•●•
Jogja, berpeluh dengan kebahagiaan, pulang dari angkringan. Mengukir kenangan diantara para penghuninya.
-hcnaluuu
•●•
Sekarang tepat pukul 16.30. Sebelum mereka jalan-jalan, keduanya menyempatkan diri untuk sholat Ashar terlebih dahulu.
Dan sekarang, Nara tak henti-hentinya mengagumi setiap sudut dari kota yang bergelar 'istimewa' itu. Semilir angin yang menerpa seluruh permukaan wajahnya, suara cicitan burung-burung yang bertengger di setiap tiang yang tersebar di seluruh sudut Kota Jogja memenuhi indra pendengarannya.
Azka menyadari keterkaguman Nara. Suara yang bergumam terus disampingnya merusak fokus lelaki itu. Dia yang sadar hanya tersenyum kecil, kemudian mengalihkan pandangannya dan memandangi Nara dari samping.
Tetapi mengapa yang dilihatnya justru keindahan tersembunyi dari sudut Kota Jogja?
"Kamu suka Nara? Inilah Jogja. Kota yang mengawali semua rindu, dan mengakhiri semua angan. Kota yang begitu indah, kota yang begitu menakjubkan. Kota yang menciptakan sejuta kenangan bagi para penghuninya."
Sembari terus mengkayuh sepeda yang sudah berusia itu, Nara juga terus memandangi manusia tukang cengir yang ada disampingnya ini.
Mengapa lelaki itu berulang kali mengagumi Jogja padahal ia adalah penghuni lamanya?
Apa ia tidak bosan? Dari kecil sampai sekarang terus mengagumi Jogja padahal telah berulang kali melihatnya.
Sekali lagi.
Apa ia tidak bosan?
"Lo ga bosan mengagumi Jogja terus? Heran gua. Dari pertama kali gua kemari dan ketemu sama lo, muka lo sama sekali gak menunjukkan keterbosanan."
Azka mengalihkan pandangannya.
Ia lagi-lagi tersenyum
"Buset, senyum lagi euy!"
"Kalau langit punya bulan dan bintangnya,
Maka saya punya Jogja dan keistimewaannya."
Nara termenung. Menatap dengan cermat wajah yang tengah tersenyum cerah disampingnya itu. Menutupi segala luka yang bahkan orang lain saja tidak sanggup hanya dengan mendengarnya.
Apa lagi jika mengalaminya?
"Ngomong-ngomong em.."
"Nara aja."
Azka terkekeh.
"Iya iya.. Teh Nar-"
"KITA SEUMURAN KA!! JANGAN TETEH!!" Nara hampir terjatuh karna ia tiba-tiba mengayuh sepedanya dengan begitu kuat pada pedalnya, tak seimbang dengan kecepatan yang mereka pakai dengan perlahan.
Azka berjengit terkejut, namun di detik berikutnya ia sukses tertawa dengan begitu lepas. Mengabaikan Nara yang tengah menatapnya aneh karna tiba-tiba saja tertawa tanpa ada sebab,
"Kamu lucu Nara, cara kamu marah itu lucu." Azka menghentikan laju sepedanya, ia kemudian menepi. Menumpukan satu tangannya kearah tiang lampu jalan yang tak hidup ditepian Kota Jogja saat itu, dan sekarang ia malah sibuk tertawa sembari tangannya yang satu lagi memegangi perutnya yang mulai keram, tak tahan akan guncangan yang di berikan sang empu di atas sana.
"Azka, udah. Kita di liatin orang-orang tau.."
Dan benar saja. Begitu Azka menghentikan tawanya, ia langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling, melihat kearah orang-orang yang menatapnya dengan berbagai tatapan yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARRAKA
Fanfiction"Karna Jogja, adalah awal dari semua suka duka kita." Jika Jogja menorehkan kenangan indah bagi Azka dan Alyanara, Maka bagi Arladiksa, Bandung dan Jogja malah sama mengerikannya. Kala itu, kisah kita dan Jogja- Mencakup tiga tempat utama yang berbe...