"ALURA!!"
Teriakan itu membuat Alura menoleh, sedangkan Pria yang tadinya hendak mendekat menyerang Alura, berlari menjauh dari tempat itu.
"Alura! Lo gapapa kan??" tanya Regina memeriksa tubuh Alura.
Alura bungkam tak menjawab. Gadis itu malah menatap jauh ke dalam hutan gelap tak berpenghuni itu.
"AAAAAA!! ITU APA?!!" teriak Regina saat tak sengaja mengalihkan senternya ke jasad gadis yang sudah tak bernyawa dengan darah bercucuran menghiasi tubuhnya.
Fadil dan Gion segera memeriksanya.
Gion terdiam syok dengan jantung yang berpacu begitu cepat. Gadis ini.. Mirip dengan adiknya, Viona? Tidak! Tidak mungkin!
Adiknya tadi masih berada di dalam tenda sambil memakan coklat dan memeluk boneka beruang favoritnya, jadi.. Yang ada dihadapannya ini bukan adiknya kan?
"G-Gion.. Ini bukannya Viona, adek lo?" lirih Fadil dengan suara bergetar saat melihat gadis itu.
Gion tak menjawab, pemuda itu terduduk lemas sembari menatap kosong jasad yang mirip sekali dengan adiknya. Tangan Gion terulur menyentuh sebuah kalung liontin yang terpasang pada leher gadis itu.
Deg!
Dia.. Benar-benar Viona?
Liontin itu adalah hadiah dari mendiang bundanya, liontin itu dibuat khusus untuk adiknya, Viona. Tidak mungkin orang lain mempunyainya!
Jadi.. Ini benar-benar Vionanya?
Gion perlahan memangku kepala adiknya dengan air mata bercucuran, pemuda itu menangis tanpa suara sembari merasakan sesak yang amat mendalam di relung hatinya.
Kenapa? Padahal ia sudah berusaha menjaga perempuan yang bundanya titipkan sebelum bunda benar-benar pergi dari dunia ini. Tapi.. Ia tidak bisa menjaganya.. Ia kembali kehilangan perempuan yang dicintainya untuk kedua kalinya.
Dulu bunda.. Sekarang Viona? Kenapa Tuhan! Kenapa harus mereka berdua?!
Gion terus menangis penuh kesakitan saat melihat keadaan mengenaskan adiknya. Tangan itu bergetar menyentuh perut adiknya yang sudah hampir terkoyak akibat ditusuk berkali-kali.
"Viona.." lirih Gion dengan suara bergetar serta mata yang memerah karena tangis.
Regina menghampiri Gion kemudian mengusap bahu pemuda itu lembut.
"Gion.." panggil Regina dengan suara bergetar menahan tangis.
"Na.. Adek gue udah ga ada.." lirih Gion sembari menatap kosong jasad tak bernyawa adiknya.
Tangis Regina pecah seketika, gadis itu terisak melihat keadaan rapuh sahabatnya.
"Kenapa Na? Kenapa harus adek gue.. Kenapa ga gue aja.." gumam Gion sembari menunduk tak ingin memperlihatkan air matanya pada teman-temannya.
Sedangkan Alura, gadis itu mengepalkan kedua tangannya melihat pemandangan yang menyayat hati dihadapannya ini.
Alura melangkah mendekati Gion, kemudian memegang bahu pemuda itu. Sedangkan sang empu tetap diam tak bergeming sedikitpun.
Alura jongkok, kemudian menatap Gion dengan pandangan sulit diartikan.
"Bangun! Cari keadilan buat adik lo." titah Alura.
Gion menatap Alura.
"Lo orang pertama yang sampe di tempat ini, lo pasti ngeliat pelakunya kan?" ucap Gion dengan nada dingin.
Alura terdiam beberapa saat, sementara Gion menghela nafas lelah.
Pemuda itu mengelus lembut surai hitam milik Viona. Kemudian tanpa aba-aba, Gion menggendong adiknya keluar dari hutan yang gelap itu.
"Gue liat pelakunya." ujar Alura mengangkat suara.
Gion berhenti, kemudian menoleh menatap Alura. Gadis itu mendekat seraya menatap Gion datar.
"Dia punya bekas luka memanjang di bagian pipi kiri." jelas Alura.
"Makasih infonya." jawab Gion singkat, kemudian kembali melangkah pergi dari sana dengan Viona yang masih setia berada dalam gendongan pemuda itu. Disusul dengan Fadil yang mengikuti langkahnya.
"Alura,"
Alura menoleh menatap Regina.
"Lo ga diapa-apain penjahat itu kan?" tanya Regina dengan sisa-sisa air mata di pipinya.
Alura menggeleng, kemudian Regina memeluk temannya itu erat membuat sang empu tersentak kaget.
"Gue takut banget lo kenapa-napa.. Gue ga mau lo jadi kayak Viona.." isak Regina. Sepertinya gadis itu trauma melihat keadaan mengenaskan adik Gion.
"Gue takut Ra.. Gue takut kehilangan temen lagi.. Cukup Aluna aja yang pergi, lo jangan.." lirih Regina disertai tangisan kecil namun mampu menyayat hati siapapun yang mendengarnya, seakan tersirat banyak luka di dalam tangisan tersebut.
Alura mengusap punggung Regina, berusaha menenangkan gadis itu.
Aluna? Siapa Aluna yang Regina maksud?
Alura mengerutkan kening bingung. Matanya tak sengaja menangkap sebuah bayangan hitam sedang bersandar di pohon besar yang tak jauh dari mereka berada.
Alura menatapnya dingin, kemudian membawa Regina pergi dari tempat minim cahaya itu.
Sementara di pohon sana, bayangan yang tadinya Alura lihat, kini sedang tersenyum menyeramkan menatap mereka berdua yang berjalan menjauh dari sana.
****
Perkemahan yang tadinya didatangi dengan suka cita, kini berubah menjadi duka karena salah satu dari bagian mereka merenggang nyawa secara mengenaskan di tempat itu.
Pendakian yang tadinya sudah disusun secara rapi dan matang, kini hancur karena kejadian tragis.
Ambulance datang membawa jasad Viona, Gion senantiasa memegangi tangan mungil milik adiknya yang dingin. Tatapan pemuda itu kosong, seakan tak memiliki semangat untuk hidup setelah kehilangan adik satu-satunya.
Ambulance melaju dengan cepat menuju rumah sakit. Fadil yang ada di dekat Gion terus mengelus punggung rapuh milik sahabatnya, sudah belasan tahun mereka bersahabat dan ini kedua kalinya Fadil melihat Gion menangis pedih penuh kesedihan meskipun tanpa suara.
Dulu, bunda Gion pergi karena sakit akibat diselingkuhi oleh Ayahnya, hingga beliau tak sanggup menahan rasa sakit itu, yang akhirnya memilih untuk menyerah dan pergi untuk selama-lamanya.
Dan sekarang.. Viona. Perempuan yang sangat Gion sayangi setelah bundanya. Gion selalu berusaha melindungi adiknya agar sang adik tidak meninggalkannya seperti apa yang dilakukan bunda padanya.
Namun takdir berkata lain, mau sekeras apapun Gion berusaha kalau Tuhan ingin mengambil adiknya, ia bisa apa?
Gion terus saja murung sedari tadi. Setelah sampai rumah sakit, jasad sang adik kemudian diotopsi oleh dokter.
Pemuda itu duduk tertunduk menahan ribuan belati tak kasat mata yang melukai hatinya.
Adiknya.. tidur untuk selamanya.
Adiknya.. tidak akan pernah bangun lagi dan menemuinya hanya untuk meminta coklat.
Adiknya.. tidak akan menangis lagi karena merindukan bunda setiap malam.
Adiknya.. akan bahagia di sana kan?
Vionanya.. akan bahagia kan?
Bus yang ditumpangi Alura dan Regina beserta mahasiswa/i lainnya sudah tiba di rumah sakit. Mereka segera masuk melihat Viona untuk yang terakhir kalinya, sekaligus menyemangati dan menguatkan Gion, kakak Viona.
****
Thanks udah baca, see you next time🤍.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but psycho (Alura Tamara)
Misterio / Suspenso"Alura mana?!" "Ikut gue! Tadi dia lari ke arah sana!" Sementara Alura, ia terus berlari mengejar mereka. Saat ia mengarahkan senternya tepat di tempat mereka berada, Alura dapat melihat dengan jelas, bahwa di sana, didekat pohon yang menjulang t...