Rumit

56 22 3
                                    

Manusia itu setidaknya memiliki empati dan tidak mengambil hak orang lain. Bila kamu tidak melakukannya berarti kamu bukan manusia.

 Bila kamu tidak melakukannya berarti kamu bukan manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Menatap pijar lampu kafe dengan bulir bening mengalir. Menyenderkan kepala yang terasa berat pada lengan kursi, posisi ini terjadi selama enam puluh menit sejak pertemuan dengan Ayah.

Bos membiarkanku, tidak ada teriakannya kali ini.

Bos, senior dan pegawai kafe lainnya seolah mengerti apa yang baru saja kualami. Pertemuan tidak terduga yang menyerap banyak energi dan membuatku lunglai.

Sebenarnya telah berbulan-bulan aku menyiapkan kata-kata makian yang kurancang untuk menyakiti ayah dan kekasihnya. Kendati demikian, ketika saatnya tiba lidahku justru kelu membeku, mulutku terkunci rapat sementara rasa nyeri tak tertahan menjalari seluruh dada.

Perih ....

Sesak ....

Jangankan sempat memaki, bahkan aku hanya mematung ketika melihat ayah begitu kasihan 'di bawah ketiak wanita culas'. Terlihat nyata, wanita itu memang mengaturnya, mendikte segala hal yang ayah perbuat. Kami mengenal ayah sebagai lelaki temperamen, namun wanita itu lebih emosional daripada ayah.

Sungguh itu di luar dugaan, ayah kami seperti anak itik yang mengikuti induknya. Hilang sudah harga dirinya, lenyap sudah sorot mata berani juga galak, yang ada kini hanyalah himpitan rasa malu dalam belenggu nafsu.

Aku masih bersyukur, ibu tidak melihat ayah yang seperti tadi, kalau iya, wah ... ibu bisa menangis.

Bagaimanapun aku tahu hati ibu terlalu lembut untuk menyaksikan pria yang pernah ia cintai tulus, diperlakukan begitu buruk oleh wanita lain.

***

Dear seseorang di tahun 2001

Ibuku berkata cara agar berdamai dengan diri sendiri adalah menerima, merelakan, melepaskan dan memaafkan. Dengan begitu baru kita bisa mengobati sebuah luka.

Namun aku masih saja berhenti di kata penerimaan yang mudah untuk diucapkan tetapi sungguh sulit dilakukan.

Hubungan orang dewasa sungguh terlalu rumit bukan?

Serumit seribu tanya yang tak dapat terlontar di hadapan ayah. Mengapa nafsu dan hasrat ayah begitu penting? apakah keberadaan kami dalam hidup ayah tidak sepenting itu?

Bukankah hubungan ikatan keluarga ini tercipta karena ayah yang menginginkan? Lantas mengapa ayah tidak berhenti saja mengejar ego pribadi terbentur pada kata tanggung jawab.

Lalu wanita itu, mengapa tak memiliki rasa malu dan menahan diri?

Apakah akibat dari dirinya yang memaksakan kehendak untuk bersama ayah kami hanyalah permainan kehidupan yang ia lakonkan dengan mengorbankan masa depan beberapa nyawa manusia?

Surat untuk Tahun 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang