggak salah, apa?" tanya orang dengan rambut panjang sepunggung–Ica itulah namanya dia. Salah satu orang Chinese di sekolah ini.  Mendadak Ica berhenti dari larinya dan meletakkan kedua tangannya di lutut.

"Kayanya enggak deh, tapi kok Pak Kian agak aneh ya?" sahur Ziya yang selalu memperhatikannya sedari tadi.

Posisinya yang berdekatan, membuat mereka bisa mengobrol sambil berlari kecil-kecilan.

Perkataan Ziya membuat Salsha mendadak berhenti. Ia benar-benar terkejut dan tak menyangka akan hal itu.

"Loh, kok bisa?" tanyanya penasaran.

Ziya yang berada di belakang Salsha, ia tak menyadari jika orang di depannya telah berhenti. Ia masih setia dengan langkah kecil yang menemaninya.

Burg!

A True Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang