"Nara. Mandi, cuci muka sikat gigi. Baru sholat, abis itu jogging terus ke pasar sana" Radmila menepuk-nepuk dengan gemas pantat dari keponakan brandalannya itu. Belum waktunya untuk menyibak gorden, karna jam masih menunjukkan pukul empat tiga puluh pagi.
"Enggg buleee. Jam lima aja belom ah" Nara mengubah posisi tidurnya menjadi lebih nyaman. Menutupi telinga dan wajahnya kemudian kembali tertidur dengan pulasnya.
Radmila yang melihat itu hanya bisa tersenyum manis.
"Bangun atau kusiram?"
"BerchandyaaAaaAAaAa
BerchandyaaAaaAAaAa~" Nara langsung berdiri. Mengambil handuk kemudian segera bergegas untuk pergi ke kamar mandi dan memulai aktivitas pagi harinya.
Setelah berkutat cukup lama di dalan bilik air tersebut, Radmila bisa mendengar kesenyapan yang tiba-tiba saja menyelimuti ributnya suara Nara yang bernyanyi tadi. Membuatnya langsung menjadi penasaran dan khawatir akan keponakannya itu,
"Nar–"
"BULE, INI AERNYA KENAPA MATI!?" Nara berjalan keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang hanya menutupi daerah dadanya kebawah. Ia keluar dengan kondisi mata yang tertutup dengan tangan meraba-raba sekitarnya.
Radmila tepuk jidat dibuatnya. Nara benar-benar menguras kesabarannya.
Ya kalau memang airnya mati atau tidak ada, tak bisakah ia menunggu di dalam kamar mandi dan bukannya keluar? Keluar pun hanya menyusahkan saja karna tak menghasilkan apa-apa.
"Masuk lagi, masuk!!" Tanpa babibubebo Radmila langsung menoyor kepala Nara dan mendorong anak itu untuk kembali menuju ke kamar mandi, menyebabkan Nara menjadi tergopoh-gopoh karna tidak dapat melihat jalan yang ada di depannya.
Bukannya bagaimana.. Anaknya yang paling besar sudah kelas sepuluh SMA. Bisa gawat jika ia sampai bangun dan melihat Nara yang tengah kutang dada begini,
Karna anaknya itu cukup pemalu. Sangat bahkan.
"Bunda..."
"SIAPE TUH!?" Nara menahan badannya yang didorong oleh Radmila dengan kedua tangannya di depan pintu masuk kamar mandi, kemudian menyembulkan kepalanya keluar untuk memeriksa siapa yang bersuara tadi.
"ANAK GUA. MASUK LU JAMAL!!" Semakin menjadi saja tolakan yang Nara terima di kepalanya. Mau tidak mau ia pun jadi harus masuk ke kamar mandi sebelum Radmila menelannya hidup-hidup.
"Bunda.. Adek mau wudhu" Seorang lelaki jangkung memasuki dapur Radmila sembari mengucek-ngucek matanya yang masih terasa berat karna ia diam-diam tidur pukul dua tadi malam,
Hanya demi push rank.
"Hahh.. Hah.. Kenapa ga pake kamar mandi yang satu lagi Adek? Disini ada Kak Nara." Radmila ngos-ngosan. Dirinya sudah menutup pintu kamar mandi dan segera berlari keluar untuk menghampiri sang anak yang masih mengantuk dan berada di depan pintu dapur saat ini,
"Takut Bunda.. masih terlalu gelap"
Karena penasaran akan sosok anak dari tantenya itu, Nara pun lagi-lagi menyembulkan kepalanya untuk sekedar memeriksa ke arah luar. Tepatnya di depan pintu masuk dapur, tempat dimana Radmila tengah berdiri menumpukan satu tangannya ke arah seseorang yang begitu jangkung.
"AdEK HAAAAAH!!!!"
"Kenapa Jino!?"
Jino terkejut, Nara juga terkejut.
Nara yang tadi di teriaki oleh Jino pun seketika langsung jatuh lemas terduduk dan memegangi jantungnya, tak jauh berbeda dengan Jino yang bersender pada dinding dan juga memegangi dadanya. Mengabaikan Radmila yang sibuk celingak-celinguk kesana kemari guna mencari sumber yang membuat Jino tadi berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARRAKA
Fanfiction"Karna Jogja, adalah awal dari semua suka duka kita." Jika Jogja menorehkan kenangan indah bagi Azka dan Alyanara, Maka bagi Arladiksa, Bandung dan Jogja malah sama mengerikannya. Kala itu, kisah kita dan Jogja- Mencakup tiga tempat utama yang berbe...