•●•
"Kebaikan berlandas akan pembiasaan. Kejahatan, berlandas akan ketekunan. Sama-sama memiliki arti, namun dalam konsep pandangan yang berbeda."
–hcnaluuu
•●•
"Kalian pada kenapa sih Bule tanya? Udah kaya orang yang punya kekurangan Bule liat. Adaaaa aja kelakuannya.
Apa lagi si Nara ni, kasian nanti Diksa kena rabies." Nara diam. Kondisi wajahnya masih memerah dikarenakan menahan amarah.
Para remaja tadi ingin tertawa, tapi harus berpikir dua kali dulu untuk melakukannya.
Bule Nara, Radmila Wijaya adalah salah satu tokoh yang paling disegani di desanya. Selain dirinya yang berstatus sebagai istri dari mantan kepala desa, beberapa ketegasan dan peraturannya disekitaran daerah itu juga tidak main-main dampak yang diberikannya.
Adanya peraturan dan larangan-larangan lain yang tetap berlaku di desa itu membuat nyali para preman dan remaja langganan tawuran menciut.
Arladiksa dan teman-temannya juga salah satu dari banyaknya kelompok yang telah didisiplinkan oleh bule Nara.
"Kamu, Azka. Tadi juga Bule liat kamu nunduk-nunduk gitu kaya lagi cari sesuatu. Kamu nyari apa?" Perhatian mereka semua tak terkecuali Nara sekarang beralih kepada Azka.
Azka diam.
Ia kemudian menarik nafasnya dan menghembuskannya secara perlahan.
"Saya lagi nyari liontin dari Umi saya Bule. Tadi pengaitnya jatuh." Jawab Azka dengan kondisi wajahnya yang sendu.
Ah.. Radmila tidak suka ini.
Ia tidak suka melihat wajah yang selalu menampilkan senyumannya yang begitu indah itu kini tengah terlarut dalam kesedihan.
Arladiksa terlihat seperti tengah memikirkan sesuatu, sepertinya dirinya tengah memahami apa maksud dari perkataan Azka.
Dengan tergesa ia merogoh kantong celana kanannya, dan tentu saja tindakannya ini tak luput dari perhatian semua orang yang tengah berada disana. Dengan penasaran mereka terus memperhatikan gerak-gerik darinya,
"Ini kan Ka?" tanyanya.
Dan ternyata, ia mengeluarkan sebuah liontin.
Manik milik Nara dan Azka membola terkejut,
"Alhamdulillah ya Allah.. Iya Diksa, itu dia. Makasih banyak ya.. Saya kira tadi engga sengaja kamu injek" Akhirnya senyum kelegaan pun terbit dari bibir tipis milik Azka.
Arladiksa menyeringai puas. Ia menggosok-gosok hidungnya bangga sembari melirik kearah Nara yang tengah menampilkan wajah kesalnya.
'Syukur deh. Gua kira diinjek sama ni item.'
'Tapi tengil banget mukanya taiiiii' sambungnya dalam hati dengan tatapan kemusuhan kearah Arladiksa.
"Hm. Itu gua selametin, gua kira ni betina satu mau ngambil liontin lo yang dalam kata lain, mencuri." Ucapnya dengan menekankan kata-kata terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARRAKA
Fanfiction"Karna Jogja, adalah awal dari semua suka duka kita." Jika Jogja menorehkan kenangan indah bagi Azka dan Alyanara, Maka bagi Arladiksa, Bandung dan Jogja malah sama mengerikannya. Kala itu, kisah kita dan Jogja- Mencakup tiga tempat utama yang berbe...