05 : Kelegaan

11 1 0
                                    

"Naon? Teu narima maraneh?? Sok atuh kadieu. Main di tengah kita,"
(Apa? Ga terima kalian? Ayo sini. Main ditengah kita,)

Jino menaikkan lengan di bajunya, terlihat jelas bahwa ia tengah mencoba menantang para remaja yang berada tak jauh darinya itu.

Nara yang melihat perubahan tingkah laku secara tiba-tiba dari Jino pun terkejut bukan main.

Ini Jino? Jino yang ia kenal?

Mengapa sekarang adik sepupunya itu malah terlihat begitu mengerikan?

"Tahan ketua, itu anaknya Bos Radmila." Salah seorang anggota lelaki yang mencari masalah dengan Jino dan Nara tadi tertegun.

"Cih"

"Woi?"

Jino ternyata masih memanas.

"Kenapa? Ayo sini. Mana mulut lo yang kurang ajar tadi ha? Seenaknya aja manggil cewe yang ga lo kenal dengan sebutan hina kaya gitu." Tangannya ia bawa ke saku celana trainingnya. Dagu dan rahang yang tegas itu terangkat, menunjukkan keangkuhan dan rasa murka yang ada didalam dirinya.

Terdiam. Kerumunan remaja tadi hanya bisa terdiam.

Jino berdecak. Mengabaikan Nara yang khawatir dibelakangnya

Riuhnya suara khas pasar yang begitu ribut tadi seketika langsung hening. Hening karna mereka mengetahui siapa yang tengah berada di puncak amarahnya saat ini.

Para pedagang yang telah lama mengenal Jino pun bungkam, tak menyangka bahwa lelaki yang sangat lembut dan memiliki sopan santun yang tinggi itu kini tengah meradang di tengah-tengah mereka.

"Ulangin! Ulangin kata-kata kalian tadi. Mungkin gua salah dengan mempertanyakan didikan orang tua kalian disaat gua ga tau apa-apa tentang keluarga kalian. Karna bisa aja didikan yang orang tua kalian berikan itu udah tepat pada tempatnya" Jino menuntut. Menunjukkan raut kemarahan yang begitu kentara yang tak repot untuk ia tutupi.

"Jino.." Nara memegang lengan baju adiknya itu. Ia bukannya takut kepada Jino. Ia hanya takut jika Jino akan meledak dan merusak nama baik dirinya sendiri atau pun ibunya.

Jino melirik ke arah belakang, menatap manik Nara yang juga tengah menatapnya dengan lembut.

"Udah Jino"

"Tapi mereka kurang ajar sama Kakak."

"Kalo masalah itu mah aman No"

Tiba-tiba suara lain menyahut dari belakang mereka

Jino mengernyit, menatap dengan teliti kerumunan lain yang tiba-tiba saja muncul bak dedemit di siang hari bolong.

"Anggota gua bisa turun tangan" ternyata itu adalah Arladiksa. Menampilkan smirk licik kengerian khas miliknya yang telah lama tidak ia keluarkan.

Rupanya Arladiksa dan teman-temannya sedari tadi sudah melihat perdebatan panas yang dilakoni oleh Jino.

"Ada apa tuh?"

Dan dilain tempat pula, tak jauh dari mereka seorang lelaki yang tengah memikul karung beras pun terlihat penasaran atas kerumunan yang berkumpul dari dua sisi. Maniknya ia picingkan, berusaha untuk meneliti kearah diseberangnya.

"Diksa!!" Ucap Azka terkejut. Maniknya kembali ia bawa mengedar ke bagian lain dari sisi berdirinya Arladiksa, hingga lagi-lagi kelereng itu membola dikarenakan ada dua sosok lain yang dikenalinya tengah berada di tengah-tengah kerumunan.

"Jino? Nara??" Ia berbisik pelan. Sampai di detik selanjutnya sebuah peristiwa yang sukses membuat jantungnya seolah-olah akan melompat dari tempatnya pun terjadi,

ARRAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang