Miserable

20 2 0
                                    

Cukup lama aku dan Moon terdiam membisu, hanya suara detak jam dinding menggema. Hujan dan angin di luar sana tak lagi menggila, gerimis tipis menemani malam sunyi yang begitu dingin. Tubuhku sedikit menggigil di dalam selimut. Moon memberikannya untukku. Selimut biru berbahan flanel miliknya agar aku hangat. Sekarang Moon sibuk membuat kopi untuk dirinya sendiri dan katanya segelas coklat susu hangat baik untukku. Sedikit sebal karena selalu dibedakan, dua bulan lagi aku genap dua puluh tahun. Seharusnya mereka mengizinkanku meminum kopi sesuka hatiku. Alih-alih susu dengan alasan masa pertumbuhan. Dulu, mungkin aku sedikit terlihat lesu dan sangat kurus. Ya, setahun yang lalu, saat baru tiba melamar kerja di kafe ini. Selalu datang dengan mengelus perutku yang perih karena sedikit sekali terisi makanan, sedangkan banyak pekerjaan sampingan yang harus kukerjakan membuat energi habis terkuras. Belum lagi kantung mata yang menebal karena harus begadang mengerjakan tugas kuliah. Jujur, sempat ingin menyerah di masa-masa itu. Tetapi, kehadiran bos dan senior yang baik sangatlah menolong kondisiku yang payah. Menurutku, aku tetaplah gadis beruntung karena di kehidupanku ini bisa bertemu mereka. Namun, jika aku terlena dengan kenyamananku di Kafe Gerimis ini, bersama Moon, Sun, dan Tuan Neil ... lalu bagaimana dengan rencanaku mendatangi kafe ini karena sebuah misi. Hampir setahun penyelidikanku mengenai kotak pos merah, ketika akhirnya kesempatan gerhana bulan beserta kucing hitam itu menghampiriku di bulan Oktober lalu.

Mataku awas melihat sekeliling, rasanya canggung, hanya berdua begini. Anehnya senior benar-benar tak kembali. Sangat percayakah ia dengan Moon, membiarkan gadis sepertiku berdua saja bersama Moon, ataukah ia justru lebih khawatir bila aku yang tak mampu menahan diri. Kulihat Moon telah selesai memanggang roti, meletakkannya pada piring di tempat gelas susuku berada. Sekali lagi jantungku berdegup, memandanginya berjalan ke arahku membawa baki.

Moon tersenyum. "Makanlah, Salli!" perintahnya kepadaku yang masih termenung. Aku tidak menjawab. Menatap punggung Moon yang kembali ke meja bar mengambil cangkir kopinya. Kenapa punggung Moon terlihat begitu lebar ya ... aku jadi malu pernah membasahi punggungnya dengan air mata. Moon datang membawa bakinya yang berisi kopi juga roti sarikaya kesukaannya.

"Kau mau?" tanya Moon menawarkan.

Aku menggeleng cepat lalu segera menjawab, " kalau roti aku lebih suka isi mentega."

"Salli tidak suka sarikaya ya?"

"Biasa saja!" jawabku ketus. Tiba-tiba saja aku teringat ayah yang begitu menyukai selai sarikaya. Hal itu membuatku kesal tanpa alasan, dan kini aku menyesali respon burukku pada tawaran baik Moon.

Berniat memperbaiki sikapku barusan, aku memakan dengan lahap roti panggang buatannya, belum juga gigitan ke dua, sekali lagi aku dikagetkan dengan Moon yang mengambil tempat di sisiku, bukannya berhadapan denganku.

UHHUK

Aku jadi tersedak, lagi-lagi aku semakin tidak keruan. Pasalnya Moon dengan lembut mengelus punggungku, menenangkan. Apa maksudnya, coba? Ah, mungkin saja Moon memperhatikan keningku yang terus berkerut. Ia menyodorkan segelas coklat susu yang masih hangat, langsung saja tanpa banyak berkata kuminum hingga tandas. Moon melongo sejenak lantas tertawa kecil, tangannya mengusap pucuk kepalaku santai. Aku yang tidak santai. Napasku memburu, Moon sungguh tidak mengerti apa yang membuatku salah tingkah. Setelah menguasai diriku, aku mulai berpikir dan 'menepuk' otak udangku agar sedikit lebih fokus pada hal yang lebih penting. Bukankah tengah malam begini masih bersamanya dikarenakan pembahasan surat-surat 2001, dan bukan untuk hal lain.

"Kita lanjutkan membaca surat setelah makan," ucap Moon setelah menyesap kopinya dan langsung menatap ke arahku.

"I-ini terlalu larut," ujarku terbata.

Jam berdenting, pukul dua belas malam. Aku memang telah menghubungi ibuku untuk tidak menungguku pulang tetapi tetap saja, rasanya terlalu riskan untuk pulang selarut ini. Bahkan sangat tidak mungkin aku berani, menyesal kenapa aku tidak memikirkan hal ini. Sudah pasti tak ada bus semalam ini. Kalaupun ada ... kembali lagi, aku tidak berani. Aku takut pada kejahatan malam hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surat untuk Tahun 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang