Nusa tancap gas, menyalip mobil dan motor tanpa memikirkan keselamatan pengguna jalan yang lain. Pikirannya kosong, perasannya campur aduk. Sea, ia percaya Sea, tapi Nusa tak mungkin percaya Juyo. Dirinya dan kakak tingkat beda 2 tahun itu memang terbilang sering terlibat cekcok. Entah tentang Sea, atau tentang hal lainnya.
Meski memang, dalam segi apapun Nusa masih kurang jika dibanding Juyo. Tapi Nusa yakin, Sea tak akan berpaling semudah itu. Apalagi hubungannya bukan 1 hari 2 hari, bukan juga 1 bulan 2 bulan, hubungannya sudah 4 tahun lamanya, tak mungkin bubar semudah itu.
"Ya, please, jangan bikin aku kecewa sama semuanya" gumamnya sendiri.
Setelah melalui menit-menit di jalanan, akhirnya Nusa sampai di pelataran rumah Sea. Terlihat sepi dari luar, tapi jika didengar lebih dekat, memang ada sebuah percakapan antara seorang perempuan dan laki-laki.
"Aku capek kak, Nusa sama aku ga bisa jalan di jalan yang sama" Nusa duduk didepan pintu rumah Sea yang tertutup, helmetnya tergeletak di samping kakinya yang tertekuk satu.
Suara Sea nampak serak, suara tangisnya juga terdengar sangat menyayat hati, sakit dan sesak jika terus di dengar. Sea, sekarang tempatnya cerita bukan lagi dirinya, melainkan orang lain yang didalam cerita itu ada dirinya yang menyakiti Sea.
Sea, dia sakit saat bersamanya? Kenapa sampai tersedu begitu? Kenapa sampai sesakit itu? Salah apa Nusa?
"Kemarin, Mama Nusa dateng kerumahku, dia ajak aku belanja dan sebagainya, aku kira kak, setelah 4 tahun, tante Rena bakalan luluh juga, ternyata engga. Pertemuan kemarin justru jadi alasan paling besar kenapa aku sama Nusa ga bisa bersama"
Kepala Nusa disandarkan pada pintu yang masih tertutup rapat, matanya terpejam, air matanya juga turut serta hadir. Kenapa jalan menuju bahagia begitu terjal dan curam? Sekarang Nusa diujung jurang, entah akan jatuh atau terselamatkan, Sea yang putuskan. Kalau Sea lelah sampai tersedu begitu karena dirinya, Nusa bisa apa?
Nusa akhirnya bangkit, pemuda itu raih gagang pintu dengan hati yang berat, takut dapati kalau peluk hangatnya telah diganti dengan orang baru. Dan ternyata benar, begitu pintu terbuka, Nusa dapati kasihnya tengah direngkuh oleh pemuda lain. Nampak pas dan nyaman, mampu buat senyum miris Nusa hadir disana.
Sea yang lihat kedatangan Nusa yang tiba-tiba jelas saja terkejut, segera ia lepas pelukannya dengan Juyo, gadis itu segera bangkit dan mendekat.
"Nusa? Kamu kenapa ga ngabarin kalo mau kesini?" tangan Nusa diraih, air mata Sea dihapus dengan asal.
Nusa terdiam, matanya melihat kearah Sea dan Juyo secara bergantian. Sedangkan Juyo terlihat biasa saja, punggungnya disandarkan ke punggung sofa, seolah persoalan apa yang baru saja Nusa lihat bukanlah apa-apa.
Setelah melalui detik-detik dengan keheningan, tangan Nusa ditarik keluar oleh Sea, Nusa menurut, sebab tenaganya untuk berbicara sudah menguap entah kemana.
"Sa, ada perlu apa kesini?" tanya Sea selanjutnya. Nusa masih terdiam, matanya amati wajah kasihnya, bisa saja, ini terakhir kali dirinya bisa menatap Sea dalam jarak sedekat ini.
"Kamu nangis?" tangan Nusa terangkat, rapihkan beberapa anak rambut Sea yang mencuat keluar, lalu menghapus jejak air mata Sea yang masih tersisa di pipi.
Sea menggeleng cepat, senyum tipisnya hadir "ngga, tadi kelilipan aja" katanya, lalu gadis itu beralih menata rambut Nusa yang sedikit berantakan.
Nusa ambil tangan Sea, pemuda itu menunduk "kenapa Ya?"
"Hm?" tangan Sea yang lain akhirnya juga terangkat, usap kepala Nusa dengan lembut. Jujur saja, Sea sayang sekali pada Nusa, hanya saja, Sea juga lelah hadapi semuanya sendiri.
"Kenapa kamu nangis? Aku ada salah? Kenapa pelukku diganti sama orang lain? Pelukku kurang hangat ya Ya? Kenapa sama orang lain Ya? Aku ga cukup buat kamu? Kenapa kita begini Ya? Kenapa bahagia kita sulit Ya? Kenapa Ya? Kenapa?" kepala Nusa akhirnya terangkat, air matanya turun lagi. Persetan kalau dirinya terlihat kekanak-kanakan, Nusa sungguhan sesak melihat kasihnya begini.
Sea terdiam, usapan dikepala Nusa berhenti.
"Kamu capek sama hubungan kita? Apa yang buat kamu capek? Aku butuh tau, aku berhak tau"
Sea pun akhirnya menangis lagi, kakinya mundur beberapa langkah.
"Maaf Sa, aku ga bisa"
"Kenapa minta maaf? Apa yang ga bisa?"
"Aku capek, hubungan kita dari dulu ga pernah dapet restu dari keluarga kamu, kemarin Mama dateng kerumah aku, aku kira dia mau restuin kita, ternyata harapanku terlalu tinggi. Mama bilang kamu mau dijodohin ya Sa? Terus aku gimana kalau kamu pergi? Dia kasih aku uang, buat apa Sa? Aku ga semurah itu"
Nusa terkekeh pelan, buat Sea kerutkan dahinya dalam-dalam. Nusa bukannya menertawakan tangis Sea, ia hanya menertawakan kisah hidupnya yang tak beruntung dalam hal apapun.
"Ya, maaf kalau semuanya sulit buat kamu, aku pun sama sulitnya. Tapi Ya, aku ga berniat buat lanjutin perjodohan ini karena aku punya kamu. Tapi kalau semuanya emang sulit, gapapa kalau mau pergi, mekasih udah bertahan sejauh ini Ya, i hope you are happy with whoever you end up with, aku pulang ya" Nusa raih helmetnya, ia tatap Sea sekali lagi, tangannya usap kepala Sea beberapa kali sebelum benar-benar pergi.
Akhirnya begini, akhir cinta bahagianya disini. Akhirnya Nusa jatuh kedalam jurang, Sea memang berniat melepas, tapi Nusa yang lepas tangan Sea lebih dulu, Nusa yang lebih dulu menjatuhkan dirinya ke dasar jurang, sebab di belakang Sea ada lagi orang lain yang akan menjaganya, tugas Nusa tuntas sampai disana.
Sepanjang perjalanan pulangnya menuju kerumah, Nusa hanya memikirkan bagaimana hari-harinya berjalan bersama Sea. Semuanya terasa menyenangkan. Setiap sudut kota ternyata menyimpan banyak cerita tentangnya juga Sea. Searuna Isabel bukan cinta keduanya setelah Mama. Searuna ya hanya Searuna, yang ia cintai dengan segenap hati dan segenap ketulusan. Tetapi, ternyata Searuna lelah ya? maka dengan begitu, Nusa lepas demi bahagia Sea, juga demi kewarasan dirinya.
Nusa berbelok ke arah gang buntu yang mengarah pada satu bar kota yang cukup ramai. Dirinya duduk didepan meja bar seorang diri, memesan wine dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Entahlah, Nusa hanya ingin melupakan semuanya meski sebentar. Sea terlalu banyak andil dalam kehidupannya. Sea terlalu banyak merenggut jiwa bahagianya.
"Sea, maaf Sea, maaf buat kamu sakit, maaf buat kamu nangis, Sea tolong bahagia walau bukan aku jalan bahagia kamu" berkali-kali, nama yang keluar dari belah bibirnya hanya Sea dan Sea lagi.
Nusa terus minum sampai kesadarannya direnggut habis oleh kegelapan. Entah bagaimana dirinya bisa ada di dalam kamarnya di dini hari saat dirinya tersadar dengan kepala yang berdenyut hebat.
"Gue pulang sendiri?" Nusa terduduk, coba mencari ponselnya. Setelah meraba-raba seluruh tempat tidurnya, akhirnya Nusa dapati ponselnya yang terhulung selimut yang sudah tidak berbentuk.
Saat Nusa buka ponselnya, berpuluh-puluh pesan dan panggilan memenuhi layar ponselnya. Jelas saja itu dari ketiga temannya, orang tuanya mana ingin tahu tentang kehidupan anaknya.
Ada satu panggilan yang ternyata ia angkat, itu dari Ashel. Ada 1 jam 56 menit tertulis, membicarakan apa ia dengan Ashel saat tidak sadar? Sungguh, Nusa tak ingat apapun meski memaksa otaknya beruputar untuk mengingat hal apa saja yang ia lakukan sebelum sampai dirumah. Hanya ada potongan-potongan kecil yang ingatannya tangkap.
Ashel datang memapah dirinya susah payah. Lalu ada 3 temannya juga yang tiba-tiba ada dalam ingatannya terkena muntahan darinya. Sialan, sebenarnya apa yang terjadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Your
FanfictionJANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK🐾 - "Kamu pilih aku yang bawa bahagia, atau dia yang bawa luka?" - Ashel Ashel yang penuh cinta, dan Nusa yang tak terbiasa dengan cinta. - Love is Your adalah cerita au ku yang berjudul Numera. Aku memutuskan untuk buat...