Mendekap Rintik Sendiri

70 30 2
                                    

Malam ini aku terlarut dalam suasana, mengingat beberapa jam lalu sosok senior begitu sulit kuhindari. Aku hampir tak bisa berkata-kata, menerima perhatian bertubi-tubi darinya justru membuatku semakin menarik diri.

Ia dengan senyum mataharinya berusaha mencairkan hatiku yang membeku. Seandainya saja aku tak ingat bahwa aku sedang dalam sebuah misi, mungkin saja aku akan menyerah dan memilih menyandarkan kepalaku di bahunya.

Tetapi tidak! Tentu saja aku harus sadar diri. Menerima sebuah cinta bukanlah pilihanku saat ini. Di saat ibu dan adik banyak menderita, aku pun tak mungkin senang sendiri. Aku menghela napas panjang mencoba menguatkan diriku sendiri.

"Kamu harus kuat Salli!"

Mengusap tangan pada bahu sendiri dan kembali merenungi nasib.

Kuambil secarik kertas, kali ini bukan menulis surat yang hendak kukirim pada tahun 2001, tetapi menorehkan beberapa bait puisi pada selembar kertas putih tersebut.

Pengalaman beberapa jam lalu akan aku abadikan dalam untaian kata mewakili perasaan sesungguhnya yang kurasakan. Jauh dalam dasar hatiku, kegundahan juga kebingunganku mengenai kehadiran sosok Senior yang membuat degup-degup ini sedikit menggila.

"Semua akan berlalu Salli, tiap rasa yang timbul ini."

Berbicara sendiri aku berkali-kali menggelengkan kepala coba enyahkan bayangan senyum senior yang menggoda.

Berbicara sendiri aku berkali-kali menggelengkan kepala coba enyahkan bayangan senyum senior yang menggoda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendekap Rintik Sendiri

Biarkan aku bersandar sejenak

Bernafas dengan tenang

Meminum kopi selagi hangat

Menikmati suasana hujan dan mendung tanpa gelisah

Orang bilang, bergeraklah dengan cepat

Pada akhirnya semua akan berubah

Aku berlari mengambil sepatuku lalu akan kutemukan bunyi kecipak di antara air tergenang

Aku suka suara itu

Senior baik hati terus menyodorkan payungnya ke arahku

Namun aku mendorongnya menjauh

Bersikeras menolak wujud kasih sayangnya

Pada akhirnya semua manusia akan berubah, untuk apa aku terlena

Aku bisa rapuh

Bukankah harus mengandalkan diri sendiri

Mendekap rintik hujan sendirian

Biarkan hanya rintik hujan yang menghapus segala risau

Mengancingkan mantel beludru hitam dengan saksama

Mendekap donat hangat untuk Adik dengan hati-hati

Donat yang hanya sanggup kubeli lima

Rasa vanilla kegemarannya

Aku bersemangat, terbayang Adik yang senang

Abaikan bos yang berkecak pinggang

Berdiri mengawasi dari balik jendela

Aku terus berlari riang menembus rintik yang semakin rapat

Sayangnya aku tergoda menoleh pandang

Ketika sudut mata menangkap bayang senior masih dengan payung di tangan

Tergelitik sepayung berdua susuri jalan

Lamunan menyesatkan

Sepatu kulit sintetis mengetuk batu pongah

Gelap dan genang air membutakan langkah

Terjungkal, beradu tanah basah

Donat hangat jatuh berserakan

Aku terpana tanpa bicara

***

Tulisanku terhenti ..

Menelungkupkan wajah pada dua telapak tangan yang mulai basah oleh air mata. Suara tirai tersibak menyadarkanku. Tian, adikku menyeringai, menatapku cemas. Kupandang ia sekaligus memberikan senyuman terbaikku.

Aku tak boleh lemah bukan?

Bersambung



Puisi mendekap rintik sendiri tercipta saat tantangan event menulis gerimis dengan tema rintik.

Yeorobun, apa kalian menyukainya? klik vote ya 🙏😉💗

Surat untuk Tahun 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang