𝑷𝑬𝑹𝑻𝑨𝑴𝑨

152 18 1
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak!!💐💐

***

Anara Athalla, seorang perempuan berumur 21 tahun yang kini sedang termenung menyendiri di atas kursi yang ia duduki sekarang. Di kala seluruh mahasiswi yang sedang heboh dengan adanya profesor pindahan dari Dubai. Dengar-dengar profesor tersebut akan mengajar di Universitas Dharma Bangsa yang terkenal akan kecanggihan teknologi yang ada.

Perempuan yang sudah menginjak semester 6 tak ingin menggubris bahkan ikut serta untuk menyambut kedatangan profesor tersebut. Ia hanya memikirkan sesuatu yang membebani seluruh pikirannya saat ini. Doa ingin tuk tak ambil pusing, namun ini juga berpengaruh akan kehidupannya selanjutnya.

Di tengah pikirannya saat itu, ia harap tidak ada mahasiswa keamanan di daerah sini. Dia hanya malas untuk ikut bergabung dalam keramaian di gedung utama. Lebih baik ia berdiam diri di kelas yang sepi ini daripada mendengarkan sambutan yang menurutnya tak penting.

Sering dipanggil Nara ini adalah anak sulung dari 2 bersaudara, berjarak hanya 2 tahun , tapi bukan berarti ia tak pernah bersosialisasi. Terkadang juga bisa menyendiri dengan dunianya, sering juga menolak ajakan teman kampusnya untuk berkumpul bersama.

Rambut dengan panjang sebahu serta warnanya yang berwarna kecoklatan pudar, matanya yang terlihat kalem dengan warna hitam perpaduan coklat pekat, bibir kecil pink alami, juga bulu matanya yang lentik, serta memiliki kulit yang putih menjadikan parasnya yang tampak sempurna baginya.

Kerap kali Anara dijuluki sebagai reinkarnasi dari sang ibu karena memang semirip itu saat masih di masa muda.

Cklek..

Seketika lamunannya buyar ketika mendengar suara knop pintu yang dibuka. Perempuan itu memicing diam-diam ke arah pintu, ia takut jika itu adalah keamanan kampus yang sedang mengecek satu persatu kelas.

Namun, Anara merasa lega ketika melihat siapa yang datang. Dia Kaharsa Athalla atau sering dipanggil Harsa, yang notabenenya adalah adik dari seorang yang bernama Anara.

Seperti nya laki-laki itu kemari dengan bersembunyi. Sudah terlihat dari gelagat nya yang menengok sama sini berharap tidak ada orang di dalam. Anara bingung dengan adik satu ini, sedang apa dia kesini, apakah tidak ikut acara di sana.

Harsa menengok pada tempat yang di duduki Anara yang juga menengok ke arahnya dengan tatapan bertanya-tanya. Kemudian laki-laki itu segera menghampiri bangku Anara yang berada di tengah-tengah.

Usai duduk, ia berkata, "Udah gue duga lo ga ikut, kak." Ucapnya.

"Ngapain lo kesini? Emang ngga ikut acara sambutan itu?" Tanya Anara pada Harsa di sampingnya.

"Awalnya sih gue ikut, tapi akhirnya gue kabur dari sana." Jawabnya membuat Anara mengerutkan keningnya.

"Kenapa kabur?" Tanyanya sekali lagi.

"Ya gue bosen banget, apaan profesornya lama banget datangnya, jadinya full sambutan inti kampus tadi." Ungkapnya malas sembari menjulurkan tangannya di atas meja.

Anara tak menanggapi itu, ia menumpu dagunya dengan kedua tangannya yang menyilang di atas meja dan mendengus kasar.

Harsa yang melihat itu pun mengernyitkan dahinya heran. "Kenapa lagi lo, kak?"

"Ga perlu gue jawab juga pasti lo tau jawabannya." Ucapnya dan di oh-kan oleh Harsa.

"Aelah tentang itu, emang kenapa? Lagian lo sendiri udah nerima dengan senang hati. Kalau lo masalah sih gapapa kan masalah lo bukan masalah gue. Jangan dipikirin atuh kak." Ucap canda Harsa terlalu serius untuk Anara yang selalu di seriusin.

Lantas Anara mendongak, "Makannya itu... Kepikiran lah gue nya, gimana sih jadi cowok ga peka amat."

Setelah itu, Anara beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu keluar dengan perasaan campur aduk, di tambah dengan ucapan adiknya itu kerap membuatnya terbawa perasaan.

