⑅ 2. Awal Mula ⑅

9 0 0
                                    

"Kamu saya jodohkan" kata itu jadi kata pembuka saat keluarga Witama tengah makan malam. Nusa bagai di sambar petir di siang bolong. Kenapa tiba-tiba? Kenapa tanpa aba-aba?

Nusagara bukanlah anak yang penuh cinta dan kasih sayang. Sedari kecil, dirinya sudah biasa di acuhkan, tak terlihat bagai seonggok abu di ujung perapian. Nusa tak terbiasa dengan cinta, Nusa tak terbiasa berbagi cinta. Namun saat Sea datang, semuanya dirasa baik-baik saja, seolah sejak awal Nusa memang orang yang penuh kasih sayang, seolah sejak awal Nusa tak pernah kehilangan apa arti cinta.

Hari-hari setelah bertemu Sea selalu membahagiakan, selalu mendebarkan, selalu Nusa nanti-nantikan. Waktu-waktu yang ia lalui setelah bersama Searuna bagai memori paling indah yang ia miliki di dunia ini. Harap-harap kalau dirinya dan Sea akan selalu bersama selamanya pun tersua. Sialnya, harap-harap dan semua angan itu harus pupus sekarang.

"Pa...are you serious?"

"Ya..akhir minggu ini kita akan makan malam bersama dengan mereka" kata Witama—Papa nya lagi tanpa ekspresi, seolah itu semua bukanlah apa-apa. Bahkan matanya sama sekali tak bergerak ke arah Nusa. Tangannya sibuk berjibaku dengan sendok dan pisau.

Sedangkan di hadapannya duduk Rena—Mama Nusa. Wanita berusia setengah abad itu pun seolah tak dengar apa-apa. Tetap memakan malamnya dengan tenang.

"Ga mau" jawabnya setelah meletakkan sendok ke atas meja. Diikuti dengan Papa juga Mama nya. Pria itu bangkit, meraih segelas air di atas meja dan menenggaknya habis.

Mata tajam itu akhirnya tatap balik mata marah Nusa, pria berdarah dingin itu berikan penekanan yang amat memuakkan dalam matanya. Seolah dalam mata itu miliki seribu arti yang tak dapat Nusa mengerti.

"Apa perkataan saya seperti sebuah penawaran untuk kamu? Itu mutlak dan tak bisa di ubah, jika kamu anak saya, kamu akan paham"

'Saya' adalah kata paling baik untuk seorang Papa Nusa dalam berinteraksi, alih-alih memanggil dirinya sebagai orang tua, Witama memilih sebagai orang yang punya 'benda' untuk ia gunakan se baik mungkin. 'benda' itu adalah Nusa, anak satu-satunya di keluarga Witama.

"Saya udah punya Searuna, anda tau itu"

"Akhiri hubungan tak berguna itu dalam minggu ini, kalau bukan kamu, saya yang akan turun tangan langsung Nusagara."

Buku-buku jari Nusa memutih saat kedua tangan itu mengepal kuat "kenapa?" gumamnya yang ternyata di dengar oleh sang kepala rumah.

"Hubungan ini akan menguntungkan untuk perusahaan kita"

Nusa bangkit dengan dada bergemuruh, bibirnya membentuk seringaian kecil, 'ah ternyata begitu', 'ah begitu rupanya' nampaknya Nusa dapat satu arti dari tatapan tajam mata ayahnya, 'benda ini akan saya gunakan sekarang' rupanya begitu fungsi Nusa di rumah ini.

"jadi saya anda jadikan tumbal untuk perusahaan?"

Tak ada jawaban, Witama pergi ke pintu utama diikuti sang istri. Tinggalkan Nusa yang masih dalam keadaan marah. Kalau Nusa mampu tinggalkan hormatnya sebentar untuk sang Papa, sudah di pastikan tinjunya akan ia layangkan tanpa takut. Tapi..meski begitu, Nusa akui Witama memang betul Papanya.

"Shit" umpatnya sebelum menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.

-

Dirumah lain dan di keluarga yang lain. Perjodohan yang di umumkan sang Bunda pada putri bungsunya justru di sambut dengan baik. Gadis itu justru menatap sang Bunda dengan wajah berseri-seri.

"Beneran Acel dijodohin?" gadis itu heboh sendiri sejak tadi, sedang kedua kakak serta kedua orang tuanya hanya geleng kepala, tak berekspektasi kalau reaksi Ashel akan seperti ini.

Love is YourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang