"Woy, cepetan! 5 menit lagi bel!" seru Oliv berlari paling depan.
Lima menit lagi bel berbunyi bertanda sebagai pergantian mapel. Mereka berempat berdesakan untuk berlari menuju kelas sebelum koridor terpenuhi oleh orang yang berlalu-lalang di sana.
Mereka ke kelas hanya untuk mengambil baju OSIS di bangku masing-masing setelahnya mereka keluar kembali. Kini, suasana di kelas tak sehening tadi pagi karena semuanya sekarang tengah menyiapkan pr-nya yang terlupakan.
Walaupun kaki mereka sudah terasa sudah cukup cape, mereka tetap berusaha lari untuk mempersingkat waktu.
Sesampainya di kamar mandi putri, mereka berhenti sembari mengatur napas yang tersengal-sengal. Raut wajah mereka kembali padam, melihat semua pintu kamar mandi tertutup.
"Argh!" pekik Oliv sudah tak tahan lagi. Kulitnya terasa lengket setelah berolahraga tadi. Ia berjalan melebarkan langkahnya menuju pintu kamar mandi yang masih tertutup.
Kebiasaannya masih belum bisa dihilangkan, jika masalah mengantri ia tak tahan. Ia rela tak jajan jika harus mengantri, apa lagi sampai harus berdesakan.
Tok! Tok! Tok!
Ia menggedor pintu dengan sekuat tenaga. Berharap orang di dalam merasa terganggu, dan cepat untuk keluar. "WOY CEPETAN LO!" ucapnya pada orang yang tak dikenal di dalam sana.
Ia juga tak mengerti kenapa ketiga temannya masih santai saja. Suasana yang menurutnya panas, ia tidak mau tersulut emosi.
Oliv beralih ke pintu yang lain dan melakukan hal yang sama. "Salsha, karena lo yang enggak sibuk, bantuin gue kerokin pintu itu," ucap Oliv sembari menunjukkan pintu yang dimaksud.
Tiada usaha yang membuahkan hasil, setelah beberapa menit Oliv mengetok pintu, kini ada salah satu pintu yang terbuka. Seorang siswa keluar sembari merapikan rambut yang hendak diberi pengikat.
Deringan nyanyian suara idol Korea mendadak berbunyi lumayan keras. Ternyata suara itu ialah telepon yang berasal dari ponsel milik Ica. Dia kemudian mengurangi volume daan mengangkatnya lalu berjalan menjauh.
Ketika sudah lumayan menjauh beberapa meter Ica mendapati sebuah kaki yang berselonjor di sana. "Aaaa!" teriak Ica kaget. mendapati sesuatu di depannya
"Siapa lo?" tanya Ica penasaran. Pasalnya ia tidak tau pasti orang itu. Baru saja bertanya dua patah kata, orang itu berlari begitu cepat tanpa menjawab, bahkan orang itu tak menghadap kepadanya sehingga ia tak melihat begitu jelas wajah orang itu.
"Ica? Kamu kenapa?" Suara Mama Ica di sebrang sama.
***
Suara bel terdengar sampai tempat mereka saat ini. Keadaan semakin panik dirasakan oleh mereka, terlebih lagi Ziya.
Ia berkali-kali melihat jam di tangannya berharap jamnya rusak atau bel sekolah mereka yang eror. Kepanikannya membuat ia risau.Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul hampir setengah 11.
"Ca, coba gue mau lihat hp lo sebentar," pinta Ziya.
"Buat?" tanya Ica penasaran.
"Udahlah sini dulu," jawab Ziya berusaha menutupi kegelisahannya.
Lagi-lagi Ica tak mau memberikan handphone-nya. "Ya, buat apa dulu?" tanya Ica lagi.
Sebelum Ic kembali bertanya, ia segera menjawab. "Ngaca," alibinya asal-asalan.
Tanpa disadari Oliv telah pergi meninggalkan mereka sejak tadi. Tak perlu menunggu waktu lama Ziya, Salsha, dan diakhiri Ica juga memasuki kamar mandi yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
A True Friend
Fiksi RemajaSalsa, seorang gadis polos yang baik kepada semua orang di dekatnya. Sifat yang mudah bergaul menjadikannya menilik banyak teman. Dari sekian banyaknya teman ada beberapa yang sudah ia anggap sebagai sahabat, bahkan persahabatannya itu bagaikan kelu...