"Lah lah kok ngambek, orang gue ga pernah ngalamin hal gitu, mana gue tau." Ucapnya samar, "Awas ketahuan keamanan lo!" Lanjutnya sedikit teriak pada sang kakak yang ingin membuka pintu kelas.

Brak!

"Lah beneran marah dianya." Gumamnya usai mendengar bantingan pintu yang ulahnya tak lain adalah Anara.

🍃🍃🍃

Ananta Rajaksa, yang kini tengah berada di lokasi, tempat di mana dia harus melaksanakan tugasnya sebagai pengajar di sana.

Terlihat ia sedang menelepon seseorang di tengah-tengah langkahnya menuju salah satu tempat yang berada di sana.

"Papa sungguh membuat acara sambutan seperti itu untukku?"

"Yaa, apa itu salah? Terlebih kau bisa menemuinya disana."

Lelaki itu berdecak kesal karena kelakuan sang papa padanya saat ini, apa ia benar-benar akan berbicara di depan seluruh warga kampus. Sungguh memalukan baginya. Mengapa tidak langsung saja, tanpa adanya acara penyambutan untuknya.

"Apa kau malu? Aish anak nakal, kau ini orang spesial disana, seorang profesor terlebih lagi kau pindahan dari Dubai."

"Bukan seperti itu maksudku, apakah ini tidak terlalu berlebihan, bukankah aku juga hanya seorang dosen disini."

"Papa hanya menyetujui rencana direktur saja, tidaklah berlebihan, kau sangat di spesialkan nantinya."

"Papa tau kan aku tidak ingin diperlihatkan oleh banyak orang, mengapa papa melakukan hal ini."

"Benarkah? Justru kau terkenal di kalangan masyarakat, apa kau tidak tahu selama ini? Ya sudah urus lah dirimu di sana, papa akan melanjutkan pekerjaan di sini."

Sambungan terputus kala itu, Ananta frustasi dengan percakapannya dengan sang papa baru saja, apa benar ia sudah terkenal sekarang? Mengapa ia baru saja tahu mengenai hal tersebut.

Ia mengalihkan pikirannya dan memilih untuk berjalan menyusuri lorong-lorong di kampus itu seraya jas yang dipakainya sesekali berterbangan akibat langkahnya yang terus menerus cepat.

Dengan segera ia menuju ke arah tempat di mana pertama dijanjikan oleh seseorang di sana. Gedung utama Universitas Dharma Bangsa yang terletak di gedung A bagian timur gerbang.

Lorong yang menyuruhnya tuk berbelok ke kanan, dengan tergesa-gesa ia tak sengaja menabrak seseorang yang sedang berjalan keterbalikan arah dengannya.

Spontan Ananta terdorong ke belakang akibat benturan yang sedikit keras di depan dadanya. Ia menatap seseorang yang menabraknya. Ralat, yang di tabrak olehnya.

"Aduh!" Decak orang tersebut sembari menggosokkan telapak tangannya ke dahinya nyeri.

"Maafkan saya, saya terburu-buru." Ucapnya sambil sedikit rasa bersalah padanya.

"Gimana sih kalau jalan jangan cepet-cepet dong, pelan kek, jadi makan korban nih." Katanya ketus.

"Mengapa nada berbicara mu sungguh tidak sopan?"

"Lah, emang kenapa sama nada bicaraku? Emang biasanya begini. Lagipula kita sama-sama mahasiswa di kampus ini, jadi kenapa dipermasalahkan hal kayak gitu?" Ucapnya, kemudian ia mendongakkan kepalanya menatap sang empu di hadapannya.

Dengan seksama ia menatap, sampai-sampai tak sadar jika sudah berkali kali di panggil oleh Ananta di sana.

"Kau benar tidak apa-apa? Hei."

Anara tersadar, ia memalingkan wajahnya ke arah lain, "Ehm iya gue gapapa, tenang aja." Ucapnya menutupi keadaannya yang sedang malu dengan apa yang dia perbuat baru saja.

Ananta merasa lega, "Syukur lah, sekali lagi maafkan saya." Anara menganggukkan kepalanya sebagai jawaban untuknya. "Ngomong-ngomong apakah kau tidak mengikuti acara sambutan sekarang ini?"

Pertanyaan tersebut membuat Anara bingung menjawabnya, "Males, lagian buat apa ada ajang sambutan gitu, ngajar tinggal ngajar, apa spesialnya." Katanya memutarkan kedua bola matanya malas.

"Sungguh? Apakah begitu?" Anara mengangguk antusias sekali lagi.

To be continued..

Hey! Prof. NantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang