𝑷𝑹𝑶𝑳𝑶𝑮

198 18 0
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak!!💐💐

***

"Ada apa papa manggil Nara?"

"Ada yang ingin papa sampaikan sama kamu." Suaranya terdengar serius, ia menetralkan perasaannya dan melanjutkan kalimat. "Papa berniat untuk menjodohkan kamu dengan anak sulung teman papa, apa kamu mau menerimanya?"

Deg!

Apa yang baru saja ia dengar, perjodohan? Dia akan dijodohkan? Dengan teman papanya sendiri? Dia tidak salah dengar kan?

Wajahnya tampak biasa saja, tetapi tidak dengan perasaannya yang campur aduk, mendadak pikirannya terpacu untuk memikirkan hal tersebut. Ia bingung menjawabnya, dia selalu menurut dengan perkataan kedua orangtuanya, namun bolehkah ia sekali saja menolak dengan itu.

Beralih menatap wajah sang mama, seakan-akan timbulnya rasa jawaban darinya.

"Iya, sayang. Keputusan berada di tangan kamu." Ujar wanita paruh baya yang berada di sampingnya, semakin kacau dirinya sekarang.

"Yang disana emang nerima ma, pa?" Pertanyaan tersebut dibalas anggukan antusias oleh kedua orangtuanya.

"Kalau gue nerima, sekolah kedokteran ngga berlanjut. Kalau gue ngga nerima, itu bakalan bikin mama papa kecewa sama gue. Gue harus bener pikirin secara matang." Batinnya.

Tak selang lama, Anara kembali berbicara, "Anara udah buat keputusan." Jedanya kemudian ia menetralkan nafasnya untuk berusaha menjawab pertanyaan dari kedua orangtuanya, ia harus memikirkan hal tersebut dengan matang-matang.

"Anara terima dengan jawaban Anara sendiri ma, pa." Finalnya.

🍃🍃🍃

"Apa papa serius mengatakan ini? Apakah tidak ada cara lain untuk papa lakukan padaku?"

Sang lawan bicara hanya menghembuskan nafasnya menatap sang anak yang berusaha untuk menghindari perkataannya. "Tidak ada, Nanta."

Satu kalimat yang membuat seorang lelaki yang mengenakan jas putih miliknya itu tak memiliki alasan untuk mengelak permintaan tersebut.

"Baiklah, Nanta terima." Sang empu menghela nafas lega mendengar kalimat itu, "Tapi dengan satu syarat, setelah Nanta menikah, Nanta akan membawanya ke Dubai, tempat dimana Nanta dilahirkan. Apa bisa?"

"Seluruh jawaban tergantung kepada calon istrimu, Nanta. Apalagi yang harus papa pikirkan selagi itu berhubungan dengan calon istrimu."

"Oke, izinkan Nanta melihat wajahnya apakah pantas untuk menjadi seorang istri. Ehm ralat, calon istri." Ucapnya sesekali berdeham.

Pria paruh baya disana bergidik geli melihat tingkah sang anak di depannya, sungguh kaku sekali. Ia pun memperlihatkan serta sesekali memperkenalkannya samar-samar.

Nanta memperhatikan layar ponsel itu dan berkata, "Anak SMA?!" Ucapnya terkejut.

Sang papa spontan memukul tangan Nanta pelan, "Aish bisa-bisanya dibilang SMA, sudah berumur 21 kalau kau tau."

"4 tahun ya.."

"Huh ya sudah, lusa papa akan membawamu ke Indonesia untuk menjadi salah satu dosen beserta profesor di universitas sana. Tenang saja, itu adalah universitas dimana calon istrimu berada, jadi cari dan kunjungilah sesukamu, Nanta."

🍃🍃🍃

To be continued..

Hey! Prof. NantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang